Jauh-jauh hari sebelum musim hujan tiba, para orang tua di kampungku mempersiapkan ladangnya untuk ditanami padi ketika hujan turun tiba dengan cara di aseuk. Sudah menjadi kebudayaan yang turun temurun yang harus di lakukan. Mereka bergotong royong untuk menyelesaikannya. Begitupun dengan mamaku.
Dari malam sebelum tidur mama sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari memasak nasi, telur, dan odading (semacam kue apem tapi berbentuk bulat). Paginyapun dia belum selesai. Harus mempersiapkan lagi dengan mengemas yang di masak tadi malam. Sungguh luar biasa.
Selesai solat subuh, dia sudah bersiap-siap untuk berangkat. Namun sepertinya dia lagi menunggu seseorang.
“ma nungguin siapa? Memangnya sama siapa kerjanya?”. Tanyaku.
“nungguin ua sama umi, kan yang membantuin mereka”. Sahut mama.
(Umi adalah sebutan nenek sepupu dikampung).
“sekalian saja sama kamu jang, anterin benih padinya. Mama gak kuat terlalu berat bawanya”. Mama menyuruhku ikut. Jang adalah kepanjangan dari Ujang yang berarti seorang laki-laki di tataran tanah sunda.
“kan aku belum nyuci buat sekolah besok ma”.
“ya gampang, kan ini cuma nganterin benih doang, nanti kalau sudah nyampai kamu boleh balik lagi”.
“baiklah ma, tapi Cuma nganterin ya?”. Celotehku karena tak ingin bekerja.
Tanpa basa basi lagi, aku mengangkat benih itu yang di dalam karung ke atas pundak. Kami berangkat dengan barang-barang yang sudah di siapkan tadi.
Sesampainya di kebun, ku kira ua sama umi sudah duluan karena di tunggu-tunguin tidak datang juga, tapi ternyata belum datang juga. Sambil menunggu mereka datang, kami berdua mempersiapkan tongkat kayu yang di runcingkan untuk aseuk nanti. Aku memang tak pernah mengerti dengan pekerjaan ini karena sebelumnya aku memang tak pernah melakukan pekerjaan seperti ini. Awalnya aku hanya berniat Cuma nganterin benih padi saja. Tapi setelah ua dan umi yang akan membantu kami datang, aku juga tertarik dengan pekerjaan itu. Sepertinya cukup asyik juga.
“ma aku nyobain ngaseuknya”.
“ya sudah. Terus gimana nyuci pakaian, kan besok kamu sekolah?”
“gimana nanti sajalah”.
“ya sudahlah. ya sudah bantuin dulu mama sambil kamu belajar”.
Cog… cog… bunyi tongkat yang aku aseukan ke tanah satu persatu tak menghiraukan sakit tangan aku. Pyuuuh ternyata cukup enak juga di rasa-rasa dengan pekerjaan ini, apalagi dengan di barengi canda tawa mama, ua dan umi. Memang pekerjaan seberat apapun yang aku kerjakan, tapi jika aku jalani dengan senang hati dan dibarengi motivasi orang-orang terdekat itu sangat luar biassa. Semuanya jadi terasa ringan. Gotong royong yang mereka kerjakan juga menjadi motivasi terbaruku untuk saling bekerja sama baik dalam segi belajar, bekerja dan bersosialisasi.
Komentar
Tulis komentar baru