KESEDIHAN RANTING
Oleh : Royhanatul Fauziah
Daun itu telah lama gugur meninggalkan ranting yang sepi. Ranting itu tak pernah bisa bersembunyi dari waktu yang telah menyayat hidupnya kini.
Ada yang tersisa, ialah kehampaan pada sebatang rindu.
Tetapi kemana ranting itu harus berjalan? Menggenapkan kerinduan yang selama ini ia biarkan kering dalam hati.
Bukankah ia hanya seoonggok kayu yang hanya bergantung pada batang pohon yang mati? Yang membuat ia tak mampu berjalan ke depan, atau ke belakang. Ia hanya bisa berdiam di satu tempat, tanpa tahu bagaimana cara untuk pergi.
Sempat ia berpasrah pada pada hujan untuk mematahkan tubuhnya dari kurungan waktu. Tetapi untuk apa? Bukankah sebenarnya ia telah patah meski tak telihat?
Ah, seandainya ia bisa mengembalikan waktu.
Dan kini ia hanya bisa bertanya pada akar, pada angin yang datang dan pergi sesuka hati, pada kupu-kupu yang hinggap silih berganti.
Bukankah semua telah digariskan? Awan-awan menerka jawab melalui seberkas gerimis.
Kemudian dingin menjadi hening, seakan ia membenarkan jawab. Ia tahu maksud gerimis, bahwa setiap kerinduan tak harus menjadi candu, bahwa cinta tak mesti jadi belenggu diri.
Tetapi ranting itu tak memerlukan jawaban untuk seribu tanya dalam hati.
Ia hanya ingin menikmati kesedihannya sendiri, tentang daun yang gugur dan tak bisa kembali itu.
KESEDIHAN RANTING
- 7966 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru