Gundul pacul kupetik dalam string gitar,
Kuulang hingga lancar dan terbiasa,
Untungnya bukan fitnah yang kupantik,
Takutnya menjadi biasa, musabab cilaka alam baka.
Jika cilaka sudah biasa ku buat,
Bagaimana aku menghadap di akhirat.
Sementara, tiada macam surat bikin selamat.
Lalu bagaimana bila pengaku alim sudah terlepas syahwat,
Dan warta tak lagi nikmat dalam baca yang yang kudengar lamat lamat.
Ayat pun serasa ucap badut sulap berakrobat,
Mendidihkan rasa, bak bisul kesumat.
Semua risau dalam fikir masing masing,
Saling melirik dan tuding kesamping,
Kiri kanan saling asah taring,
Ke pamujan, kesintingan mereka makin nyaring.
Sementara kemunafikann gamblang dipertontonkan,
Menyerupa wujud mahkota kesalihan,
Semua terhipnotis, semakin semarak kengawuran pencarian Tuhan,
Tanpa sadar, para pendengar budiman menkadi bajingan,
Bajingan pun tak tanggung tanggung tengiknya.
Setengik minyak goreng usang yang dipaksa lumasi seret logika
Oooh... Cukupkan...
Gundul pacul makin nyaring kupetik,
Coba ceritakan kisah untuk sang gembelengan.
Bila wakul sudah tersunggi, kenapa masih kau gelempangkan,
Semua bubar dalam onar manjadi makar kebenaran,
Memang apa yang sedang kau cari,
Kehancuran.
Komentar
Tulis komentar baru