Skip to Content

shobirin

 

SAYA AKTIF DI SANGGAR SASTRA AL-AMIEN DAN SASTRA PENYAIR MADURA DAN MASIH SANTRI AL-AMIEN PRENDUAN

 

Informasi Pengguna

Foto shobirin
Tidak tersambung. Terakhir tersambung 10 tahun 21 minggu lalu. Terputus
Aktif sejak: 25/06/2014

SHOBIRIN

Informasi Umum
Nama: 
SHOBIRIN
Lokasi: 
Al Amien Prenduan Sumenep Madura
  • Karya Sastra: HUJAN ADALAH LAGU

Tidak ada tulisan.

Tidak ada tulisan.

Tidak ada tulisan.

Tidak ada tulisan.

JenisTulisanKomentarPengunjung
  shobirinOrang LainTotalHari Ini
Berita
Karya Sastra2
Wawasan
Bookmark
Dapur Sastra
JUMLAH02000

Komentar

Foto shobirin

Ziarah yang Meremas Air Mata YANG seringkali memintaku menge

Ziarah yang Meremas Air Mata

YANG seringkali memintaku
mengemas doa-doa baru
tahukah siapakah itu?
aku katakan adalah aku yang merindukanmu

Sambil menghujani nisan-nisanmu
menjadikan nisan-nisan basah
menampung dosa

Di atas gundukan tanah peziarah
di tanah Djauhari
aku berdoa sedemikian
yang aku inginkan~mengharap keabadian

Tanah ini hanyalah tanah peziarah
tempat pergantian bagi sebuah penantian
dan nanti entah siapa aku ataupun engkau

Seringkali aku menyusun doa-doa baru
di antara nisanku
hingga kelak, aku siapkan perkuburan
yang mengingatkan pada penantian.

(15, April 2014)

Apakah Kita Berbincang?

APAKAH kita benar berbincang cukup dekat
“penantian yang cukup pekat hitam
meminta ketenangan pada kita

adalah bintang dengan kilauan semburat keperakan
dan perbincangan kita hanya sebatas surat yang datang

tahukah! tentang 99 nama yang kita inginkan
dan kita sendiri masih tidak tahu apa dan siapa
apakah kini yang kita anggap pertemanan
hanya sekedar tahu dan menahukan diri

siang-siang angker tanpa matahari
cukup kita tahui dengan memapas wajahnya
selalu kita meringis berpikir tentang nafas kita

kita tidak tahu apa-apa
hingga besok obrolan kita akan terasa lebih kaku
dengan kehadiran matahari,
dengan kehadirin orang yang kita tunggu-tunggu.

(16, April 2014)

Suaramu Selalu Memanggil

WAKTU selalu menetukan terjal birahi perjalanan
melagukan lagu-lagu kesunyian

Yang sering merepahkan tasbih-tasbih
kita selalu berjumpa dengan sejuta takdir

Nasib-nasib adalah keadaan yang seringkali
menjelma dan menganyam keadaan

Lalu menganggap apa yang aku lihat adalah dosa
sebab hal yang baik adalah hal yang bisa dirasakan

Kesempurnaan adalah sajak-sajak doa
yang selalu aku nyanyanyikan tanpa nada

Paham yang kudapatkan
serupa aku berziarah di Masjidil Harom

Berdoa
lalu bebas dari neraka.

(22, Januari 2014)

Inilah Madura dan Inilah Kemarau

BARANGKALI kalau aku menepiskan dosa
suatu musim, akan bertanya
dan mengatakan
inilah Madura dan inilah Kemaraunya

membaca kemarau adalah pekerjaanku
hidup adalah dosa dan amalku

metamorfosa kupu-kupu sering kali muncul
di kelembaban dan keharunan

sampai orang-orang melihat
di teras-teras jalanan yang di penuhi debu-debu
tak ada nasib yang musti dihidupkan kembali

(23, Maret 2014)

Merekapun Ingin Juga

MEREKA membungkuk ke bumi
bersama laki-laki tua yang sebentar lagi akan
dijemput oleh maut

Ahlan wasahlan aku ucapkan
sepintas akan kedatangnmu
di tanah ziarah ini

kini kutemukan langit semakin lincah
mengabadikan zaman
.
Dan kami terdiam kala musim-musim mati
ditepi oleh takdir

sambil mengharap kehadiran
petani tua
akupun bersalam pada kilauwan padi
di sawah kering.

(23, April 2014)

Kepada anak-anak yang Berkerja Sebagai Petani Garam

BARANGKALI engkau mampu terlepas
dari kelupas cemas dan ketakutan
pepetah garam yang engkau rangkul
adalah bukan hidupmu

Bebauan amis yang menikan di deru bumi dan air laut
tak dapat kumenghitung seribu kali
mungkin engkau memecah angin laut

-seharusnya aku tak ingin melihat matamu semakin keriput di kejauhan
sedang kehidupanku lahir dengan terbitnya matahari~dan engkau tidak

melihat lagi wajahmu yang memantulkan rindu
-pada setiap impian

Barangkali aku bisa menjelma garam dalam mimpimu
-seperti daun yang gugur dan melepuh manjadi tanah.

(13, April 2014)

Untuknya yang Telah Pergi

INGIN aku mengucapkan Basm’Allah,
sambil mengingatmu pada sebatas kenangan

Layaknya puisi yang kutulis di antara adzan dan iqomah
adalah puisi tentang hati yang menangis

Ingin akumenulis puisi seperti yang di tulis
oleh rumi; puisi yang menawarkan sepi membunuh sedih

Aku membayangkan, kalau aku sepertinya
Maka; halnya aku air yang mengalir ke muara

Sebenarnya aku sempat melihatmu dalam segelas tawa
ketika engkau datang dari Jakarta ke Madura
saat engkau duduk di aula sambil menulis pandangan padaku
dan aku cukup membayangkan saja
bahwa suatu saat nanti, aku akan sepertimu.

(08, Januari 2014)

Tidak Seperti Hujan Ini

RAUT malam ini, memang tidak seindah puisi yang engkau tulis
karena, malam ini engkau menjatuhkan seribu luka bersama air mata

Tahukah? Kini nanar mataku bertahajjud.Sebab, jarum pendek
jam melangkah serupa siang yang gelap karena awan hitam

Mari kita saksikan malam yang akan memberangkatkan
kedinginan pada setiap nafas yang berusaha untuk hidup
biarkan saja aku diam~sambil membacaayat-ayat Al-Qur’an

Sampai air mata mengalir menjatuhi seribuh luka
dan kalender-kalenderpun bertanya!

Kenapa harus ada pertemuan di bulan januari itu?
sedangkan kita tak pernah tahu tentang kita masing-masing

Padahal aku pernah membaca puisimu
dan aku menyebutkan; bahwa inilah aku.

(14, Januari 2014)

Nama yang Tak Kutahui

SELALU aku membayangkan engkau adalah rerumputan
di pagi hari yang tersiar oleh embun
dan memberiku senyum yang menyengat

Sesekali aku membuka tafsir-tafsir yang menceritakan dunia
di awal bait itu engkau membuka kedua matamu
seolah engkau bintang di kejauhan

Kalau saja aku bisa hidup di masa nabi
dan bisa menyaksikan tentang sungai yang terbelah
tentang api yang menjadi bunga mawar
maka; seharusnya aku menghilangkan yang namanya dosa.

(13, Januari 2014)

Tentang Hati yang Menginginkan untuk Dicintai

KAMI pernah bercerita pada sebuah nama
tapi, masih kami sangsi untuk menyebutnya
sekian waktu ini, kami hanya menyaksikan
bagaimana engkau bersholawat di waktu isya’
dan kami temukan angin yang menyapa perjalanan kami

Kami harus mengungkapkan ini
kami harus memberitahu tentang ini
bahwa kami ingin memanggilmu untuk beberapa windu
bila Allah mengizinkan nanti~setelah kiamat kami

O, takdir yang memberikan kami umur
sempatkanlah kami meminta yang kami ingin
mencari hidup di setiap sesuatu yang kami temukan
karena kami tak ingin hujan turun malam ini

O, takdir yang memberikan kami cinta
izinkanlah kami untuk mencintai apa yang kami cintai
dan kami berdiam di tanah yang kami sebu-sebut keramat ini.

(16, Januari 2014)

Kalau Masih Ada !

SESEKALI, kumendengar berita tentangmu bahwa engkau akan
pulang di minggu pagi nanti
sambil membawa rindu yang pekat di hatimu
seperti tulang yang melekat dengan daging

aku memang mengenalmu seperti rambut di atas kepala
benarkah! apa yang dikatakan mendung pada hujan
bahwa~hujan akan datang setelah mendung, seperti itu!
dan aku harus menunggu selama beberap jam
untuk membuktikan kalau engkau masih ada dan tidak;

(24, Januari 2014)

Seperti Itu

HARI ini aku duduk di bawah senja
meminta doa pada pagi
dan ia mengabulkan doaku

“Tunggu, sebelum aku pulang dari pagi ini
aku sebenarnya ini bertanya padamu”

apakah kau bersedia jika aku
berfikir bahwa puisi itu adalah indah
seperti berpuasa di bulan Ramadhan:

yang kita dapatkan ketentraman dan
kesabaran yang mendalam.

(19, Januari 2014)

Pada Mimpi di Malam Juma’at Kemarin

KALAU ada yang mengertiku pagi ini
maka, ingin sekilas aku merindukannya
membawakannya senyum lama~yang menyejukan hati
sepertikerinduan yang menyulam hari begitu lambat

Jika umurku bertanya tentang kesangsian pada mimpiku
yang bertemu dengan Nabi Muhammad

Mungkinkah ada yang mempercayaiku
tentang mimpi~dan karena sebuah mimpi

Aku merasa tak lagi mempunyai hati
dan bila nanti ada hari yang membawaku pada kedustaan
aku hanya bisa berfikir “hanya aku dan Tuhan yang tahu”

Aku memang sedikit percaya tentang ini;
karena kata nabi “malam juma’at itu, malam kebarokahan”

Inilah harapan yang akan mengundang detik, menit dan hari
tanpa arti, karena hanya menunggu jawaban dari mimpi.

(18, januari 2014)

Ribel

AKU diam sejenak di atas angin menanti
sayap burung yang selalu menerbangiku

Pukul 07.00 dini hari
aku berharap ada suara yang menyapaku dengan ramah
dan aku menjadi teman terbaik untuk selamanya

Memang tidak ada laut yang kering
dan tidak ada kerinduan yang menyenangkan

seperti pertanyaan kenapa ada dunia dan bumi
pernahkan kita berfikir! Bahwa hidup itu dosa
dan dosa itu neraka~nerakanya jahanam.

(09, November 2013)

Nama dan Pertemuan yang Aku Tulis
-Aniss .M , N

a/
KETIKA musim meneninabobokan kedua mataku
membelai, menidurkan yang namanya jiwa dan pikiran
dan aku sempat bertanya pada diriku sendiri
b/
Jika saja aku bisa membuka jendela pada coklat pipiku
mungkinkah aku bisa membunuh mataku dengan hatimu
c/
Cukup mengherankan, padahal malam selalu
mengajariku untuk menutup erat jendela pada pipiku
mungkin saja hal yang terindah malam ini adalah mengigatmu
d/
Kedua matamu yang seperti aliran sungai memang memberiku
cinta yang mentiadakan hatiku pada hati yang lain
e/
kelihatannya di bibirmu ada sebuah pantai yang mengalir
memberi butiran air yang menyejukan hatiku;
sempat aku bertannya pada gerimis tentang cinta.

(10, November 2013)

Di Meja Ini

DI MEJA makan ini, kita duduk sambil menyeduh
secangkir kopi yang masih panas
kita menikmatinya seperti pasangan suami~istri

Lima menit setelah kita menikmati
seolah aku tidak mengenalmu
begitu juga denganmu: engkau tidak mengenalku.

(24, Januari 2014)

Pernah

PERNAH aku mencintai seorang laki-laki pak.Namun sebagai adik dan kakak saja,dan aku pernah menjadi langitnya~untuk pertama kali. Itu adalah sebuah tugas bagiku. Hari berikutnya, aku menemui wajahnya tergeletak di halaman pagi. Aku mengahampirinya sambil membawakannya sebuah kalimat yang membuatnya tertidur di altar embun. “Aku menginginkanmu, dan aku ingin kau menjadi cinta pertamaku sebagaimana seorang adik dan kakak. Biarkan aku membawa namamu di perjalaan panjangku kemuadian aku lukis di langit bersama bintang-bintang yang gugur”.

Bila nanti aku masih merindukanmu dan aku diharuskan membaca angin yang membisiki telinga kananku. Membisikan tentang kerinduan, mungkin di saat itu kusimpan kabar yang membuatku remuk dan hancur di dalam wajahku sendiri. Kebahagiaan tidak lagi menjadi sebuah kabar hangat. Seperti adanya, kebahagiaan milik angin yang dengan leluasanya mencari tentang kegaduhan hati yang aku rasakan saat ini dan tentang keberadaan dunia, yang tidak lagi ditemukan. Walaupun aku harus berhijrah untuk mencari kebahagiaan.

Pernah aku mengusap pipinya dengan embun yang telah kupinang. Menguras semua kerinduan dengan sisa air mata. Seribu waktu aku semburkan untuk menatapnya. Bagaimana aku tidak menatapnya? Anggur-anggur telah mekar di perkarangan dan aku menyaksikan bagaimana anggur-anggur tersebut membusuk. Dan melilit semua rerumputan yang mengalir di akarnya. Seperti ada yang berbeda diantara keduanya, seperti yang aku kira sebelumnya. Bahwa anggur-anggur itu masih belum matang dan masih tidak siap untuk dipanen.

Jika saja ada sebuah rasa antara kau dan aku. Itu pun hanya cinta adik dan kakak.Seketsa wajah kita masing-masing menyemburkan sebuah ungkapan. Dimana ungkapan itu akan membuat kita terkurung di dalamnya. Kita bersama memimpikan- kita bernyanyi di atas langit bersama matahari. Itu kan yang kita impikan dari dulu! mimpi yang meletihkan kita untuk merangkak, berjalan dan berlari mengejar sebuah bayangan dan cahaya yang tiada henti meremas tubuh kita.

(20, Semtember 2013)

Ada yang Ingin Aku Sampaikan

00.01
MALAM hujan
sudahkah engkau temui tamu di malam dini hari
yang mewariskan sepi~dan setiap malam selasa itu kekal

sepertinya sepi kali ini menyerupai sukmaku
sungguh; aku sudah tidak lagi menyimpan
rasa tawa dan semu yang dulu pernah aku rasakan

malam ini!~ingin sekali
aku memetik hujan
yang merangsang ke jiwaku
manjadikannya nasib
yang menjelma sebuah sya’ir

sejarah tidak akan pernah berbohong
seperti air yang bercampur dengan air
siapa tahu tidak ada yang mengetahuinya
ada mati setelah mati.

(18, maret 2013)

Sya’ir Tanpa Judul

MALAM kita pergi sulaiman
karena setelah pergi akanada kenikmatan di perpulangan

Masalah hati yang kita lukai
biarkan saja pulang pada harinya
dan kita tetap di sini
menulis puisi dengan air mata

Jika saatnya semua malam bertanya
tentang sya’ir yang tak bernama
kita jawab saja~kalau kita tidak pernah tahu
dan tidak ingin mengetahui

dan lalu kita bertanya tentang penyairnya
“apakah ada penyair yang buruk”

(28, November 2013)

Sajadah Tahajjud II

PADA tahajjud
aku bersujud diantara hujan dan gelap
membayangkan seribu doa membisikan kerinduan
~kerinduanku pada Muhammad yang suatu saat nanti
memberikanku syafa’at diantara surga dan neraka

Pada tahajjud
aku tidak bisa menemui yang namanya hidup
tubuhku membeku, darah berhenti untuk mengalir
ingin sesekali aku cukup berdiam dan beritikaf diri
tanpa ada yang mengetahui.

(23, Desember 2013)

Nasehat Musafir

AKU ini adalah manusia yang tunggal
hanya sendiri: ada yang takut
diantara waktu dan malam yang terasingkan

Dan aku selalu terbawa kesedihan
yang sangat begitu mendalam
seperti halnya apa yang dikatakan musafir dalam dunianya
terus berjalan tanpa ada rasa takut dan kehampaan.

(29, Oktober 2013)

Sajadah Tahajjud III

DI tahajjud kali ini
kami menghayati doa dalam rukuk kami

Tahmid yang kami persembahkan
mungkinkah Engkau syafaatkan pada kami
hingga suara adzan menjelma menjadi subuh
yang mengajak kami untuk memberhentikan
langkah, suara dan kami diam memunasabahkan di kegigilan subuh ini.

(15, April 2014)

Bila Waktunya Tiba

NAFSU ini sering kali
manjelma menjadi sabda
yang menetiadakan kesaidan

Sering kali aku temukan
rusuh malam yang kelam
yang tak kunjung hilang

Sebenarnya malamini aku ingin
sekali mencicipi bejana anggur yang lezat sekali

karena umur yang sudah tua dekat dengan kamatian
seperti buah apel yang jatuh ke bumi
bila waktunya telah sampai.

(21, Januari 2014)

I Had a Dream

DI LUAR jendela, tepat pada pepohonan
aku menemukan mimpi, salahkah aku
seandainya aku menginginkan tak ada
malam dan kegelapan lagi dalam hidupku
dan selalu saja aku menemukan siang dan terangnya

Sudah separuh hari
harus kulepaskan hidupku bersama
dedaunan yang jatuh luruh
tapi, tetap saja tak kutemukan
suatu mimpi yang menjelaskan
tetang nasib dan takdir hidupku
malah aku sangsi dengan keadaan

Sekali lagi
aku menginginkan tak ada lagi malam dalam hidupku
aku hanya ingin hidup bersama anai-anai
mengelilingi pohon dengan cahaya yang ada.

(18, April 2014)

Song for Myself

MUNGKIN sudah sekian kalinya
pertanyaan aku lepaskan di saat pagi datang tanpa kedinginan

Lalu,apa lagi yang mesti aku lakukan
kalau pertanyaan-pertanyaanku tak ada jawaban

Haruskah aku datang
saat hujan bertamu di jendela
dan aku mengucapkan
“selamat datang” seperti itu

Meski aku lupakan
tentang sebuah lagu yang menceritakan
bahwa hujan itu terun dari atas langit

dan aku ingin hidup untuk orang lain
menelan dosa-dosa bersama ludah~basah

hingga tak terlihat lagi
kalau aku benar-benar bukan manusia yang sempurna.

(12, Februari 2014)

Pol_

KAMI merangkak: melihat tanpa mata
tentu mana mungkin kami bisa berjalan menuju rumah itu

Debu-debu tanpa sayap berterbangan
seperti hujan di hari juma’at kemarin

Hanya sekedar rindu yang menikam di hati
tanpa ada kata yang bisa kami ucap
inilah kami datang dengan kasidah cinta
yang akan melamarmudengan kebun anggur

biarkan saja kami bersujud di antara kaki yang terlipat
bersyukur masih ada nafas untuk melihat
memang tak ada secergub air yang bisa aku buaskan
dan tak ada langit yang merah: semerah bunga mawar.

(11, April 2014)

Tuthmosis

KESANGSIAN inilah yang kita dapatkan
kalau saja, kita tetap seperti dulu
dan kemarau tidak akan pernah melupakan kekeringan

Ingin aku sendiri
menengelamkan keadaannya
seperti bintang yang tak tanpa di siang hari

Aku sendiri mengharapkan setelah
berabat-abat tak menemukan suatu keadaan
inilah dia yang akan memusnakan bila bila datang waktunya

Dan semua air akan berhenti mengalir
waktu itu langit jingga menyerupai pasang surut keadaan

sambil membawa pedang di dadanya
dengan seribu doa; dia campakan didepan kita
o. kesangsiaan

(12, Januari 2013)

Sudah Seberapa Lamakah!

DALAM mimpi, kita bersamamembaca tentang sajak-sajak
yang kelam dan mengsangsikan kita dalam mengartikannya

Layaknya penyair yang gila; menulis sebuah puisi
kecelakaan di sebuah kota yang kelam tanpa cahaya

Adakah hari ini anggur-anggur yang bisa kita hisap
hingga memabukan dan hari pun tak tahu

seberapa lama harus kita tunggu nasib lugu
sedangkan kita tak pernah merasakan tawa dan senyum

berkali-kali kita melakukan pengembaraan pada diri kita
berkali-kali itu pula tak kita temukan diri kita sendiri

(27, Maret 2014)

Sambil Menunggu Kematian

O, MALAM yang sepi pada mati yang akan datang
disetiap riuh hari yang tak bertasbih
kita mengakui bahwa kesempurnaan milik_Nya

O, inilah aku dan hari
yang menanti waktu tanpa sepi

Sebab, kita telah mati
di suatu bulan nanti

jika ada mimpi yang tak berhati
katakanlah bahwa senyum kita ini tanpa gigi

hari ini adalah hati tanpa darah
dan kinilah kita bercerita

bahwa suatu saat nanti kita
membawa mati di kedua mata kita.

(11, Januari 2014)

Nasehat Ke_Dua Kalinya

MAKSUDKU
aku ingin bila kita selesai berjalan ke timur
kita bisa duduk sebentar bercerita
seperti batu di dalam air yang mengalir

Marilah berdiam sejenak sambil memejamkan mata dan
menulis ranting-ranting pohon yang jatuh di depan kita

dan kita pun berjalan melewati kebun stauberri
yang lebat buahnya. Kita pun memetiknya
seolah kita yang punya

seorang kakek yang membawa beberapa
kayu bakar di punggungnya
bertanya pada kita
serayak berkata “anak muda milik siapakah kebun ini?”

kenapa kalian seenaknya memetiknya
ingatkah kalian masih ada Tuhan yang mengetahuinya

ingatkah kalian pada dosa
dan dosa itu akan menjerumuskan kalian pada kerugian.

(23, Februari 2014)

Miebel

SUDAH terlalu lama aku menunggumu
dalam bayanganku engkau telah menyerupai
siluet yang kelabu

Di sini
di rumah kosong ini
tak kutemukan jejak suaramu sama sekali
seperti deras hujan yang tak berbunyi
takdir kutemukan menjatuhi wajahku yang melepuh

Aku bertanya apakah engkau sudah menengadah
ke langit? Sehingga engkau tidak bisa kembali
menjemputku dengan angin yang engkau terbangi

Aku hanya seperti mayat yang terkubur
daging-dagingku hancur~serupa daun kering yang dibakar
dan telah aku selesaikan senyum hari ini.

(17, Maret 2014)

Sudah yang Ke Sembilan Belas Kalinya

SERING aku menyebut tawamu adalah kegaduhan
yang sering kali bertamu di hidupku

Dan hari ini aku ingin menahmidkan diri
karena dini hari aku baru saja telah menyelesaikan
memanen tangis diladangmu

pergilah ke dapur dan carilah
makanan yang enak

Namun, buat apa kita makan
makanan yang enak
itupun hanya enak sesaat

hidup itu tidak untuk kita
dan berkhusuklah dalam setiap perpulangan.

(23, Januari 2014)

Kalau Engkau Ingin Sulaiman

ADA yang membisiki telingaku
bahwa besok akanada
gerimis yang menapung hujan

Maka sulaiman hati-hatilah
untuk berangkat kekebunmu

Sebab, gerimis itu akan menjadi
Hujan,
badai
dan topan

Maka sudahlah engkau sulaiman
duduk di kursi rumah
sambil menyeduh secangkir kopi panas
dan sambil membaca koran

Karena besok akan ada berita
tentang pejabat yang kehilangan uangnya.

(20, Maret 2014)

Hujan yang Tidak Kita Harapkan

MASIH aku pejamkan kedua mataku sedalam laut
tanpa resah dan takut, hanya saja engkau belum tahu

meski seperti itu; akumasih bisa merasakan keadaan yang gersang
sebab, tanah airmu tidak lagi sebening embun di pagi ini

Aku ucapkan; pasanglah kedua kakimu segera
dan berapa nyawah dan air mata yang berjatuhan masih aku temukan

mengakar kemana-mana; bersama derita
seperti hujan deras yang melupakan gerimis; sebelumnya

tak mungkin lagi kita bisa mengembalikan
tanah yang tebawa deras hujan itu

kita tahu, lama hujan itu menjadi banjir
dan menenggelamkan segala sesuatu.

(02, Januari 2014)

Ada yang Menunggu

DI SINI di ruang ini
sepertinya ada yang menungguku
dengan mata yang nanar kutemui

Siapakah?
aku pun bertanya
sebab wajahnya tertutupi oleh madu
seakan seperti laut yang menangis

Sebenarnya aku ingin menyapanya
namun apa daya hujan di pagi ini
melongsorkan tubuhku

Adakah gerangan nanti sisa
angin yang inginku hirup
pada waktu kematian datang.

(11, Januari 2014)

Tak Kita Temui

SUDAH terlalu lama engkau
berdiam diantara akar dan daun

Dan engkau hentikan nafasmu
di sela duka dan harapan

Sebab, engkau selalu mau mengikuti bebusukan angin
yang keluar daru tubuh ular itu

Dan sekali lagi engkau biarkan
ular itu berjalan di garis matamu
sambil menyemburkan racun pada kedua matamu

Hingga darahmu menjadi coklat
secolat kopi susu di minggu pagi
yang telah engkau minum bersamaku.

(19, April 2014)

Bila Kita Bertemu

BILA kita bertemu di alam surga
di sana nanti aku ingin menenggelamkan diri
dalam ketajaman matamu yang pernah menuliskan sejarah

Dan menggantungkan diri pada tetesan embun
yang engkau buat dari darah merah muda dalam tubuhmu
sambil memanjatkan doa-doa
setiap angin genit mengelus tubuhku

Bila saja waktu masih menemaniku mengeja aliran darahmu
yang sudah puna~sepuna dunia
tapi kenapa, selalu aku tak bisa manjadi shabat waktu

Sekarang dan untuk selamanya aku ingin bermain
bersama angin~berdialog dan mentranselitkan bahasanya

Ingin aku menghitung bintang dilangit
memaksakan hati untuk mencintai yang namanya impian
namun~aku tak ingin mataku hancur serupa perjudian

(18, November 2013)

Sesuatu

SUATU ketika ingin aku bermain
bersama kunang-kunang di malam hari
dan bertanya padanya,
“kenapa engkau datang di tengah malam?”
sedemikian pertanyaanku

Dan ia mejawab, “aku tidak akan lebih tampak
di bawah sinar matahari”

Seperti Namrud yang meleparkan Ibrahim
ke lautan api dan lautan api itu
Manjadi sebuah taman mawar merah yang harum semerbak

Hidupku adalah malam gelap
dan hidupmu siang
seperti keluarnya air mata
jika menangis .

(19, April 2013)

Tentang Hidup

TENGAH malam ini aku menangis sedemikian rupa
dan air mata mengalir hingga mencuci rasa kantukku
lalu aku berfikir bahwa
tak ada kalimat yang sempurna
selain kalimat sholawatMu

hanya bagi orang yang menyisihkan malamnya
untuk bersholawat pada_Nya
dan jantung dan lambunya tidak pernah tahu
tentang bantal dan lantai
maka ia yang akan mendekatkan
dirinya bersama surga

(28, Januari 2014)

Malam Dialog Isro’ dan Miraj’

TAK adakah suatu malam
kalau kita saja belum pernah tahu
tentang seberang perjalanan

hingga tak ada yang perlu dipertanyakan
kita tahu~semua milik_Nya
dan kita adalah nama tanpa huruf

marilah mendengar dialog malam ini
mungkin saja kita akan tahu
perjalanan yang menuju Baitul Maqdis

dan berjalan lurus kelangit ke_tujuh
seperti apa yang kita lakukan setiap lima waktu
hanya untuk itu.

(27, Mei 2014)

Bismillahirrohmannirrohim

Bismillahirrohmannirrahim
aku akan mengingat_Mu dalam detak jantungku
sebab aku tahu aku bukan milikku
Aku adalah milik_Mu sepenuhnya

Seperti sungai dan laut yang dimiliki sumber
seperti tumbuhan yang dimiliki bumi
seperti bintang-bintang yang dimiliki langit

Bismillahirrohmannirrohim
aku belajar dan berkerja dalam sebuah gelas yang berisi madu
dan aku ingin menjadi racun di dalamnya
maskipun sedikit~aku akan selamnya menjadi keruh.

(26, Mei 2014)

Nasehat Petani

PETANI datang pagi-pagi
membawa cangkul dan bibit padi
sebelum mencangkul ia membaca basmallah

Kalau ada yang perlu dilakukan
mari kita lakukan~buat apa hidup
kalau hanya berdiam-diaman
seperti bebatuan yang berada di deras sungai
tidak bisa terhanyaut~oleh airnya

Kalau saja kita menanam dari kecil
mungkin saja suatu saat
kita dapat manuai

Namun~masih adakah angin yang datang
pada kami menghisap keringat kami
hingga kami tak perlu lagi
diam duduk lama di bawah pohon pisang
yang lebat daunya mananti rezeki.

(12, Mei 2014)

Di Sore Hari Bersama Hujan di Rumah Puisi II

DI LUAR jendela tua
gerimis menangis dalam langit
dan mengecup keningku
kulihat burung berterbangan tak sampai

Bersama hujan aku menulis doa dalam puisi
meski tak ada yang bisa kulihat di seberang gedung

Bersama hujan aku menulis doauntuk ibu
aku rangkai setiap tulang yang mendekap di wajahnya

di rumah puisi aku bermain-main dengan waktu
bersamanya aku yakin ada hikmah waktu
hingga kini aku di cengkram oleh ngeri.

(03, Juli 2012)

Lima Menit Sebelum Sholat Tahajjud

SEMPAT aku mengingatmu dalam tidurku
sampai aku tahu bahwa kedinginan akan datang
cukup kubersujud membaca tasbih
aku akan renta, jika aku terlepas dari tahajjudku

kini mataku tersakiti oleh anyir do’a
aku menginginkan mati dalam tahajjud malam ini
sebab, aku telah memakan gelap malam
dan meminum kesepian di tahajjudku.

(03, Juni 2012)

Dalam Wirid

DALAM wiridku, aku mabuk dan seperti
dihidangkan anggur-anggur
aku melepaskan seluruh raga dan jiwa
membaca kalimat-kalimat tasbih

kali ini hidangan makananku adalah wirid
yang menjaringku sedemikian rupa
mungkin saja bila membiarkan diri menelusuri
gemetang malam ini, tak kutemukan di mana aku tinggal

tak ada yang bisa menghentikan kalimat tasbih
malam yang beku telah menjadi sungai
dan aku berada di dalamnya~mengintai
kesangsian sedemikian lamanya

Di sini
aku sendiri menanam dingin ke tubuhku
ketika malam mengundang petang
meskipun aku tak merindukannya
mataku tetap terpejam

memasuki kekosongan petang yang panjang
aku memetik sedikit petang itu
dan kubakar bersama wirid malam ini.

(03, Juli 2012)

Sedemikian Aku Memanggilnya

LIMAbelas menit aku membiarkan ia
Tetidur lelap di ketajaman mataku
Masalah hidup~biarkan saja ia hidup dalam kekeruhan musim

Iwan, pulanglah engkau~bawalah semua hidupmu
tak cukup perkataan dan tangismu
aku membutuhkan bukti kalau langit benar-benar biru

Seperti takdirmu
laut memang selalu memberi senyum padaku
aku memanggilnya dengan sebutan laut yang pilu

terkadang aku merasa sepi, sendiri
dalam mimpi~dan aku selalu mencintai
apa yang harus aku cintai
mungkin saja aku bisa mencintaimu
seperti penyair yang mabuk
meminagmu dengan bismillah

(25, Maret 2014)

Siluet

AKAN datang sendiri musim sepi
dimana kita hidup kedua kalinya

Seperti garam yang berada di dalam air
Mendoakan kebekuan

Asin wajahmu tak selamanya
akan membeku

Karena aku tahu di depan pintu itu
adalah seribu tahun umur yang pilu

Hidup adalah gambaran
neraka jahanam yang bertiup api-api
dan surga yang mengalir sungai-sungai
tentu kita ingin hidup di dalam surga

tak ada hidup yang lebih kekal
dan tak ada pantai yang tak berpasir.

(03, juni 2012)

Kenangan di Pelabuhan ke-Tiga

a.)
DI PELABUHAN yang bertebing luka
bersama tangis laut aku terpasung dalam bunyi mesin kapal
yang keruh~dimana garam-garam beku dalam kenistapaan
b.)
Tahukah bahwa nelayan menyimpan seribu angin dalam gelombang
tanpa tahu kapan adzan berkumandang
musti manusia itu hidup mulia di bumi
c.)
mengalirlah...dan berlayar ke punggung laut

(12, januari 2013)

Di Bawah Hujan

PAGI telah gerimis
tanah membongkah-bongkah sebagai bukti
hujan menunggu keteduhan terlanggar di pintu siang itu
sebelum kau tahu. Bahwa, langit belia akan berangkat tua
akan kudiskripsikan apa-apa yang menyerupai angin yang gugur

(14, April 2012)

Maut Lelaki Itu

YANG engkau tanam di dadaku kawan
engkau ketuk jantungku dengan dingin jarimu
di dasar laut kau lepas wajahmu
mengalirlah!

Tiapa malam aku temukan mautmu lelaki tua
menggelitik dan merempas

yang mencintaimu dan yang mendoakanmu
adalah takdir

dosa dan kemulian adalah dua hal hidup
yang mesti dimiliki manusia

sekali lagi
mautmu lelaki tua
adalah danau yang menyimpan kesepian.

(21, April 2012)

Sembahyang Rerumputan

DI PAGI itu~sebelum burung-burung pulang ke halaman rumahnya
kau menghitung embun muda dalam pekaranganmu
engkau sembahyang dalam embun

sembahyangmu yang tak kunjung usai
adalah kahadiran bintang di tengah malam

(10, Maret 2012)

Madura Gelap

IBU...
aku akan menyemai rinduku
di atas pelukanmu yang dingin menyejukan hati
~di sepanjang langkah manisku yang lugu dan lucu

Ayah...
sepi, sendiri dan gelap selalu membuatku terasingkan
aku akan memanggilmu ayah dari dangkalnya danau
jika aku merasa merindukan semua kenangan

Kakak...
di papasan waktu yang telah lampau
aku menjelajahi langkah-langkah kita yang masih terlukis di kerinduan
karena itu semua adalah sebuah puisi dan kenangan
yang berlagu dan menceritakan kejadian dalam setiap jejak langkah kita
dengan kenangan mungkin aku bisa tertidur lelap dalam kesedirian

garam-garam di pulau Madura ini menaburkan pesonanya padaku
aku terhanyut oleh pembekuan kristalnya
hingga aku lupa pada wajah-wajah susahmu.

(08, Maret 2012)

Sebelum Hujan Turun II

AWAN hitam berjalan menjelajahi langit
seperti lekukan angin yang menghilang oleh gerimis
sungguh hujan tak kian turun, kuharap paras angin
menyapa langit segera hujan

mari kita puaskan mereguk secawan anggur
hingga membuat kita mabuk dan kita tidak tahu lagi tentang dunia

engkau telah tidur tenang setengah hari
marilah sekarang kita pergi
mancari tempat yang mulia
dimana disana kita akan menemukan segala sesuatu (surga)

(12, April 2012)

Setelah Kami Menari

PERNAH ada yang musti kami miliki
namun, kemanakah harus kami cari
sudah seribu tahun kami berjalan kaki
mencari apa yang musti kami miliki

sudah sekian hutan kami lewati
tanpa peri dan sedih
seperti itu yang kami temui

hujan saja datang menghijaui
dedaunan dan telah selesai
kembali menguning hingga kering~kerontang

seperti itukah yang akan kami dapatkan
setelah kami mencari
tak ada yang mesti kami miliki

(23, April 2014)

Gerimis yang Mengigilkan

1
SANG laut tersenyum padaku
di tempat itu
apa tak ada yang lebih baik dan muliakah
selain air asin di mataku yang membentuk garam
menyemburkan luka-luka yang mengetuk tubuhku

2
Di sini
Aku cukup lelah untuk menemui semuanya
seperti seorang kakek yang menghitung umurnya

aku sudah cukup mengerti, tentang apa yang engkau mengerti
tapi, aku tak tahu yang engkau inginkan
yang engkau inginkan adalah sepi dalam kesepian
engkau tak lebih seperti air liur~menjijikan.

(24, juni 2012)

Instrumentalia
_Wan Anwar

MALAM yang lalu aku membaca garis wajahmu
maka, malam ini aku ingin membaca angka delapan belas
angka arab pada telapak tanganmu

Bersama kata-kata kalimatmu aku terus-menerus
mencari jejak langkahmu yang terkadang hilang tanpa sebab

masih tetap aku mencarimu di dalam buku
yang tergambar wajahmu

Kubuka dalam hening malam setiap bait kalimatmu
lalu aku mencari keberadaanmu saat kau sedih, senang
aku nyaris terhanyut oleh kasidah kalimat yang kau buat

sekian aku hanya melihat wujud wajahmu
di dua puluh enam huruf yang kau punya.

perahu yang engkau layarkan melewati sungai mataku
telah aku singgahi selama satu tahu lamanya
aku hanya pura-pura mencintai
dan menyayangi

mungkin saja engaku mencintai apa yang muski engkau cintai
menyayangi yang musti engkau sayangi.

(30, Juni 2012)

Solitude

PERNAH aku memiliki teman yang perkataannya
seperti racun di dalam madu

Andai saja aku memiliki teman seperti
buah kurma yang dilapisi gula-gula manis

Mungkin kini tidak ada racun
yang bersemayang di tubuhku

Tinggal menunggu
dan kesendirian tak lama lagi terlelap
seperti itu mungkin.

(01, Juli 2012)

Kini Engkau Memintaku untuk I’ tikaf

PADA gelap aku menelan malam_Mu
hingga aku tak sadar sedang berada di mana diriku?
mungkinkah aku berada di Jerman
belajar tentang banyak menyair puisi kerinduan
ataukah aku berada di Madinah
belajar menyair puis kemuliaan

Hanya saja kesekian kalinya
aku mendiamkan diri di dalam gelap
mengasingkan diri dan melupakan
kupu-kupu yang menghisap madu
dan mendatangi doa puisi penyair
diantara kota-kota yang sepi.

(12, Mei 2012)

Doa-doa yang Pulang

Semakin malam~maka kita akan lebih menemukan
Yang namanya dunia

Dan sesulit apapun~untuk memejamkan mata
keniscayaanlah yang harus benar-benar kita
hidangkan

Tahukah?
bahwa aku pernah bersabar menahan harapan
dan menanyakan apa itu doa?

Apakah kita pernah berdoa
seperti penyair yang menulis sya’irnya
dengan sesulit apapun

Mari kita menengadahkan wajah kita
pada takdir
hingga larut malam tiba

dan sebelum kita membuyar impian
setinggi langit.

(02, juli 2012)

Epitaf

RERUMPUTAN yang menerangimu, menangis
hingga membanjiri ladangmu
tanah-tanah terpikam menemanimu
seribu satu kali aku mendatangi rumahmu

Dan melihatmu yang kadaluarsa di ruang tanah
kubuka horden rumahmu~memekar
aku bisa melihatmu dengan jelas serupa matahari di siang hari
kini hujan menangis lagi dalam epitafmu

Di saat semua menatap tulisan di rumahmu
hanya aku yang terasingkan
dan gerimis mendatangi tempat semedimu tanpa kemuliaan do’a

Aku coba sekali lagi mendatangimu
ketika lama engkau membuka pintu rumahmu
aku coba mengetuk dengan jemari kananku
dan engkau segera membukanya dan menjulurkan tanganmu.

(15, Juni 2012)

Aku Ingin Hidup Bersama Penyair Arab

AKU mempunyai mimpi untuk hidup
dengan penyair Arab
belajar hidup sederhana

dan lalu cukup redam sendiri di dalam kamar
menyibukkan diri menyusun warna pekat

musti aku hidup di Arab
tempat para penyair bercermin,

mungkin jika kedatangan hujan
atas mimpi-mimpi sunyi

mungkin saja aku hanya bisa
merangkai amsal rindu musim dingin

menetaskan impian adalah
kepedihan yang paling terdalam

kini, aku ingin menikmati hidupku
di sisa-sisa malam yang hampir pagi.

(01, Juni 2014)

Di sini Madura, di sini Tembakau

MELIHAT hijau~melihat kemarau
padang ladang tembakau
hanya tanah kering kemarau
menjadi lambang sepenuh pulau

Di terik-terik cahaya~pada lantai kemarau
mereka seakan paham segala cuaca

Seorang terlihat sedang menanam benih embun
dan nafasnya hadir menggeliti keringat~perih

Berapa jumlah air mata yang musti mereka tumpahkan
terik-panas adalah takdir mereka
dan tak ada laki-laki dan perempuan.

(02, Juni 2014)

Ini Tentang Kenangan

AKU sering mencatat ruang licin,
musim hujan membasahi hati~sepi
sesepi gua di siang hari

musim gugur dan semua yang aku alpakan
namun kenapa menjadi fasih
terkenang dalam sebuah makolah

as-sama yang biru selalu lincah
menuturkan Al-kalimah sepuh
terus menggenangi bumi dengan puisi
dan memusimkan kepekatan setiap kali
mendatangkan kepedihan.

(23, Mei 2014)

Meski Kita Ketahui Itu

MEREKA kira aku sedang gelisah
memuntahkan darah~meringkih kepedihan
ditindas oleh warna bumi
kini aku bisa terlelap beralas kata
berbantal surat

dengan cayaha merah merona
aku melepaskan takdir pada meraka
mengamienkan hidup~mejemput maut
pada hutan hijau padam
serta di kepulauan kabut
yang tak musti diketahui

padahal mereka tak pernah tahu
seberapa lama aku membesarkan hidup
di hari keruh sampai hari kemulian~juma’at

yang harus dikenakan adalah ayat-ayat
tentang syair Al-Qur’an
yang menetaskan kemulian

ketika tiba sebuah harapan
dan hutan doa
aku mencukupkan sujudku
sedemikian rupa~yang engkau ketahui.

(25, Mei 2014)

Garam-garampun Ingin Menangis

BILAMANA sunyi mendatangi pulau kami
kami menyediakan diri memadamkan
garam-garam hujan~meninggalkan sahur

Batu-batu bernyanyi sunyi
menyesatkan takdir mewujudkan setiap rezeki
meskipun tak ada arti

kini geladak-geladak pertambakan
seperti hujan pagi~dingin menggigil

Tahukah engkau tanah-tanah kering
ke dalam asin lautan~pedih dan perih.

Garam-garampun ingin menangis
menanti asin laut

Ada hujan yang tak ingin basa
dan ada kemarau yang tak ingin kering
lalu apakah takdir itu sedemikian rupa

(26, Januari 2014)

Di Pertengahan Malam, Aku Sediri Meminta Sepi

SAAT aku berbuka
hingga tumpukan salju membanjiri
tempat darah menikam.

Bilamana petani-petani menangis,
di kemarau panjang~kesedihan mereka tergambar

lantas aku harus bagaimana
orang-orang yang melihatnya menjadi ada

Siapa bilang angin itu panas
debu-debu pasrah begitu saja

wahai, yang memberi hidup
kini tubuhku sudah berbau tanah

nanti malam~di pertengahan malam
aku akan sahur bersama tahanjjud

bisakah Engkau menemaniku
membawa apa yang Engkau namakan syafaat.

(23, Februari 2014)

Sepanjang Sungai Kapuas

AADAHKAH yang tersisa dari separuh kota
sudah tiga tahun aku tak menyemberangi

Sampan yang berlayar mendekati mataku
mengingatkanku pada air yang menenggelamkan
ikan-ikan
?
Duka di sepanjang sungai
melahirkanku~menyertai keberangkatanku
serupa terdengar bau karat tak habis-habis
kapal-kapal tanpa baju menjelajahi kebekuan
?
Kebarokahan selalu mengikuti
hidup kesederhanaan tanpa kelu dan bisu

(18, Mei 2014)

Di Sini Bumi Selalu Menada Amarah

ANAK-anak dedemit telah pergi mencari sepi dan sedih
barang kali dari trotoar ke trotoar mereka mendarat
tetap saja bangunan gubuk-gubuk tua tidak pernah lepas dari intaian

Ada yang mencium bau amis sampah hangus di pelupuk matahari
panas sekali lagi mendarat di kulit hangus tanpa daging

Bumi di sini selalu menadah amarah
menawarkan polusi
-aku datang ditinggal sendirian
aku berjalan sendiri di tepi-tepi sepi
benar keramaian tak pernah ada

Sekali ada tangisan anak-anak jalanan
yang ditinggal sendirian di riuh desir angin~membisik
kikil-kikil tulang yang tidur dalam mimpi

-aku tidak pernah merasakan hidup
mungkin saja aku akan merasakan hidup
jika Engkau menepikan sedih dalam hati

(11, April 2014)

Sajak Filosofi Kopi

SECANGKIR sepi mendekati hati
dicabik-cabik suara angin yang mendesir
nyeri batu menikam dalam bumi
berjalan dan langkahnya menjelma peta nasib

yang tak pernah ada kantuk tanpa sebab
dengan secangkir kopi kita hidup di malam hari
seringkali kita melakukan tanpa koma dan titik
ini dia hidup yang ingin dimengerti
hidupmu yang sendiri tanpa hidup dan mati

(17, April 2014)

Masihkah Engkau Mengerti

-MASIHKAH menelan batu hingga ke akar?
sedang yang anggun air matanya
adalah kupu-kupu yang rimbun tubuhnya
ini bukan dongeng dan juga bukan cerita
ini adalah sejara yang menyimpan banyak keshohehan

-jalan-jalan yang aku lewati menikung ke atas
engkau ingin dan aku ingin juga
masih aku cium sepuh anyir bumi
namun di lembah desa ini
engkau dan aku adalah rapuh dinding sepi

-jika suatu saat nanti
ada angin yang menyumbang keringat
dengan ini
masihkah engkau mengerti
kalau aku ini adalah engkau dan engkau adalah aku.

(13, Februari 2014)

Dosa Ini Adalah Dosa kita

-MALAM tumpah serupa banjir
dan kalau aku ingin berbicara
bahwa dosa ini adalah dosa kita semua

Selalu kesangsian yang menggamit-gamit hidupku
tak tahukah~kalau aku yang mengirim sebait sepi
pada orang-orang yang berjalan kaki
di trotoal-trotoal keanggunan kota-kota malam

-orang-orang kecil yang menghimpit tangannya
melarikan diri~dari pertemuan

Jika ada hidup yang meminta keburukan
maka itu bukanlah hidup
dan jika ada hidup yang meminta
kemuliaan~marilah kita sebut ia dengan
hidup yang sebenarnya

Tahukah dosa itu adalah kedurhakaan dunia
dan bila kita diam~membiarkan
maka akan celakalah kita di akhirat nanti.

(16, April 2014)

Surat Ini, Untukmu Pak

INI suratku Pak Presiden
aku menulis surat ini membutuhkan waktu tiga tahun
tahukah engkau? reta hati kami adalah serapu abu

Lihatlah di jembatan-jembatan sepanjang kota
aku selalu menemukan pengemis mengamit-ngamit

Kardus-kardus menjadi rumah
kalau seandainya engkau tahu
apa yang mungkin akan engkau lakukan

Apakah engkau akan membawa sebungkus nasi
dan sebotol air?

Atau engkau Duduk saja menghitung jemari tanganmu.

(23, April 2014)

Kota-kota Menepi di Sepi

KOTA-kota kering di sini
ada titik dan duri

Aku diam meghimpit di sepi
seribu tahun lagi
mimpi akan menjadi kenyataan

Inilah surga dan inilah neraka
pilih manakah?
jika kita untuk memilih

(10, Mei 2014)

Aku Hidup, Di Hari Sepi

AKU hidup dengan buku
jantungku sholat
dan mataku hujan

Aku pernah bermimpi menulis puisi
di Jerman bersama Goethe sang penyair pujangga
yang telah hipit menepi

o, takdir doakanlah aku dalam hirip pilu
o, takdir amienkanlah aku dalam mimpi.

(01, April 2014)

Engkau Terlalu Sepi

TERSUNGKUR pasrah
mengharapi kepastian~mungkin saja
dalam sunyi tahi-tahi besi mengikis sedih perih
kita bersama menyusun doa-doa baru

Sekian waktu kita habiskan di rawa-rawa
mewujudkan apa yang kita ingin

Engkau terlalu sepi untuk aku singgahi
mungkin ataupun tidak mungkin
suatu saat nanti umur kita akan menjadi
birahi dan luka-laku pun merintih~sudah sekian kali.

(10, Januari 2014)

Sampai Kalimat-kalimat Berjanji

SAMPAI burung-burung itu tak bisa terbang
engkau saja masih berfikir bagaimana
menjadi seorang alim

Setiap waktu mengucapkan kalimat-kalimat
kematian~kalimat 2 syahadat

-pada malam yang memberi kerinduan
engkau sengajakan hidup sendiri
di taman melati

-tahukah? Kurun waktu pernah menitipkan
mimpi~yang sering kita sebut dengan durjana.

(22, Januari 2014)

Ini Dia, Ini Malaikat

AKU pernah memasuki rumahmu
engkau menyimpan doa-doa surga bersama wahyumu

Jibril
Engkau datang dengan wahyu
begitu yang kami tahu

Mikail
Engkau datang dengan
nyawa-nyawa yang mengigilkan darah kami

Izroil
Engkau datang dengan sangka-kala
dan Engkau akan meniadakan apa yang ada

Aku sampaikan pesan-pesan
agar tak ada hidup seperti Harimau
yang menginginkan menyengsarakan mangsanya.

(30, Mei 2014)

Adapun

-DIMANA sempat kubayangkan alam tertawa,
daunpun menyapa

seribu tahun atau sampai mati nanti
aku hidup dengan yang namanya kebarokahan
hidayah yang selalu datang dariMu

lukai saja hidupku dengan pilu
dan irama hidup yang meringkih

(27, Januari 2013)

Hujan di Doamu

IBU!
Pernah aku menangis di rindumu
karena dalam diriku
tak ada petir yang menerangi jiwa

Merah jambu wajahmu
ingin mengalirkan mimpiku
namun, tak ada jalan yang dapat di lewati

Ingin aku meminta hujan doamu
musti aku mengakui aku membutuhan
setiap nafas doamu

Yang ada dalam nanar mataku
justru hidupmu dan hidupku

Engkau adalah aku
dan aku belum tentu engkau.

(05, April 2014)

Tangis Matamu yang Meninabobokan Tubuhku

DAN pada perjalanan pulang kali ini

-di perjalanan
setiap kali aku melihat ke kanan dan ke kiri
dosa-dosa selalu tiada henti
melirik
seakan ingin memusnakanku

dan sesekali membangkinkanku lagi
mematikanku lagi
dan menghidupkanku lagi

kini dan nanti
tangis matamu meninabobokan tubuhku
jika aku ingin
maka dengan mudahnya aku mendapatkan

muski benar maupun salah.

(09, Mei 2014)

Ekuilibrium Ini

ADA yang memandangiku
seperti memandangi dewa-dewa birahi
lantas apa dan bagaimana ini bisa terjadi?

Dulu aku sendiri pernah manjadi engkau
dan kini aku hanya dan selalu memandangi
apa yang tak kunginkan

Perlu diberitahukan
betapa aku sangat membenci ini
membenci apa yang tidak bisa aku benci

(29, Februari 2014)

Barangkali Baju Ini untuk Hadiah Ibuku

BARANGKALI ini untuk hadiah ibuku
sebab, baju ini sebek di lengannya
karena aku tahu, setiap kali ibu, ingin aku belikan baju yang baru

Ia mengatakan “tidak apa-apa cukup baju sobek yang ibu pakai ini,
lagi pula ibu sudah tua” muski begitu

di kursi beku, tempat kami berbincang dulu
ibu duduk mungkin saja mengeja umurnya

atau tidak memikirkan hidupku
dan umurku.

(25, April 2014)

Seperti Hari-hari Sebelumnya

DADAKU busung
seperti hari-hari sebelumnya

Anak-anak kecil menghibur duka
mengundang gelak tawa kita

Pernah aku percaya
bahwa keajaiban itu benar-benar ada

Matahari kutemukan tersungkur
mendoakan apa-apa yang tekubur

Tahukah engkau niatku?
aku ingin membawamu kepada jalan Ilahi

kini aku menabahkan diri
seperti apa yang diinginkan
hati berpuisi

aroma-aroma rumahku kini menjelma firdaus
-di gelas wisky aku menyingkirkan mabuk!

kalangkabut dalam beliung
muski tidak aku temukan suara keras
justru yang aku temukan suara-suara halus
menuluskan hatiku.

(11, April 2014)

Lukisan Kaligrafi

RUH-ruh huruf yang kini terangkai
dan menghilang di akhir baa’.
memberi janji yang abadi
seabadi air

dengan ini aku insafkan diri
berkali-kali
dan aku mencuci, menjemur
setiap langkah-langkah

belum pernah sama sekali
aku menyibukan diri menulis di setip langkahku
dengan nama-namanya~99 nama

muski ada yang tidak senang padaku
mungkin saja aku terlalu malu dan sungkur
pada genggaman pilu.

(25, Maret 2014)

Perempuan Dalam Mimpiku

YANG mengajakku untuk menulis
dan menidurkan bantal-bantal perahu
perlu aku jelaskan perempuan dalam mimpiku

Setiap kali aku ingin memberangkatkan diri
ke alam mimpi
selalu ada yang bernyanyi semerdu
burung kakaktua

Tiap kali aku ingin kembali ke tempat tidurku
ada saja lagu-lagu menuturkan kedustaan
dan kesatrian pun tak lagi menemukan dirinya.

(10, April 2014)

Seperti Suara yang Engkau Cemar

TERKADANG hanya membuat ribuan simulasi
menjelaskan teka-teki akar

Semenjak aku mendengar ratapan hidup
yang pernah engkau bisikkan

Aku menginginkan menjelaskan
diantara akar-akar berduri

Seperti suara yang engkau cemarkan
menafaskan segala sesuatu

Alasan kenapa aku menginginkan
aku tahu bahwa jelas sudah
doa-doa menahmidkan takdirku
menjadi sesorang yang dibenci
oleh bait-bait puisi.

(28, Januari 2014)

Debu-debu di dinding Rumah

TAK pernah aku selesai menghapus
debu-debu menempel
di rumah

Pada jendela dan langit-langit
yang tercipta dari kutipan rindu
di setiap sisa-sisa pecahan beling

Pernah aku menitipkan rindu padamu
hujan-hujan seringkali mengganggu
tempat perteduhan kita

Cacing-cacing di perkarangan rumah
membuat jalan-jalan
menyesatkan langkah-langkah

dan tahukah? tahun-tahun adalah bahasa waktu.

(12, Januari 2014)

Lagu-lagu yang Menceritakan

Masih aku menggambarkan lagu-lagu
mendengarkan hikayat-hikayat tentang
luka-luka hidup

Lagu-lagu yang aku putar memunafikan keadaan
dan setiap aku menulis sya’ir-sya’ir
justru selalu membuatku tenggelam pada keduarhakaan
kini aku membutuhkan hidup yang memberikanku sejuta mimpi
seperti hujan yang memberi kesegaran pada tumbuhan
mungkinkah mimpi itu bisa aku tengadahkan
pada setiap keadaan?

(27, Mei 2014)

Setinggi Bintang Sedalam Laut

OBROLAN-obrolan yang dimulai sejak pagi
hingga kita melihat matahari tak tampak lagi
telah menjadi lukisan di atas air

Obrolan kita tiba-tiba terhenti oleh jumlah kata
yang tercatat dalam bait-bait luka

Setinggi bintang dan sedalam laut
percakapan kita

Pernahkan engkau tahu bahwa di meja makan
teman dan musuh sama saja.

(28, Mei 2014)

Sebuah Kata yang Membenciku

ADA yang datang padaku pagi-pagi
saat semua didih pagi menyelusup
di dalam darah-darahku

Sekali lagi, di pagi ini
engkau datang padaku menuliskan rindu di dadaku

Kini, setelah kedatanganmu aku sering hidup sendiri
tanpa hari
inikah yang dinamakan abadi
sedangkan dunia tak lagi sepi
sesepi alam kubur

Padahal aku ingin seperi raja Jamshid
yang selalu gembira
dan selalu menulis puisinya di atas batu-batu.

(20, April 2014)

Biografi Penulis:

ACH. SHOBIRIN, sedemikian nama yang diberikan kedua orang tuaku. Biasanya tema-teman memanggil dengan panggilan akrab Shob. Di sini tak ada yang perlu ditulis dengan panjang karena tidak ada yang perlu dipanjangkan dan tidak ada pengalaman yang musti saya ceritakan.

LAHIR pada tanggal 19 Juli 1996 di kota Pontianak Kalimantan Barat. Pernah belajar di SMPN 02 Kualamandor B Pontianak. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantern Al-Amien Prenduan Sumenep Madura. Belajar tulis-menulis baru dua tahun selama menyantri di Al-Amien. Dan sekarang sedang mempelajari Bahasa inggris dan arab di Pon-Pes Al-Amien Prenduan.

SAYA MINTA PENDAPAT BAGI KALIAN SEMUA TENTANG PUISI SAYA INI SOALNYA SAYA MASIH PENULIS PEMULA

 

Komentar

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler