Air mata sia-sialah mengaliri pipimu ketika dusta menjerat langkahmu. Keukeuh engkau membela
diri dan merasa tidak sedang bersandiwara di ujung mata. Kau tikam belati tepat di ulu hatinya kitika
kutangkap penghianatan dari sekujur tubuhmu. Engkau membela diri sembari membekap
mulutmu meronce kata; "aku diperkosanya!" Aroma darah menguar dari napasmu busuk
membakar isi ruangan; rumah kita yang mendulang kisahmu bermain hati. Bau keringat pekat
pada setiap sudut membongkar kisah lama yang kau semai.
Adalah sia-sia. Air mata sia-sia. Di tanganmu ia terkapar menebus impianmu yang retak. Tetapi
aku tak pernah menggadai sebongkah hati yang mengikatmu. Dan aku pun berpaling, cikar kanan,
berbenah menentukan arah. Sejauh mama aku mencoba lari dari lingkar yang menjerat; kau
momok kelam di lintas titianku.
Komentar
Tulis komentar baru