Matahari menembus kabut..
Pagi semarak menghias bentang alam
Gemerincing air terjun bersemburat ungu pelangi,
Aku berdiri dibelakangmu...
Menatap senyummu yang hampir musnah...
Memandang hitam rambutmu di hempas angin
Supaya aku tahu, siapakah aku....
Awan tetap bergeser mengisi kekosongan sudut langit
Angin malu malu mulai menyentuh telaga
Gericik air menuju di pinggiran,
Entah sudah berapa ribu kali mataku menatapnya
Entah sudah berapa banyak waktu terbuang sia-sia...
Lentik jemarimu menunjuk kembang...
Sekali lagi mata kita beradu pandang, masih ada keraguan disana
Masih ada nyala amarah membara...
Masih terbersit sekelumit rindu kepadanya...
Ah...masih ada semua kenangan yang aku takkan mampu menghapusnya
Dan membiarkan aku melukis rindu dalam dadanya..
Ah... aku takkan mampu...
Engkau diam memandang alam
Sungguh indah bidadari ini...teduh matanya selembut kabut
Di bawah dedaunan...pancaran matahari menerpa rambutnya
Sementara angin memainkan perannya...
Jemari lentiknya tak bosan memutar patahan ranting.
Aku masih memandangnya...
Dimana keberanian yang dulu aku banggakan..?
Di manakah...? Aku mencarimu pada lipatan waktu
Aku mencarimu pada kamus cinta...namun tak ketemu
Ahhh...aku kini mati kutu...
Kali ini aku haruslah berdiri di pematang yang lurus...
Supaya jelas aku memandangmu...
Supaya jelas aku memandang diriku...
Yang merasa congkak lantaran egosentris
Tg.priok, 15 juli 2015
Rasull abidin.
Komentar
Tulis komentar baru