Skip to Content

Molotov Terakhir

peluru melesat. menerobos kulit yang asing. menembus dada berdetak tegas

pemilik langkah yang enggan mundur

walau udara memanas di dalam kepala

Dua Ratus Kalimat Cinta untuk Mey

Lantunan ayat-ayat cinta itu kembali hadir dalam kemarau hatiku yang kian gersang, dua ratus ayat cinta itu menggantikan sembilan puluh delapan harapan yang hanya menjadi kenangan yang kian menyesakkan. Kini seratus dua harapan baru telah menjemputku untuk menjadi wanita yang paling sempurna setelah jubah hitam sempat menyelimutiku saat aku merasa benar-benar rapuh.

Mungkin Aku Lupa

Aku mungkin lupa

dimana kusimpan aroma hujan

yang kauberi padaku waktu itu

Juga warna mata dan rona senyummu

 

KETIKA POLITISI BERPUISI

ketika politisi berpuisi

alih alih orasi

caci dan maki

Salman ImaduddinMolotov TerakhirHidayatul KhomariaDua Ratus Kalimat Cinta ...
Mega Dini SariMungkin Aku LupaombiKETIKA POLITISI BERPUISI

Karya Sastra

Sang Tak Beralamat

“Sempurnalah hidup mati orang-orang yang beralamat. Celakalah hidup mati orang-orang tanpa alamat!” Demikianlah bunyi prasasti batu kubur berhuruf Jawi Kuno. Prasasti batu kubur itu telah patah terbengkalai di sebuah komplek pekuburan kumuh tengah kampung.

Juru Sanggah

Apa peliknya sanggah? Sekedar menyanggah untuk membaik-baikkan buruk, memburuk-burukkan baik, membalik-balikkan timpang, mentimpang-timpangkan niat, tangkal-menangkal segala ingkar, ingkar-melingkar segala tohok, tohok kapok segala cecar, lalu cecarlah cerca dan caci habis segala usik, segala usut. Itu dan begitu-begitu saja selamanya. Maka, apa peliknya?

Saksi Bisu

Akulah Saksi Bisu!
Di segala terang, di segala gelap, di segala gerak, di segala diam, di segala zuhud, di segala buruk dan caci-maki, hadir adaku hanyalah saksi bisu. Maka, kusaksikanlah berlaksa-laksa dengki dan tipu-tipu yang ditebar dari pesona yang dikemas dengan sungguh sangat mempesona.

Hujan Emas

Cerpen : Saiful Bahri

Hujan Emas

Ahuuuiii….pada akhirnya hujan emas ketiban jua menyiram kampung kami, setelah lelah melapuk diganyang hujan badai, hujan pelor, hujan darah, hujan mayat, yang menderaikan linang pedih air mata bermasa-masa. Namun, pada ujung-ujungnya nikmat jua yang terdekap, hujan emas pula yang menyekap.

Keranda Raya

Sudah 7 purnama Keranda Raya itu menganga di pelataran serambi istana. Sore hari nanti Keranda Raya akan ditutup, setelah sesak disumpal berjejal-jejal sampah daki dunia seluruh penghuni negeri itu. Sungguh buruk dan busuk isi itu keranda, ketika kucoba urug dan aduk-aduk adanya.

Angin Mati

Konon pada suatu masa tergurat sebuah kisah tentang negeri tanpa angin. Begitu lengang dan kaku negeri itu; tak ada riak air di danau, tak ada lambai nyiur di pantai, tak ada tarian rumput dan kibasan pucuk cemara di bukit, tak ada terbangan debu di jalanan, juga tak ada desau angin dari desah dan dengus nafas. Celakanya lagi AC dan kipas angin semuanya mengulah kehilangan fungsi. Mereka jadi rongsokan yang sangat bohong. Angin mati sempurna dalam kematiannya!

Taman Rindu Tak Sampai

Dalam rintik hujan berangin pagi itu, Said yang lelah, lusuh dan tua terperangah di sudut utara taman itu. Jengah, pangling, miris, haru, pilu, ngilu, kecewa, rasa-rasa tak mungkin, rasa-rasa tak percaya bergolak-golak dalam dada, lalu melesat dan mendesing-desing di batok kepala Said.

Sajak Pena

Ku ini penari

tapi tak pintar menari

Ku menari bukan di atas panggung

Tapi, ku menari di atas selembar kertas putih

 

Kadang ku dipuja-puja tapi,

Api Benci

Ku sangat membencimu

bahkan lebih dari apapun

Ku selalu menginginkan kematianmu

Lebih dari apapun

 

Ku memberikan sebuah pilihan kepadamu

Manusia Gerobak

Melangkah tanpa alas kaki

sambil mendorong gerobak air

Panasnya jalan pukul dua belas siang

Seakan tak dirasakan ketika dia tersenyum

Kataku,

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler