Skip to Content

Dua Ratus Kalimat Cinta untuk Mey

Lantunan ayat-ayat cinta itu kembali hadir dalam kemarau hatiku yang kian gersang, dua ratus ayat cinta itu menggantikan sembilan puluh delapan harapan yang hanya menjadi kenangan yang kian menyesakkan. Kini seratus dua harapan baru telah menjemputku untuk menjadi wanita yang paling sempurna setelah jubah hitam sempat menyelimutiku saat aku merasa benar-benar rapuh.

Mungkin Aku Lupa

Aku mungkin lupa

dimana kusimpan aroma hujan

yang kauberi padaku waktu itu

Juga warna mata dan rona senyummu

 

KETIKA POLITISI BERPUISI

ketika politisi berpuisi

alih alih orasi

caci dan maki

Perempuan Jalang

PEREMPUAN JALANG, 1

 

Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala

senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan

Hidayatul KhomariaDua Ratus Kalimat Cinta ...Mega Dini SariMungkin Aku Lupa
ombiKETIKA POLITISI BERPUISIJoan UduPerempuan Jalang

Karya Sastra

Kau Tak Pernah Tau

Kau tak pernah tau

Berapa kali jantungku berdetak saat berada di dekatmu

Kau tak pernah tau

Bersama siapa aku bangun istana mimpiku

Kau tak pernah tau

segelas arak dan arah sakitku

segelas arak dan arah sakitku

segelas arak dan arah sakitku
telah kukirim pada sore yang gerimis
di rongga doaku

Suatu Malam

suatu malam awan pecah
kecil-kecil tak beraturan
membuat bulan hadir terhalang
cahayanya memancar buram

bumi telanjang remang-remang
lalu bangkitlah kenangan
setelah lama terkubur dalam

Perawan

pukul tiga malam :
angin masih bergerak lambat
menggerayangi tubuh-tubuh pucat
terus bergelombang, tapi
dedaunan tetap berdiam lambai
dan dingin merayap pelan namun pasti

pukul tiga malam :

Kehidupan Sang Buruh Malang

Pagi merekah gerobak merangkak

Tuntutan kerja didepan  mata

Terik panas membakar badan

Mendung

tumpah hitam di layar biru
getir rasa memburu bisu
merayap hitam memenuh kalbu

malaikat menghunus pedang
berkilatan menjelma petir
membuyarkan binar pandang
air menitik jatuh mengalir

Garis Buram

jika harapmu tidak datang pada saatnya

tak perlu kau sesali

karena  garis hidup itu tidak berujung,

pucuknya adalah rahasia yang takkan teraba

kamupun tidak kuasa tuk menghapusnya,

Aku Bertanya dan Berkata Padamu

apa lagi yang ku tulis kawan

kaupun tahu menahu

bukankah bangsa ini kerumunan yang tersibuk sibuk

semua bersatu satu diberanda para penyihir

kaupun akan berumah disitu, kawan

Ini Kali AA Yang Pergi

Ini Kali AA Yang Pergi

 

 “APA masih ada yang lain di luar? Kalau tidak ada lagi, saya mau mohon izin….”desah AA pada pukul 20.20 WIB malam Jum’at, 25 Maret 2010 di ruang rawat Geurutee Kamar 14 Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ziarah

“Bukan aku yang membunuh bapakmu. Tapi dia datang ke sini untuk mati!”

Suara itu masih ada di sini. Itu suaramu, emak. Jelas sekali aku mendengar itu keluar dari mulutmu. Kata-kata itu hinggap dalam ingatanku. Aku tak akan pernah mungkin melupakanya.

Sebelumnya, aku mendengar bapak berteriak keras sekali. Teriakan yang keluar memenuhi ruang hampa kamarku. Rumah yang sebelumnya sunyi, sekejap menjadi bising oleh keramaian orang-orang melayat. Mereka ingin melihat jenzah bapakku yang kau bunuh, emak. Aku sangka demikian. Hanya kau yang ada dalam ruangan itu. Sesaat setelah kalian bertengkar hebat. Tiba-tiba bapak berteriak dengan keras sekali. Bapak mati!

Dengan nafas beringas, kau keluar dari kamari itu. Wajahmu terlihat pucat basi. Seperti menyimpan ketakutan yang maha besar. Tapi kau tidak berbicara sedikitpun. Aku melihat raut wajah yang tidak mengenakkan. Aku terjebak di sana. Keringat yang sedikit-sedikit mengalir dari dalam rambutmu menenggalamkanku dalam satu cerita tentang pembunuhan yang kau susun rapi demikian.

 ***

Malam itu, bulan setengah mati. Aku dan bapak sedang asyik bercerita tentang nama-nama kampung di sini. Bapak suka menerka yang bukan-bukan. Ia ceritakan tentang sejarah nama-nama kampung. Tapi, semuanya tak ada yang benar. Kurasakan seperti itu. Aku dibikinnya tertawa lepas. Bapak orang yang sangat lucu. Ketika ia bercerita, wajahnya terlihat serius sekali. Sampai-sampai aku pernah yakin ketika dia bilang bisa berjalan di atas air. Tapi, setelah dia tertawa, akupun tak percaya kalau orang-orang bisa berjalan di atas air. Bapak juga demikian, dia tak percaya. Hanya saja, dia mau bercerita banyak agar aku tidak teringat pada emak yang selalu tak sempat menemani kami bercerita.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler