Aku Tersesat dan Terpikat
Oleh : Ervi Aisyi Mundiri
Melambat,
Melaun,
Melama
Menaun
di tempat ini,
Aku tersesat dan terpikat
Aku masih ingat benar, pada waktu itu
Aku di batas garis altar
Ya,,, Mereka sebut seperti itu
Mereka jemput aku lewat senyum yang murahan bagiku saat itu
senyum mereka lepas sehingga ku tak sanggup menangkap dengan tangkas
Hatiku bergumam senyumnya tulus membius
Kupingku mendesis keramahanya sreseh menyeleh
Mataku bersuara ramahnya khas lagi pas
Mereka tidak sendiri ,aku keheranan oarang sekitar menyerangku dengan senyum dan keramahan yang wajar setiap bertemu orang, senyumnya renyah.
Bagiku mereka terlalu sederhana
tapi, heranya mereka nyaman dengan kesederhanaanya
Semua itu, memaksaku untuk membalas keramahan dengan lepas dan ikhlas
Sekali lagi aku keheranan
dengan tempat ini
Saat ku menyusuri jalanan pedesaan,
Melewati batas sawah yang mereka sebut tegalan
Menginjak tanah yang ku anggap aneh namun tak nyleneh
Ya,,, mereka sebut tanah becek persawahan
Tanah aji yang bisa bikin dari biji ,hingga sang petani naik haji
Dua kali aku heran,
tiga kali aku terpukau,
empat kali aku terpana
Oleh mereka yang beradu padu dengan cangkul dan tanah hijaunya
Oleh mereka yang menyatu satu memegang gabah untuk sekedar mengolah hasil sawah
Oleh mereka yang mengumpul akur untuk sekedar makan nasi yang hanya di wakul
Oleh mereka yang rela hitam kelam menularkan hangatnya matahari yang tak pernah padam
Sekarang bukan lagi aku heran
tapi, mungkin aku telah edan
atau bahkan tepatnya aku kebingungan
Polah ramah mereka yang mengantarku ke tempat ini bagiku aneh namun tak nyleneh.
Senyum dan sapa mereka terlalu polos sehingga sulit aku lolos
Sebenarnya dimana ini tuhan?
Duh Gusti ,,,,
Kau sesatkan aku di tempat indah macam apa ini?
Tuhan tempat ini terlalu hina untuk tidak ku puja dan ku damba.
Jawablah…
Sembari menunggu jawaban dari tuhan
Aku tetap jalan mengikuti mereka sebagai pemandu jalan
Mereka seolah pamer akan kemolekan alam surgawi di tempatnya
Tak bisa kupungkiri tempat ini telah menghipnotisku untuk krasan
Rasanya untuk pergipun enggan
Tuhan, haruskah aku berulang kali tanya pada_Mu
Dimana ini sebenarnya?
Tuhan aku masih menunggu jawaban dari-Mu
Lama,ku tunggu
Mereka para pemanduku
Lagi-lagi menyodorkan kebaikan dan keramahan yang tak bisa kusanggah
Mempersilahkanku untuk istirahat
Langit birupun menyuruhku melepas penat
Di sebuah gubuk bambu khas tempatku tersesat dan terpikat ,
Kurebahkan tubuh sekalian bingungku di gubuk bambu
Di gubuk bambu itu, aku memandang ada dua anak kecil,ibu dan seorang ayah
Sang anak menangis
yang satunya bermain
Ibu berbaju motif indah yang mereka sebut batik tengah menyiapkan singkong goreng untuk bapak
Bapak yang baru pulang dari ladang penentu kehidupan
untuk bapak yang tengah menabur biji kemakmuran
dan untuk bapak yang telah rela memeras keringat di terik panas
Ku amati tontonan ringan yang sebenarnya berat untuk dilupakan
Sebuah potret kelurga sederhana bahagia
Semua mengandung makna tersirat yang dapat kunikmati bijaknya
Mereka buat tempat ini
Tampil beda dari tempat-tempat lain
Kehidupan penuh makna kekeluargaan yang harmonis,seragam,selaras dan serasi
Dengan demokrasi keluarga yang manis,rukun dan damai
Inikah maksud tuhan ?
Ingin memperlihatkan keindahan buminya di tempat ini
Inikah maksud tuhan?
Ingin menyadarkanku bahwa ada tempat makmur sentosa
yang selayaknya harus dijaga
dan tidak untuk di sia-sia
atau bahkan tuhan tengah menyindirku untuk lebih menjaga alamnya di tempat ini.
Apapun itu,
Aku bersyukur telah tersesat dan terpikat,
Tanpa Kau menjawabnya aku tahu tempat apa ini
Karena ini beda dari tempet-tempat lain
Inikah Indonesia?
Negeri termasyhur,
yang konon kata lagu, ia makmur,subur nan luhur
Duh Gusti. . .
Satu kali Terpukau
Dua kali Terpana
Tiga kali aku Ternganga,
Berkali-kali ku Terpesona
Oh INDONESIA.
Malang,2013
Komentar
Tulis komentar baru