Kobar riang merah putih
Di tiang tertinggi pertiwi
Hanyalah sebuah ilusi
Bayang kelam wajah-wajah keji
Berkedok nasionalis ulung
Pada-Nya
Besi berkarat pun bermunajat
Karena Dia pemilik makrifat
Hakikat melekat erat
Memadu padu dengan kalbu
Sedang di sini
Kala gejolak
Mencapai puncak
Hasrat pun bertindak
Paksa raga bergerak
Menemu ingin
Di gulita labirin
Kau hembus
Tarian lincah sumringah
Di tengah nganga luka
Jiwa-jiwa tega
Paksa wajah pasrah
Perih di ujung belati
Terkoyak mimpi-mimpi
Duka mengaung
Diam adalah senjata
Untuk meredam amarah
Diam ialah langkah sempurna
Guna luluhkan jiwa yang murka
Meski mengundang sejuta tanya
Satu romansa senja
Antara dua jiwa
Bersanding dalam asa
Seiring mekar rasa
Tak terpikir enyah
Berpaling dari langkah
Rona wajah gelisah
Aksara menjelma kata
Kata berubah nada
Nada terselip murka
Murka bagi mereka
Mereka di balik istana
Istana penuh serakah
Serakah wajah angkara
Untuk dia
Syair ini digubah
Penuh mesra romansa
Indah menari lincah
Di tengah telaga wajah
Keceriaan usir gelisah
Tiada lagi keluh kesah
Meski kucoba tabah
Menampung segala dusta
Namun luka dalam jiwa
Kian bosan menganga
Menanti lalat-lalat lapar
Datang mencumbu hingar
Padi menguning
Di hamparan tanah terasing
Tiada petani berkunjung
Tiada tawa berkalung
Kuning sementara
Merah selanjutnya
Komentar Terbaru