Senja itu mengawangkan hampa kesunyian
Hanya terdengar lanskap silam dingin dan kosong
Membuka tirai di kompleks persinggahan dekat rumahku
Kusudahi eksposisi kelam yang mengasingkan romantika keindahan
Gugur, membayangkan senyum bagai fatamorgana
dan mitos cimanuk yang menggoda wajah kesakralan
Di sepanjang musim, kusemai wangi dupa dan kemenyan
Bersama sajadah kiblat yang melucuti kerinduan
Membiarkan anak-anak dilebur menjadi sup, kepingan logam, atau bahkan
makanan anjing peliharaan.
Lalu aku lari bersiap untuk mengisyaratkan gerhana
Sebagai tanda bahwa disini telah ada peperangan yang membuncah
Sebagai retorika kehidupan. Dan romantisme angan yang aku rindukan.
Aku ingat, zaman kebengisan yang membiaskan moyangku
Kujinakkan matahari yang menghitam dalam bisu malam
Tentang dongeng-dongeng berdebu yang kau tinggalkan:
Membangun berhala, membakar cakrawala orang-orang kini,
dan menyandang bantaran yang semakin tenggelam
bersama sungai-sungai penguasa yang tak paham aroma sejarah
Aku pun ingat, para pahlawan telah dilipat untuk dikenang sebagai mitos belaka
Berbisik riuh bersama peziarah yang menyadap prasasti, sajak, dan puisi kanak-kanak
Berhamburan bocah-bocah bertelanjang dada, berteriak tanpa bayang peluru nyasar
Lalu, ribuan dajjal berbaris merapalkan pancasila dan pidato kepala sekolah
Mengunyah jerit wanita dan anak-anak
Sementara tubuh-tubuh terbongkar tanpa wajah cemas
Terlalu lama hitamkan aliran darah, biarkan masa kanak-kanak seperti kelinci lucu
di ruang percobaan. Dibedah tanpa bius oleh kurikulum kekinian.
Memasuki mimpi, mencairkan gema adzan yang terkubur,
dan enggan menyentuh tasbih, sujud, serta huruf-huruf arab dalam rakaat peradaban
Lalu kau menukarnya dengan secuil syahwat?
Pesan kemarau mengerut diantara hiruk pikuk kijang yang tersungkur dan candu masa silam.
Aku tak bosan membaca kisah-kisah yang tumbuh
Di atas lahan yang memberikan rasa akan makna kesetiaan
Menanggalkan karang, merindukan muara.
Mengejar jejak barikade yang memainkan lagu kematian
Menyayat perih hati nurani di sepanjang zaman diskriminasi dan intimidasi
Misi kemanusiaan berkobar!
Anak dibunuh!
Istri dirajang!
Ibu ditendang!
Ayah? Tidur dikuburan.
Menjilati anyir darah, bau busuk, dan tanda tangan malaikat
yang berdiam diantara jerit waktu yang terus berkejaran
serta kegelapan di layar kaca
Aku lelah menjaga senja!
Berebut Tuhan di ruangan untuk kita berbagi
Ah! Aku lari hingga tak sampai!
Tapi silhouet senja seolah menyatu dengan bising mesin tik
Berikan petuah tentang musim reformasi
Saat kamboja kembali mencium nisan
Di pelataran episode kelam yang hangus sebelum mengabu
Komentar
Tulis komentar baru