Kemana arah jalanmu,
(Negeriku)
mondar mandir,
tak ketemu jalan pasti,
Lihatlah,
rautmu telah tua.
ditekan cuaca getir dan gemuruh asing,
ditumpangi kongkalikong-kingkong,
dan cendawan,
Tumbuh pada ledeng-ledeng
dalam keranda jaman.
Dimana kakimu menjejak,
(Negeriku)
seok-seok,
tak ketemu dermaga pasti,
gembolan bimbang,
dan ronjotan manipulasi
sudah kadung sesak-menyesak,
meledek rentamu,
menjadi dilema kedepannya.
getir-getir panjang belumlah usai,
warisan kita,
tanpa nisan tanpa tanda.
Hari berkabut,matahari-matahari (negeriku),
gugur.
kita yang takabur,
Mengubur kilaumu.
O..matahari pergi...
Sisakanlah pancaranmu
di langit persimpangan negeriku,
O...matahari-matahari(negeriku)
kubur-kubur cahayamu tak ketemu,
dilahap peradaban.
Dan sisa ringkih tanah airku,
Dihias hurahara,
pergulatan kekuasaan.
O...tanahku,
Tanah yang memendam airmata
Rakyatku.
Dan kelak kita-hibahkan,
Kepada tunas-tunas jaman
lalu kita selendangkan dosa,
ya dosa kita yang durja.
Surabaya, 12 agustus 2018
Rasull abidin
Komentar
Tulis komentar baru