(1)
Hujan adalah lagu
Pada celah-celah batu
(2)
Kehidupan dimulai setelah titik air pertama
Yang jatuh membuka pejam kelopak mata
"Bangunlah", lembut suaramu,
"Karena aku bernafas di nafasmu."
Simponi manik-manik pada batuan
Merekam tarian kaki kamboja
Lalu kau mengalunkan lirik kerinduan
Yang begitu akrab di telinga
Tubuhku bergetar menangkap semua itu
Mengeja nada yang kau lumurkan di bibirku
Sebagai sunyi yang kukenali, "Apakah
Aku pernah mati?"
Sejenak kau menatapku, tersenyum
Lalu kembali mencumbu
(3)
Hujan adalah lagu
Yang dinyanyikan olehmu
Komentar
baris yg puitis ...
ahahay ...
baris2 yg puitis, Pangeran
kematian adalah awal kehidupan & kerinduan
simbol2 kehidupan & kematian berkelindan indah ...
puisi yg pantas masuk dlm sebuah antologi
terus berkarya
salam hangat dari semarang ... :)
indah sekali puisi nya,,,saya
indah sekali puisi nya,,,saya hanya bisa tersenyum membaca nya
antara puiisi dan lirik lagu,
antara puiisi dan lirik lagu, mantaps
menikmati
aku selalu kagum pada tarian hujan, dan kamu sudah menggambarkan senandung hujan yang merdu, aku suka lagu hujanmu...salam Takzim :). jika berkenan mampirlah kegubuk ku ya (Y)
@<3:)
Nice Poem
Puisi yang disuguhkan dengan sangat manis :D Pada akhirnya, hujan selalu membawa inspirasi buat nulis, kan? :)
Salam Kenal
hujan adalah lagu
yah nadanya terbentuk secara berirama
hujan adalah satu bentuk keindahan yang dapat dinikmati melalui alunan....
unmtuk pangeran kata
untuk pangeran kata :
puisi.nya bagus ,, ,, mengikhtisarkan kehidupan dengan salah satu komponen keadaan rutin alam semesta ,, ,, ,,
kapan-kapan ,, ,, pengen smbung silaturrahim dngan antum ,,
CUMA 1 KATA
cuma 1 kata untuk puisi ini ; MANIS
Saya suka irama
Saya suka irama katanya....saya masyarakat baru disin...tulisan saya belum bisa terbit..kalau ada waktu sudilah kiranya main - main juga di tulisan saya...hehehe
Rori Aroka Rusji
PENCETUSAN IDE
kata "BAGUS" atau kata senada dalam berkarya dan belajar berbeda makna, dalam berkarya kata tersebut dikategorikan "pembunuhan karakter" sebaliknya dalam belajar kata bagus adalah sugesti
dalam pembangunan makna pada puisi ini boleh di bilang sukses dengan pendukung ide yang bagus pula, nah, bagaimana pencetusan ide yang mestinya membawa makna jauh melintasi eksistensi ide tersebut belum dapat dikatakan terlalu sukses karena secara keseluruhan makna puisi ini vulgar yang coba di sembunyikan pada diksi yang tepat tapi kurang apik
kita simak pada larik kedua bait pertama kata "di celai-celah" larik pertama dan kedua bait kedua ada kesan pencapaian suatu titik kepuasan, larik pertama di amini oleh larik kedua dan larik terakhir bait kedua sebagai bentuk ucapan terima kasih antar sesama
kata "nyanyi" di sini hanya sebentuk ungkapan kebahagian dan kata "cumbu" tak memberi konsep apa-apa
=@Sihaloholistick=
INSTING...
seorang penulis sebenarnya memiliki insting yang dalam dan tajam, itulah kenapa Chairil Anwar dianggap mempunyai kemampuan mistis ketika beberapa bulan menulis larik puisi "YANG TERHEMPAS DAN YANG PUTUS"
... di karet... di karet tempatku sampai juga deru angin
karet adalah daerah TPU sehingga ada daya mistis di sana dan orang mengira Chairil mampu meramal, padahal ini adalah yang kita sebut insting, demikian halnya pada puisi HUJAN ADALAI LAGU, hujan menghadirkan suasana dingin dan celah batu ada irama yang ... (tebak saja mas bro, nanti terdengar vulgar pula),
ada hubungan sebab akibat pada judul: karena hujan menghadirkan cuaca dingin maka nyanyian yang paling indah adalah tetesan pertama adalah pemulai kehidupan, kesan tak terencana ada tapi saling memahami lagu irama hujan
=@Sihaloholistick=
SUKSES...
sukses Mas Bro,
ada baiknya mampir jua di kebun kata saya, sekedar menikmati panen ide dari ladang imajinasi yang tak seberapa luas, kita mulai kemiskinan kritik sastra Indonesia kita dengan saling memberi apresiasi
SALAM KENAL dari Tanah Batak
=@Sihaloholistick=
Apik
Kary yang apik
Matur Nuwun
Matur nuwun buat teman-teman sudah mampir dan mengapresiasi. Salam kenal dari Jogja.
hujan membangunkanku dari
hujan membangunkanku dari beku
like this
like the rain
Gerimis hujan
rintiknya memikul pesan
jutaan beban bersatu dengan tetesan
mendarat di ujung dedaunan
Rinai hujan
turunnya membawa titah
ribuan tetes penuh amanah akan berkah
menyapa lembut bumi di permukaan
menyejukkan yang meranggas
membasahi yang kerontang
menyapu dahan
menyelimuti tanah
mungkin juga
mengaburkan hati yang basah
suka puisinya, dan ku juga suka sekali sama hujan.
salam kenal :D
vivi
Hujan adalah lagu...
Hujan adalah lagu
lewat detak-detak suaranya di atas genting
berpadu dengan suara hembusan angin
berpadu dengan suara gemersik reranting pohon
Hujan adalah lagu
dendang suara alam kala musim menyentuhnya
menggoda bumi dengan butir-butir airnya
berjatuhan, bagai tangis pertamamu ketika lahir
menyambut gembira hadirnya sebuah tanda-tanda kehidupan!
Nice puisinya Bung Pangka!
Beni Guntarman
Karya yang indah
Sebuah karya yang sangat indah, memiliki sensasi yang sangat besar.. teruskan kawan.. salam dari kudus
Syarief N Hidayatullah
larik dan pertalian makna cukup baik
tetes hujan yg turun selalu menyimpan misteri bagi yg mengerti.
by:dame tobing.
good
Bagus ya???? :)
follow my IG @lucky_oktaf
HUJAN ADALAH LAGU Diantara
HUJAN ADALAH LAGU
Diantara celah celah batu
Sebuah karya yg apik
Cukup abstrak dan penuh makna kias
Yah... tak ada yg memahami batu dalam kesendirianya
Walau api sikalipun, hanya airlah yg mengerti dan meluluhkan batu, dalam simponi rintik hujan, dan air memberi kehidupan, bukan janji, walau kepada batu sekalipun, karya Mas Edi ini merupakan sentilan yg halus terhadap watak manusia,
Maafkan aku yg masih jauh dan tabu, terlalu lancang memberikan apresiasi terhadap puisi Mas Edi
Salam...
Kagum
Kagum saya sama puisinya.. bagus,, saya suka.. saya jg mau belajar bikin puisi yg indah2 jg ah..
I like this, mampir ya?
I like this, mampir ya?
P.ardani
NICE Poem
puisi yang bagus,
'hujan adalah lagu'
'tubuhku bergetar menangkap semua itu'
Puisi
minta komentarnya
puisi
Ziarah yang Meremas Air Mata
YANG seringkali memintaku
mengemas doa-doa baru
tahukah siapakah itu?
aku katakan adalah aku yang merindukanmu
Sambil menghujani nisan-nisanmu
menjadikan nisan-nisan basah
menampung dosa
Di atas gundukan tanah peziarah
di tanah Djauhari
aku berdoa sedemikian
yang aku inginkan~mengharap keabadian
Tanah ini hanyalah tanah peziarah
tempat pergantian bagi sebuah penantian
dan nanti entah siapa aku ataupun engkau
Seringkali aku menyusun doa-doa baru
di antara nisanku
hingga kelak, aku siapkan perkuburan
yang mengingatkan pada penantian.
(15, April 2014)
Apakah Kita Berbincang?
APAKAH kita benar berbincang cukup dekat
“penantian yang cukup pekat hitam
meminta ketenangan pada kita
adalah bintang dengan kilauan semburat keperakan
dan perbincangan kita hanya sebatas surat yang datang
tahukah! tentang 99 nama yang kita inginkan
dan kita sendiri masih tidak tahu apa dan siapa
apakah kini yang kita anggap pertemanan
hanya sekedar tahu dan menahukan diri
siang-siang angker tanpa matahari
cukup kita tahui dengan memapas wajahnya
selalu kita meringis berpikir tentang nafas kita
kita tidak tahu apa-apa
hingga besok obrolan kita akan terasa lebih kaku
dengan kehadiran matahari,
dengan kehadirin orang yang kita tunggu-tunggu.
(16, April 2014)
Suaramu Selalu Memanggil
WAKTU selalu menetukan terjal birahi perjalanan
melagukan lagu-lagu kesunyian
Yang sering merepahkan tasbih-tasbih
kita selalu berjumpa dengan sejuta takdir
Nasib-nasib adalah keadaan yang seringkali
menjelma dan menganyam keadaan
Lalu menganggap apa yang aku lihat adalah dosa
sebab hal yang baik adalah hal yang bisa dirasakan
Kesempurnaan adalah sajak-sajak doa
yang selalu aku nyanyanyikan tanpa nada
Paham yang kudapatkan
serupa aku berziarah di Masjidil Harom
Berdoa
lalu bebas dari neraka.
(22, Januari 2014)
Inilah Madura dan Inilah Kemarau
BARANGKALI kalau aku menepiskan dosa
suatu musim, akan bertanya
dan mengatakan
inilah Madura dan inilah Kemaraunya
membaca kemarau adalah pekerjaanku
hidup adalah dosa dan amalku
metamorfosa kupu-kupu sering kali muncul
di kelembaban dan keharunan
sampai orang-orang melihat
di teras-teras jalanan yang di penuhi debu-debu
tak ada nasib yang musti dihidupkan kembali
(23, Maret 2014)
Merekapun Ingin Juga
MEREKA membungkuk ke bumi
bersama laki-laki tua yang sebentar lagi akan
dijemput oleh maut
Ahlan wasahlan aku ucapkan
sepintas akan kedatangnmu
di tanah ziarah ini
kini kutemukan langit semakin lincah
mengabadikan zaman
.
Dan kami terdiam kala musim-musim mati
ditepi oleh takdir
sambil mengharap kehadiran
petani tua
akupun bersalam pada kilauwan padi
di sawah kering.
(23, April 2014)
Kepada anak-anak yang Berkerja Sebagai Petani Garam
BARANGKALI engkau mampu terlepas
dari kelupas cemas dan ketakutan
pepetah garam yang engkau rangkul
adalah bukan hidupmu
Bebauan amis yang menikan di deru bumi dan air laut
tak dapat kumenghitung seribu kali
mungkin engkau memecah angin laut
-seharusnya aku tak ingin melihat matamu semakin keriput di kejauhan
sedang kehidupanku lahir dengan terbitnya matahari~dan engkau tidak
melihat lagi wajahmu yang memantulkan rindu
-pada setiap impian
Barangkali aku bisa menjelma garam dalam mimpimu
-seperti daun yang gugur dan melepuh manjadi tanah.
(13, April 2014)
Untuknya yang Telah Pergi
INGIN aku mengucapkan Basm’Allah,
sambil mengingatmu pada sebatas kenangan
Layaknya puisi yang kutulis di antara adzan dan iqomah
adalah puisi tentang hati yang menangis
Ingin akumenulis puisi seperti yang di tulis
oleh rumi; puisi yang menawarkan sepi membunuh sedih
Aku membayangkan, kalau aku sepertinya
Maka; halnya aku air yang mengalir ke muara
Sebenarnya aku sempat melihatmu dalam segelas tawa
ketika engkau datang dari Jakarta ke Madura
saat engkau duduk di aula sambil menulis pandangan padaku
dan aku cukup membayangkan saja
bahwa suatu saat nanti, aku akan sepertimu.
(08, Januari 2014)
Tidak Seperti Hujan Ini
RAUT malam ini, memang tidak seindah puisi yang engkau tulis
karena, malam ini engkau menjatuhkan seribu luka bersama air mata
Tahukah? Kini nanar mataku bertahajjud.Sebab, jarum pendek
jam melangkah serupa siang yang gelap karena awan hitam
Mari kita saksikan malam yang akan memberangkatkan
kedinginan pada setiap nafas yang berusaha untuk hidup
biarkan saja aku diam~sambil membacaayat-ayat Al-Qur’an
Sampai air mata mengalir menjatuhi seribuh luka
dan kalender-kalenderpun bertanya!
Kenapa harus ada pertemuan di bulan januari itu?
sedangkan kita tak pernah tahu tentang kita masing-masing
Padahal aku pernah membaca puisimu
dan aku menyebutkan; bahwa inilah aku.
(14, Januari 2014)
Nama yang Tak Kutahui
SELALU aku membayangkan engkau adalah rerumputan
di pagi hari yang tersiar oleh embun
dan memberiku senyum yang menyengat
Sesekali aku membuka tafsir-tafsir yang menceritakan dunia
di awal bait itu engkau membuka kedua matamu
seolah engkau bintang di kejauhan
Kalau saja aku bisa hidup di masa nabi
dan bisa menyaksikan tentang sungai yang terbelah
tentang api yang menjadi bunga mawar
maka; seharusnya aku menghilangkan yang namanya dosa.
(13, Januari 2014)
Tentang Hati yang Menginginkan untuk Dicintai
KAMI pernah bercerita pada sebuah nama
tapi, masih kami sangsi untuk menyebutnya
sekian waktu ini, kami hanya menyaksikan
bagaimana engkau bersholawat di waktu isya’
dan kami temukan angin yang menyapa perjalanan kami
Kami harus mengungkapkan ini
kami harus memberitahu tentang ini
bahwa kami ingin memanggilmu untuk beberapa windu
bila Allah mengizinkan nanti~setelah kiamat kami
O, takdir yang memberikan kami umur
sempatkanlah kami meminta yang kami ingin
mencari hidup di setiap sesuatu yang kami temukan
karena kami tak ingin hujan turun malam ini
O, takdir yang memberikan kami cinta
izinkanlah kami untuk mencintai apa yang kami cintai
dan kami berdiam di tanah yang kami sebu-sebut keramat ini.
(16, Januari 2014)
Kalau Masih Ada !
SESEKALI, kumendengar berita tentangmu bahwa engkau akan
pulang di minggu pagi nanti
sambil membawa rindu yang pekat di hatimu
seperti tulang yang melekat dengan daging
aku memang mengenalmu seperti rambut di atas kepala
benarkah! apa yang dikatakan mendung pada hujan
bahwa~hujan akan datang setelah mendung, seperti itu!
dan aku harus menunggu selama beberap jam
untuk membuktikan kalau engkau masih ada dan tidak;
(24, Januari 2014)
Seperti Itu
HARI ini aku duduk di bawah senja
meminta doa pada pagi
dan ia mengabulkan doaku
“Tunggu, sebelum aku pulang dari pagi ini
aku sebenarnya ini bertanya padamu”
apakah kau bersedia jika aku
berfikir bahwa puisi itu adalah indah
seperti berpuasa di bulan Ramadhan:
yang kita dapatkan ketentraman dan
kesabaran yang mendalam.
(19, Januari 2014)
Pada Mimpi di Malam Juma’at Kemarin
KALAU ada yang mengertiku pagi ini
maka, ingin sekilas aku merindukannya
membawakannya senyum lama~yang menyejukan hati
sepertikerinduan yang menyulam hari begitu lambat
Jika umurku bertanya tentang kesangsian pada mimpiku
yang bertemu dengan Nabi Muhammad
Mungkinkah ada yang mempercayaiku
tentang mimpi~dan karena sebuah mimpi
Aku merasa tak lagi mempunyai hati
dan bila nanti ada hari yang membawaku pada kedustaan
aku hanya bisa berfikir “hanya aku dan Tuhan yang tahu”
Aku memang sedikit percaya tentang ini;
karena kata nabi “malam juma’at itu, malam kebarokahan”
Inilah harapan yang akan mengundang detik, menit dan hari
tanpa arti, karena hanya menunggu jawaban dari mimpi.
(18, januari 2014)
Ribel
AKU diam sejenak di atas angin menanti
sayap burung yang selalu menerbangiku
Pukul 07.00 dini hari
aku berharap ada suara yang menyapaku dengan ramah
dan aku menjadi teman terbaik untuk selamanya
Memang tidak ada laut yang kering
dan tidak ada kerinduan yang menyenangkan
seperti pertanyaan kenapa ada dunia dan bumi
pernahkan kita berfikir! Bahwa hidup itu dosa
dan dosa itu neraka~nerakanya jahanam.
(09, November 2013)
Nama dan Pertemuan yang Aku Tulis
-Aniss .M , N
a/
KETIKA musim meneninabobokan kedua mataku
membelai, menidurkan yang namanya jiwa dan pikiran
dan aku sempat bertanya pada diriku sendiri
b/
Jika saja aku bisa membuka jendela pada coklat pipiku
mungkinkah aku bisa membunuh mataku dengan hatimu
c/
Cukup mengherankan, padahal malam selalu
mengajariku untuk menutup erat jendela pada pipiku
mungkin saja hal yang terindah malam ini adalah mengigatmu
d/
Kedua matamu yang seperti aliran sungai memang memberiku
cinta yang mentiadakan hatiku pada hati yang lain
e/
kelihatannya di bibirmu ada sebuah pantai yang mengalir
memberi butiran air yang menyejukan hatiku;
sempat aku bertannya pada gerimis tentang cinta.
(10, November 2013)
Di Meja Ini
DI MEJA makan ini, kita duduk sambil menyeduh
secangkir kopi yang masih panas
kita menikmatinya seperti pasangan suami~istri
Lima menit setelah kita menikmati
seolah aku tidak mengenalmu
begitu juga denganmu: engkau tidak mengenalku.
(24, Januari 2014)
Pernah
PERNAH aku mencintai seorang laki-laki pak.Namun sebagai adik dan kakak saja,dan aku pernah menjadi langitnya~untuk pertama kali. Itu adalah sebuah tugas bagiku. Hari berikutnya, aku menemui wajahnya tergeletak di halaman pagi. Aku mengahampirinya sambil membawakannya sebuah kalimat yang membuatnya tertidur di altar embun. “Aku menginginkanmu, dan aku ingin kau menjadi cinta pertamaku sebagaimana seorang adik dan kakak. Biarkan aku membawa namamu di perjalaan panjangku kemuadian aku lukis di langit bersama bintang-bintang yang gugur”.
Bila nanti aku masih merindukanmu dan aku diharuskan membaca angin yang membisiki telinga kananku. Membisikan tentang kerinduan, mungkin di saat itu kusimpan kabar yang membuatku remuk dan hancur di dalam wajahku sendiri. Kebahagiaan tidak lagi menjadi sebuah kabar hangat. Seperti adanya, kebahagiaan milik angin yang dengan leluasanya mencari tentang kegaduhan hati yang aku rasakan saat ini dan tentang keberadaan dunia, yang tidak lagi ditemukan. Walaupun aku harus berhijrah untuk mencari kebahagiaan.
Pernah aku mengusap pipinya dengan embun yang telah kupinang. Menguras semua kerinduan dengan sisa air mata. Seribu waktu aku semburkan untuk menatapnya. Bagaimana aku tidak menatapnya? Anggur-anggur telah mekar di perkarangan dan aku menyaksikan bagaimana anggur-anggur tersebut membusuk. Dan melilit semua rerumputan yang mengalir di akarnya. Seperti ada yang berbeda diantara keduanya, seperti yang aku kira sebelumnya. Bahwa anggur-anggur itu masih belum matang dan masih tidak siap untuk dipanen.
Jika saja ada sebuah rasa antara kau dan aku. Itu pun hanya cinta adik dan kakak.Seketsa wajah kita masing-masing menyemburkan sebuah ungkapan. Dimana ungkapan itu akan membuat kita terkurung di dalamnya. Kita bersama memimpikan- kita bernyanyi di atas langit bersama matahari. Itu kan yang kita impikan dari dulu! mimpi yang meletihkan kita untuk merangkak, berjalan dan berlari mengejar sebuah bayangan dan cahaya yang tiada henti meremas tubuh kita.
(20, Semtember 2013)
Ada yang Ingin Aku Sampaikan
00.01
MALAM hujan
sudahkah engkau temui tamu di malam dini hari
yang mewariskan sepi~dan setiap malam selasa itu kekal
sepertinya sepi kali ini menyerupai sukmaku
sungguh; aku sudah tidak lagi menyimpan
rasa tawa dan semu yang dulu pernah aku rasakan
malam ini!~ingin sekali
aku memetik hujan
yang merangsang ke jiwaku
manjadikannya nasib
yang menjelma sebuah sya’ir
sejarah tidak akan pernah berbohong
seperti air yang bercampur dengan air
siapa tahu tidak ada yang mengetahuinya
ada mati setelah mati.
(18, maret 2013)
Sya’ir Tanpa Judul
MALAM kita pergi sulaiman
karena setelah pergi akanada kenikmatan di perpulangan
Masalah hati yang kita lukai
biarkan saja pulang pada harinya
dan kita tetap di sini
menulis puisi dengan air mata
Jika saatnya semua malam bertanya
tentang sya’ir yang tak bernama
kita jawab saja~kalau kita tidak pernah tahu
dan tidak ingin mengetahui
dan lalu kita bertanya tentang penyairnya
“apakah ada penyair yang buruk”
(28, November 2013)
Sajadah Tahajjud II
PADA tahajjud
aku bersujud diantara hujan dan gelap
membayangkan seribu doa membisikan kerinduan
~kerinduanku pada Muhammad yang suatu saat nanti
memberikanku syafa’at diantara surga dan neraka
Pada tahajjud
aku tidak bisa menemui yang namanya hidup
tubuhku membeku, darah berhenti untuk mengalir
ingin sesekali aku cukup berdiam dan beritikaf diri
tanpa ada yang mengetahui.
(23, Desember 2013)
Nasehat Musafir
AKU ini adalah manusia yang tunggal
hanya sendiri: ada yang takut
diantara waktu dan malam yang terasingkan
Dan aku selalu terbawa kesedihan
yang sangat begitu mendalam
seperti halnya apa yang dikatakan musafir dalam dunianya
terus berjalan tanpa ada rasa takut dan kehampaan.
(29, Oktober 2013)
Sajadah Tahajjud III
DI tahajjud kali ini
kami menghayati doa dalam rukuk kami
Tahmid yang kami persembahkan
mungkinkah Engkau syafaatkan pada kami
hingga suara adzan menjelma menjadi subuh
yang mengajak kami untuk memberhentikan
langkah, suara dan kami diam memunasabahkan di kegigilan subuh ini.
(15, April 2014)
Bila Waktunya Tiba
NAFSU ini sering kali
manjelma menjadi sabda
yang menetiadakan kesaidan
Sering kali aku temukan
rusuh malam yang kelam
yang tak kunjung hilang
Sebenarnya malamini aku ingin
sekali mencicipi bejana anggur yang lezat sekali
karena umur yang sudah tua dekat dengan kamatian
seperti buah apel yang jatuh ke bumi
bila waktunya telah sampai.
(21, Januari 2014)
I Had a Dream
DI LUAR jendela, tepat pada pepohonan
aku menemukan mimpi, salahkah aku
seandainya aku menginginkan tak ada
malam dan kegelapan lagi dalam hidupku
dan selalu saja aku menemukan siang dan terangnya
Sudah separuh hari
harus kulepaskan hidupku bersama
dedaunan yang jatuh luruh
tapi, tetap saja tak kutemukan
suatu mimpi yang menjelaskan
tetang nasib dan takdir hidupku
malah aku sangsi dengan keadaan
Sekali lagi
aku menginginkan tak ada lagi malam dalam hidupku
aku hanya ingin hidup bersama anai-anai
mengelilingi pohon dengan cahaya yang ada.
(18, April 2014)
Song for Myself
MUNGKIN sudah sekian kalinya
pertanyaan aku lepaskan di saat pagi datang tanpa kedinginan
Lalu,apa lagi yang mesti aku lakukan
kalau pertanyaan-pertanyaanku tak ada jawaban
Haruskah aku datang
saat hujan bertamu di jendela
dan aku mengucapkan
“selamat datang” seperti itu
Meski aku lupakan
tentang sebuah lagu yang menceritakan
bahwa hujan itu terun dari atas langit
dan aku ingin hidup untuk orang lain
menelan dosa-dosa bersama ludah~basah
hingga tak terlihat lagi
kalau aku benar-benar bukan manusia yang sempurna.
(12, Februari 2014)
Pol_
KAMI merangkak: melihat tanpa mata
tentu mana mungkin kami bisa berjalan menuju rumah itu
Debu-debu tanpa sayap berterbangan
seperti hujan di hari juma’at kemarin
Hanya sekedar rindu yang menikam di hati
tanpa ada kata yang bisa kami ucap
inilah kami datang dengan kasidah cinta
yang akan melamarmudengan kebun anggur
biarkan saja kami bersujud di antara kaki yang terlipat
bersyukur masih ada nafas untuk melihat
memang tak ada secergub air yang bisa aku buaskan
dan tak ada langit yang merah: semerah bunga mawar.
(11, April 2014)
Tuthmosis
KESANGSIAN inilah yang kita dapatkan
kalau saja, kita tetap seperti dulu
dan kemarau tidak akan pernah melupakan kekeringan
Ingin aku sendiri
menengelamkan keadaannya
seperti bintang yang tak tanpa di siang hari
Aku sendiri mengharapkan setelah
berabat-abat tak menemukan suatu keadaan
inilah dia yang akan memusnakan bila bila datang waktunya
Dan semua air akan berhenti mengalir
waktu itu langit jingga menyerupai pasang surut keadaan
sambil membawa pedang di dadanya
dengan seribu doa; dia campakan didepan kita
o. kesangsiaan
(12, Januari 2013)
Sudah Seberapa Lamakah!
DALAM mimpi, kita bersamamembaca tentang sajak-sajak
yang kelam dan mengsangsikan kita dalam mengartikannya
Layaknya penyair yang gila; menulis sebuah puisi
kecelakaan di sebuah kota yang kelam tanpa cahaya
Adakah hari ini anggur-anggur yang bisa kita hisap
hingga memabukan dan hari pun tak tahu
seberapa lama harus kita tunggu nasib lugu
sedangkan kita tak pernah merasakan tawa dan senyum
berkali-kali kita melakukan pengembaraan pada diri kita
berkali-kali itu pula tak kita temukan diri kita sendiri
(27, Maret 2014)
Sambil Menunggu Kematian
O, MALAM yang sepi pada mati yang akan datang
disetiap riuh hari yang tak bertasbih
kita mengakui bahwa kesempurnaan milik_Nya
O, inilah aku dan hari
yang menanti waktu tanpa sepi
Sebab, kita telah mati
di suatu bulan nanti
jika ada mimpi yang tak berhati
katakanlah bahwa senyum kita ini tanpa gigi
hari ini adalah hati tanpa darah
dan kinilah kita bercerita
bahwa suatu saat nanti kita
membawa mati di kedua mata kita.
(11, Januari 2014)
Nasehat Ke_Dua Kalinya
MAKSUDKU
aku ingin bila kita selesai berjalan ke timur
kita bisa duduk sebentar bercerita
seperti batu di dalam air yang mengalir
Marilah berdiam sejenak sambil memejamkan mata dan
menulis ranting-ranting pohon yang jatuh di depan kita
dan kita pun berjalan melewati kebun stauberri
yang lebat buahnya. Kita pun memetiknya
seolah kita yang punya
seorang kakek yang membawa beberapa
kayu bakar di punggungnya
bertanya pada kita
serayak berkata “anak muda milik siapakah kebun ini?”
kenapa kalian seenaknya memetiknya
ingatkah kalian masih ada Tuhan yang mengetahuinya
ingatkah kalian pada dosa
dan dosa itu akan menjerumuskan kalian pada kerugian.
(23, Februari 2014)
Miebel
SUDAH terlalu lama aku menunggumu
dalam bayanganku engkau telah menyerupai
siluet yang kelabu
Di sini
di rumah kosong ini
tak kutemukan jejak suaramu sama sekali
seperti deras hujan yang tak berbunyi
takdir kutemukan menjatuhi wajahku yang melepuh
Aku bertanya apakah engkau sudah menengadah
ke langit? Sehingga engkau tidak bisa kembali
menjemputku dengan angin yang engkau terbangi
Aku hanya seperti mayat yang terkubur
daging-dagingku hancur~serupa daun kering yang dibakar
dan telah aku selesaikan senyum hari ini.
(17, Maret 2014)
Sudah yang Ke Sembilan Belas Kalinya
SERING aku menyebut tawamu adalah kegaduhan
yang sering kali bertamu di hidupku
Dan hari ini aku ingin menahmidkan diri
karena dini hari aku baru saja telah menyelesaikan
memanen tangis diladangmu
pergilah ke dapur dan carilah
makanan yang enak
Namun, buat apa kita makan
makanan yang enak
itupun hanya enak sesaat
hidup itu tidak untuk kita
dan berkhusuklah dalam setiap perpulangan.
(23, Januari 2014)
Kalau Engkau Ingin Sulaiman
ADA yang membisiki telingaku
bahwa besok akanada
gerimis yang menapung hujan
Maka sulaiman hati-hatilah
untuk berangkat kekebunmu
Sebab, gerimis itu akan menjadi
Hujan,
badai
dan topan
Maka sudahlah engkau sulaiman
duduk di kursi rumah
sambil menyeduh secangkir kopi panas
dan sambil membaca koran
Karena besok akan ada berita
tentang pejabat yang kehilangan uangnya.
(20, Maret 2014)
Hujan yang Tidak Kita Harapkan
MASIH aku pejamkan kedua mataku sedalam laut
tanpa resah dan takut, hanya saja engkau belum tahu
meski seperti itu; akumasih bisa merasakan keadaan yang gersang
sebab, tanah airmu tidak lagi sebening embun di pagi ini
Aku ucapkan; pasanglah kedua kakimu segera
dan berapa nyawah dan air mata yang berjatuhan masih aku temukan
mengakar kemana-mana; bersama derita
seperti hujan deras yang melupakan gerimis; sebelumnya
tak mungkin lagi kita bisa mengembalikan
tanah yang tebawa deras hujan itu
kita tahu, lama hujan itu menjadi banjir
dan menenggelamkan segala sesuatu.
(02, Januari 2014)
Ada yang Menunggu
DI SINI di ruang ini
sepertinya ada yang menungguku
dengan mata yang nanar kutemui
Siapakah?
aku pun bertanya
sebab wajahnya tertutupi oleh madu
seakan seperti laut yang menangis
Sebenarnya aku ingin menyapanya
namun apa daya hujan di pagi ini
melongsorkan tubuhku
Adakah gerangan nanti sisa
angin yang inginku hirup
pada waktu kematian datang.
(11, Januari 2014)
Tak Kita Temui
SUDAH terlalu lama engkau
berdiam diantara akar dan daun
Dan engkau hentikan nafasmu
di sela duka dan harapan
Sebab, engkau selalu mau mengikuti bebusukan angin
yang keluar daru tubuh ular itu
Dan sekali lagi engkau biarkan
ular itu berjalan di garis matamu
sambil menyemburkan racun pada kedua matamu
Hingga darahmu menjadi coklat
secolat kopi susu di minggu pagi
yang telah engkau minum bersamaku.
(19, April 2014)
Bila Kita Bertemu
BILA kita bertemu di alam surga
di sana nanti aku ingin menenggelamkan diri
dalam ketajaman matamu yang pernah menuliskan sejarah
Dan menggantungkan diri pada tetesan embun
yang engkau buat dari darah merah muda dalam tubuhmu
sambil memanjatkan doa-doa
setiap angin genit mengelus tubuhku
Bila saja waktu masih menemaniku mengeja aliran darahmu
yang sudah puna~sepuna dunia
tapi kenapa, selalu aku tak bisa manjadi shabat waktu
Sekarang dan untuk selamanya aku ingin bermain
bersama angin~berdialog dan mentranselitkan bahasanya
Ingin aku menghitung bintang dilangit
memaksakan hati untuk mencintai yang namanya impian
namun~aku tak ingin mataku hancur serupa perjudian
(18, November 2013)
Sesuatu
SUATU ketika ingin aku bermain
bersama kunang-kunang di malam hari
dan bertanya padanya,
“kenapa engkau datang di tengah malam?”
sedemikian pertanyaanku
Dan ia mejawab, “aku tidak akan lebih tampak
di bawah sinar matahari”
Seperti Namrud yang meleparkan Ibrahim
ke lautan api dan lautan api itu
Manjadi sebuah taman mawar merah yang harum semerbak
Hidupku adalah malam gelap
dan hidupmu siang
seperti keluarnya air mata
jika menangis .
(19, April 2013)
Tentang Hidup
TENGAH malam ini aku menangis sedemikian rupa
dan air mata mengalir hingga mencuci rasa kantukku
lalu aku berfikir bahwa
tak ada kalimat yang sempurna
selain kalimat sholawatMu
hanya bagi orang yang menyisihkan malamnya
untuk bersholawat pada_Nya
dan jantung dan lambunya tidak pernah tahu
tentang bantal dan lantai
maka ia yang akan mendekatkan
dirinya bersama surga
(28, Januari 2014)
Malam Dialog Isro’ dan Miraj’
TAK adakah suatu malam
kalau kita saja belum pernah tahu
tentang seberang perjalanan
hingga tak ada yang perlu dipertanyakan
kita tahu~semua milik_Nya
dan kita adalah nama tanpa huruf
marilah mendengar dialog malam ini
mungkin saja kita akan tahu
perjalanan yang menuju Baitul Maqdis
dan berjalan lurus kelangit ke_tujuh
seperti apa yang kita lakukan setiap lima waktu
hanya untuk itu.
(27, Mei 2014)
Bismillahirrohmannirrohim
Bismillahirrohmannirrahim
aku akan mengingat_Mu dalam detak jantungku
sebab aku tahu aku bukan milikku
Aku adalah milik_Mu sepenuhnya
Seperti sungai dan laut yang dimiliki sumber
seperti tumbuhan yang dimiliki bumi
seperti bintang-bintang yang dimiliki langit
Bismillahirrohmannirrohim
aku belajar dan berkerja dalam sebuah gelas yang berisi madu
dan aku ingin menjadi racun di dalamnya
maskipun sedikit~aku akan selamnya menjadi keruh.
(26, Mei 2014)
Nasehat Petani
PETANI datang pagi-pagi
membawa cangkul dan bibit padi
sebelum mencangkul ia membaca basmallah
Kalau ada yang perlu dilakukan
mari kita lakukan~buat apa hidup
kalau hanya berdiam-diaman
seperti bebatuan yang berada di deras sungai
tidak bisa terhanyaut~oleh airnya
Kalau saja kita menanam dari kecil
mungkin saja suatu saat
kita dapat manuai
Namun~masih adakah angin yang datang
pada kami menghisap keringat kami
hingga kami tak perlu lagi
diam duduk lama di bawah pohon pisang
yang lebat daunya mananti rezeki.
(12, Mei 2014)
Di Sore Hari Bersama Hujan di Rumah Puisi II
DI LUAR jendela tua
gerimis menangis dalam langit
dan mengecup keningku
kulihat burung berterbangan tak sampai
Bersama hujan aku menulis doa dalam puisi
meski tak ada yang bisa kulihat di seberang gedung
Bersama hujan aku menulis doauntuk ibu
aku rangkai setiap tulang yang mendekap di wajahnya
di rumah puisi aku bermain-main dengan waktu
bersamanya aku yakin ada hikmah waktu
hingga kini aku di cengkram oleh ngeri.
(03, Juli 2012)
Lima Menit Sebelum Sholat Tahajjud
SEMPAT aku mengingatmu dalam tidurku
sampai aku tahu bahwa kedinginan akan datang
cukup kubersujud membaca tasbih
aku akan renta, jika aku terlepas dari tahajjudku
kini mataku tersakiti oleh anyir do’a
aku menginginkan mati dalam tahajjud malam ini
sebab, aku telah memakan gelap malam
dan meminum kesepian di tahajjudku.
(03, Juni 2012)
Dalam Wirid
DALAM wiridku, aku mabuk dan seperti
dihidangkan anggur-anggur
aku melepaskan seluruh raga dan jiwa
membaca kalimat-kalimat tasbih
kali ini hidangan makananku adalah wirid
yang menjaringku sedemikian rupa
mungkin saja bila membiarkan diri menelusuri
gemetang malam ini, tak kutemukan di mana aku tinggal
tak ada yang bisa menghentikan kalimat tasbih
malam yang beku telah menjadi sungai
dan aku berada di dalamnya~mengintai
kesangsian sedemikian lamanya
Di sini
aku sendiri menanam dingin ke tubuhku
ketika malam mengundang petang
meskipun aku tak merindukannya
mataku tetap terpejam
memasuki kekosongan petang yang panjang
aku memetik sedikit petang itu
dan kubakar bersama wirid malam ini.
(03, Juli 2012)
Sedemikian Aku Memanggilnya
LIMAbelas menit aku membiarkan ia
Tetidur lelap di ketajaman mataku
Masalah hidup~biarkan saja ia hidup dalam kekeruhan musim
Iwan, pulanglah engkau~bawalah semua hidupmu
tak cukup perkataan dan tangismu
aku membutuhkan bukti kalau langit benar-benar biru
Seperti takdirmu
laut memang selalu memberi senyum padaku
aku memanggilnya dengan sebutan laut yang pilu
terkadang aku merasa sepi, sendiri
dalam mimpi~dan aku selalu mencintai
apa yang harus aku cintai
mungkin saja aku bisa mencintaimu
seperti penyair yang mabuk
meminagmu dengan bismillah
(25, Maret 2014)
Siluet
AKAN datang sendiri musim sepi
dimana kita hidup kedua kalinya
Seperti garam yang berada di dalam air
Mendoakan kebekuan
Asin wajahmu tak selamanya
akan membeku
Karena aku tahu di depan pintu itu
adalah seribu tahun umur yang pilu
Hidup adalah gambaran
neraka jahanam yang bertiup api-api
dan surga yang mengalir sungai-sungai
tentu kita ingin hidup di dalam surga
tak ada hidup yang lebih kekal
dan tak ada pantai yang tak berpasir.
(03, juni 2012)
Kenangan di Pelabuhan ke-Tiga
a.)
DI PELABUHAN yang bertebing luka
bersama tangis laut aku terpasung dalam bunyi mesin kapal
yang keruh~dimana garam-garam beku dalam kenistapaan
b.)
Tahukah bahwa nelayan menyimpan seribu angin dalam gelombang
tanpa tahu kapan adzan berkumandang
musti manusia itu hidup mulia di bumi
c.)
mengalirlah...dan berlayar ke punggung laut
(12, januari 2013)
Di Bawah Hujan
PAGI telah gerimis
tanah membongkah-bongkah sebagai bukti
hujan menunggu keteduhan terlanggar di pintu siang itu
sebelum kau tahu. Bahwa, langit belia akan berangkat tua
akan kudiskripsikan apa-apa yang menyerupai angin yang gugur
(14, April 2012)
Maut Lelaki Itu
YANG engkau tanam di dadaku kawan
engkau ketuk jantungku dengan dingin jarimu
di dasar laut kau lepas wajahmu
mengalirlah!
Tiapa malam aku temukan mautmu lelaki tua
menggelitik dan merempas
yang mencintaimu dan yang mendoakanmu
adalah takdir
dosa dan kemulian adalah dua hal hidup
yang mesti dimiliki manusia
sekali lagi
mautmu lelaki tua
adalah danau yang menyimpan kesepian.
(21, April 2012)
Sembahyang Rerumputan
DI PAGI itu~sebelum burung-burung pulang ke halaman rumahnya
kau menghitung embun muda dalam pekaranganmu
engkau sembahyang dalam embun
sembahyangmu yang tak kunjung usai
adalah kahadiran bintang di tengah malam
(10, Maret 2012)
Madura Gelap
IBU...
aku akan menyemai rinduku
di atas pelukanmu yang dingin menyejukan hati
~di sepanjang langkah manisku yang lugu dan lucu
Ayah...
sepi, sendiri dan gelap selalu membuatku terasingkan
aku akan memanggilmu ayah dari dangkalnya danau
jika aku merasa merindukan semua kenangan
Kakak...
di papasan waktu yang telah lampau
aku menjelajahi langkah-langkah kita yang masih terlukis di kerinduan
karena itu semua adalah sebuah puisi dan kenangan
yang berlagu dan menceritakan kejadian dalam setiap jejak langkah kita
dengan kenangan mungkin aku bisa tertidur lelap dalam kesedirian
garam-garam di pulau Madura ini menaburkan pesonanya padaku
aku terhanyut oleh pembekuan kristalnya
hingga aku lupa pada wajah-wajah susahmu.
(08, Maret 2012)
Sebelum Hujan Turun II
AWAN hitam berjalan menjelajahi langit
seperti lekukan angin yang menghilang oleh gerimis
sungguh hujan tak kian turun, kuharap paras angin
menyapa langit segera hujan
mari kita puaskan mereguk secawan anggur
hingga membuat kita mabuk dan kita tidak tahu lagi tentang dunia
engkau telah tidur tenang setengah hari
marilah sekarang kita pergi
mancari tempat yang mulia
dimana disana kita akan menemukan segala sesuatu (surga)
(12, April 2012)
Setelah Kami Menari
PERNAH ada yang musti kami miliki
namun, kemanakah harus kami cari
sudah seribu tahun kami berjalan kaki
mencari apa yang musti kami miliki
sudah sekian hutan kami lewati
tanpa peri dan sedih
seperti itu yang kami temui
hujan saja datang menghijaui
dedaunan dan telah selesai
kembali menguning hingga kering~kerontang
seperti itukah yang akan kami dapatkan
setelah kami mencari
tak ada yang mesti kami miliki
(23, April 2014)
Gerimis yang Mengigilkan
1
SANG laut tersenyum padaku
di tempat itu
apa tak ada yang lebih baik dan muliakah
selain air asin di mataku yang membentuk garam
menyemburkan luka-luka yang mengetuk tubuhku
2
Di sini
Aku cukup lelah untuk menemui semuanya
seperti seorang kakek yang menghitung umurnya
aku sudah cukup mengerti, tentang apa yang engkau mengerti
tapi, aku tak tahu yang engkau inginkan
yang engkau inginkan adalah sepi dalam kesepian
engkau tak lebih seperti air liur~menjijikan.
(24, juni 2012)
Instrumentalia
_Wan Anwar
MALAM yang lalu aku membaca garis wajahmu
maka, malam ini aku ingin membaca angka delapan belas
angka arab pada telapak tanganmu
Bersama kata-kata kalimatmu aku terus-menerus
mencari jejak langkahmu yang terkadang hilang tanpa sebab
masih tetap aku mencarimu di dalam buku
yang tergambar wajahmu
Kubuka dalam hening malam setiap bait kalimatmu
lalu aku mencari keberadaanmu saat kau sedih, senang
aku nyaris terhanyut oleh kasidah kalimat yang kau buat
sekian aku hanya melihat wujud wajahmu
di dua puluh enam huruf yang kau punya.
perahu yang engkau layarkan melewati sungai mataku
telah aku singgahi selama satu tahu lamanya
aku hanya pura-pura mencintai
dan menyayangi
mungkin saja engaku mencintai apa yang muski engkau cintai
menyayangi yang musti engkau sayangi.
(30, Juni 2012)
Solitude
PERNAH aku memiliki teman yang perkataannya
seperti racun di dalam madu
Andai saja aku memiliki teman seperti
buah kurma yang dilapisi gula-gula manis
Mungkin kini tidak ada racun
yang bersemayang di tubuhku
Tinggal menunggu
dan kesendirian tak lama lagi terlelap
seperti itu mungkin.
(01, Juli 2012)
Kini Engkau Memintaku untuk I’ tikaf
PADA gelap aku menelan malam_Mu
hingga aku tak sadar sedang berada di mana diriku?
mungkinkah aku berada di Jerman
belajar tentang banyak menyair puisi kerinduan
ataukah aku berada di Madinah
belajar menyair puis kemuliaan
Hanya saja kesekian kalinya
aku mendiamkan diri di dalam gelap
mengasingkan diri dan melupakan
kupu-kupu yang menghisap madu
dan mendatangi doa puisi penyair
diantara kota-kota yang sepi.
(12, Mei 2012)
Doa-doa yang Pulang
Semakin malam~maka kita akan lebih menemukan
Yang namanya dunia
Dan sesulit apapun~untuk memejamkan mata
keniscayaanlah yang harus benar-benar kita
hidangkan
Tahukah?
bahwa aku pernah bersabar menahan harapan
dan menanyakan apa itu doa?
Apakah kita pernah berdoa
seperti penyair yang menulis sya’irnya
dengan sesulit apapun
Mari kita menengadahkan wajah kita
pada takdir
hingga larut malam tiba
dan sebelum kita membuyar impian
setinggi langit.
(02, juli 2012)
Epitaf
RERUMPUTAN yang menerangimu, menangis
hingga membanjiri ladangmu
tanah-tanah terpikam menemanimu
seribu satu kali aku mendatangi rumahmu
Dan melihatmu yang kadaluarsa di ruang tanah
kubuka horden rumahmu~memekar
aku bisa melihatmu dengan jelas serupa matahari di siang hari
kini hujan menangis lagi dalam epitafmu
Di saat semua menatap tulisan di rumahmu
hanya aku yang terasingkan
dan gerimis mendatangi tempat semedimu tanpa kemuliaan do’a
Aku coba sekali lagi mendatangimu
ketika lama engkau membuka pintu rumahmu
aku coba mengetuk dengan jemari kananku
dan engkau segera membukanya dan menjulurkan tanganmu.
(15, Juni 2012)
Aku Ingin Hidup Bersama Penyair Arab
AKU mempunyai mimpi untuk hidup
dengan penyair Arab
belajar hidup sederhana
dan lalu cukup redam sendiri di dalam kamar
menyibukkan diri menyusun warna pekat
musti aku hidup di Arab
tempat para penyair bercermin,
mungkin jika kedatangan hujan
atas mimpi-mimpi sunyi
mungkin saja aku hanya bisa
merangkai amsal rindu musim dingin
menetaskan impian adalah
kepedihan yang paling terdalam
kini, aku ingin menikmati hidupku
di sisa-sisa malam yang hampir pagi.
(01, Juni 2014)
Di sini Madura, di sini Tembakau
MELIHAT hijau~melihat kemarau
padang ladang tembakau
hanya tanah kering kemarau
menjadi lambang sepenuh pulau
Di terik-terik cahaya~pada lantai kemarau
mereka seakan paham segala cuaca
Seorang terlihat sedang menanam benih embun
dan nafasnya hadir menggeliti keringat~perih
Berapa jumlah air mata yang musti mereka tumpahkan
terik-panas adalah takdir mereka
dan tak ada laki-laki dan perempuan.
(02, Juni 2014)
Ini Tentang Kenangan
AKU sering mencatat ruang licin,
musim hujan membasahi hati~sepi
sesepi gua di siang hari
musim gugur dan semua yang aku alpakan
namun kenapa menjadi fasih
terkenang dalam sebuah makolah
as-sama yang biru selalu lincah
menuturkan Al-kalimah sepuh
terus menggenangi bumi dengan puisi
dan memusimkan kepekatan setiap kali
mendatangkan kepedihan.
(23, Mei 2014)
Meski Kita Ketahui Itu
MEREKA kira aku sedang gelisah
memuntahkan darah~meringkih kepedihan
ditindas oleh warna bumi
kini aku bisa terlelap beralas kata
berbantal surat
dengan cayaha merah merona
aku melepaskan takdir pada meraka
mengamienkan hidup~mejemput maut
pada hutan hijau padam
serta di kepulauan kabut
yang tak musti diketahui
padahal mereka tak pernah tahu
seberapa lama aku membesarkan hidup
di hari keruh sampai hari kemulian~juma’at
yang harus dikenakan adalah ayat-ayat
tentang syair Al-Qur’an
yang menetaskan kemulian
ketika tiba sebuah harapan
dan hutan doa
aku mencukupkan sujudku
sedemikian rupa~yang engkau ketahui.
(25, Mei 2014)
Garam-garampun Ingin Menangis
BILAMANA sunyi mendatangi pulau kami
kami menyediakan diri memadamkan
garam-garam hujan~meninggalkan sahur
Batu-batu bernyanyi sunyi
menyesatkan takdir mewujudkan setiap rezeki
meskipun tak ada arti
kini geladak-geladak pertambakan
seperti hujan pagi~dingin menggigil
Tahukah engkau tanah-tanah kering
ke dalam asin lautan~pedih dan perih.
Garam-garampun ingin menangis
menanti asin laut
Ada hujan yang tak ingin basa
dan ada kemarau yang tak ingin kering
lalu apakah takdir itu sedemikian rupa
(26, Januari 2014)
Di Pertengahan Malam, Aku Sediri Meminta Sepi
SAAT aku berbuka
hingga tumpukan salju membanjiri
tempat darah menikam.
Bilamana petani-petani menangis,
di kemarau panjang~kesedihan mereka tergambar
lantas aku harus bagaimana
orang-orang yang melihatnya menjadi ada
Siapa bilang angin itu panas
debu-debu pasrah begitu saja
wahai, yang memberi hidup
kini tubuhku sudah berbau tanah
nanti malam~di pertengahan malam
aku akan sahur bersama tahanjjud
bisakah Engkau menemaniku
membawa apa yang Engkau namakan syafaat.
(23, Februari 2014)
Sepanjang Sungai Kapuas
AADAHKAH yang tersisa dari separuh kota
sudah tiga tahun aku tak menyemberangi
Sampan yang berlayar mendekati mataku
mengingatkanku pada air yang menenggelamkan
ikan-ikan
?
Duka di sepanjang sungai
melahirkanku~menyertai keberangkatanku
serupa terdengar bau karat tak habis-habis
kapal-kapal tanpa baju menjelajahi kebekuan
?
Kebarokahan selalu mengikuti
hidup kesederhanaan tanpa kelu dan bisu
(18, Mei 2014)
Di Sini Bumi Selalu Menada Amarah
ANAK-anak dedemit telah pergi mencari sepi dan sedih
barang kali dari trotoar ke trotoar mereka mendarat
tetap saja bangunan gubuk-gubuk tua tidak pernah lepas dari intaian
Ada yang mencium bau amis sampah hangus di pelupuk matahari
panas sekali lagi mendarat di kulit hangus tanpa daging
Bumi di sini selalu menadah amarah
menawarkan polusi
-aku datang ditinggal sendirian
aku berjalan sendiri di tepi-tepi sepi
benar keramaian tak pernah ada
Sekali ada tangisan anak-anak jalanan
yang ditinggal sendirian di riuh desir angin~membisik
kikil-kikil tulang yang tidur dalam mimpi
-aku tidak pernah merasakan hidup
mungkin saja aku akan merasakan hidup
jika Engkau menepikan sedih dalam hati
(11, April 2014)
Sajak Filosofi Kopi
SECANGKIR sepi mendekati hati
dicabik-cabik suara angin yang mendesir
nyeri batu menikam dalam bumi
berjalan dan langkahnya menjelma peta nasib
yang tak pernah ada kantuk tanpa sebab
dengan secangkir kopi kita hidup di malam hari
seringkali kita melakukan tanpa koma dan titik
ini dia hidup yang ingin dimengerti
hidupmu yang sendiri tanpa hidup dan mati
(17, April 2014)
Masihkah Engkau Mengerti
-MASIHKAH menelan batu hingga ke akar?
sedang yang anggun air matanya
adalah kupu-kupu yang rimbun tubuhnya
ini bukan dongeng dan juga bukan cerita
ini adalah sejara yang menyimpan banyak keshohehan
-jalan-jalan yang aku lewati menikung ke atas
engkau ingin dan aku ingin juga
masih aku cium sepuh anyir bumi
namun di lembah desa ini
engkau dan aku adalah rapuh dinding sepi
-jika suatu saat nanti
ada angin yang menyumbang keringat
dengan ini
masihkah engkau mengerti
kalau aku ini adalah engkau dan engkau adalah aku.
(13, Februari 2014)
Dosa Ini Adalah Dosa kita
-MALAM tumpah serupa banjir
dan kalau aku ingin berbicara
bahwa dosa ini adalah dosa kita semua
Selalu kesangsian yang menggamit-gamit hidupku
tak tahukah~kalau aku yang mengirim sebait sepi
pada orang-orang yang berjalan kaki
di trotoal-trotoal keanggunan kota-kota malam
-orang-orang kecil yang menghimpit tangannya
melarikan diri~dari pertemuan
Jika ada hidup yang meminta keburukan
maka itu bukanlah hidup
dan jika ada hidup yang meminta
kemuliaan~marilah kita sebut ia dengan
hidup yang sebenarnya
Tahukah dosa itu adalah kedurhakaan dunia
dan bila kita diam~membiarkan
maka akan celakalah kita di akhirat nanti.
(16, April 2014)
Surat Ini, Untukmu Pak
INI suratku Pak Presiden
aku menulis surat ini membutuhkan waktu tiga tahun
tahukah engkau? reta hati kami adalah serapu abu
Lihatlah di jembatan-jembatan sepanjang kota
aku selalu menemukan pengemis mengamit-ngamit
Kardus-kardus menjadi rumah
kalau seandainya engkau tahu
apa yang mungkin akan engkau lakukan
Apakah engkau akan membawa sebungkus nasi
dan sebotol air?
Atau engkau Duduk saja menghitung jemari tanganmu.
(23, April 2014)
Kota-kota Menepi di Sepi
KOTA-kota kering di sini
ada titik dan duri
Aku diam meghimpit di sepi
seribu tahun lagi
mimpi akan menjadi kenyataan
Inilah surga dan inilah neraka
pilih manakah?
jika kita untuk memilih
(10, Mei 2014)
Aku Hidup, Di Hari Sepi
AKU hidup dengan buku
jantungku sholat
dan mataku hujan
Aku pernah bermimpi menulis puisi
di Jerman bersama Goethe sang penyair pujangga
yang telah hipit menepi
o, takdir doakanlah aku dalam hirip pilu
o, takdir amienkanlah aku dalam mimpi.
(01, April 2014)
Engkau Terlalu Sepi
TERSUNGKUR pasrah
mengharapi kepastian~mungkin saja
dalam sunyi tahi-tahi besi mengikis sedih perih
kita bersama menyusun doa-doa baru
Sekian waktu kita habiskan di rawa-rawa
mewujudkan apa yang kita ingin
Engkau terlalu sepi untuk aku singgahi
mungkin ataupun tidak mungkin
suatu saat nanti umur kita akan menjadi
birahi dan luka-laku pun merintih~sudah sekian kali.
(10, Januari 2014)
Sampai Kalimat-kalimat Berjanji
SAMPAI burung-burung itu tak bisa terbang
engkau saja masih berfikir bagaimana
menjadi seorang alim
Setiap waktu mengucapkan kalimat-kalimat
kematian~kalimat 2 syahadat
-pada malam yang memberi kerinduan
engkau sengajakan hidup sendiri
di taman melati
-tahukah? Kurun waktu pernah menitipkan
mimpi~yang sering kita sebut dengan durjana.
(22, Januari 2014)
Ini Dia, Ini Malaikat
AKU pernah memasuki rumahmu
engkau menyimpan doa-doa surga bersama wahyumu
Jibril
Engkau datang dengan wahyu
begitu yang kami tahu
Mikail
Engkau datang dengan
nyawa-nyawa yang mengigilkan darah kami
Izroil
Engkau datang dengan sangka-kala
dan Engkau akan meniadakan apa yang ada
Aku sampaikan pesan-pesan
agar tak ada hidup seperti Harimau
yang menginginkan menyengsarakan mangsanya.
(30, Mei 2014)
Adapun
-DIMANA sempat kubayangkan alam tertawa,
daunpun menyapa
seribu tahun atau sampai mati nanti
aku hidup dengan yang namanya kebarokahan
hidayah yang selalu datang dariMu
lukai saja hidupku dengan pilu
dan irama hidup yang meringkih
(27, Januari 2013)
Hujan di Doamu
IBU!
Pernah aku menangis di rindumu
karena dalam diriku
tak ada petir yang menerangi jiwa
Merah jambu wajahmu
ingin mengalirkan mimpiku
namun, tak ada jalan yang dapat di lewati
Ingin aku meminta hujan doamu
musti aku mengakui aku membutuhan
setiap nafas doamu
Yang ada dalam nanar mataku
justru hidupmu dan hidupku
Engkau adalah aku
dan aku belum tentu engkau.
(05, April 2014)
Tangis Matamu yang Meninabobokan Tubuhku
DAN pada perjalanan pulang kali ini
-di perjalanan
setiap kali aku melihat ke kanan dan ke kiri
dosa-dosa selalu tiada henti
melirik
seakan ingin memusnakanku
dan sesekali membangkinkanku lagi
mematikanku lagi
dan menghidupkanku lagi
kini dan nanti
tangis matamu meninabobokan tubuhku
jika aku ingin
maka dengan mudahnya aku mendapatkan
muski benar maupun salah.
(09, Mei 2014)
Ekuilibrium Ini
ADA yang memandangiku
seperti memandangi dewa-dewa birahi
lantas apa dan bagaimana ini bisa terjadi?
Dulu aku sendiri pernah manjadi engkau
dan kini aku hanya dan selalu memandangi
apa yang tak kunginkan
Perlu diberitahukan
betapa aku sangat membenci ini
membenci apa yang tidak bisa aku benci
(29, Februari 2014)
Barangkali Baju Ini untuk Hadiah Ibuku
BARANGKALI ini untuk hadiah ibuku
sebab, baju ini sebek di lengannya
karena aku tahu, setiap kali ibu, ingin aku belikan baju yang baru
Ia mengatakan “tidak apa-apa cukup baju sobek yang ibu pakai ini,
lagi pula ibu sudah tua” muski begitu
di kursi beku, tempat kami berbincang dulu
ibu duduk mungkin saja mengeja umurnya
atau tidak memikirkan hidupku
dan umurku.
(25, April 2014)
Seperti Hari-hari Sebelumnya
DADAKU busung
seperti hari-hari sebelumnya
Anak-anak kecil menghibur duka
mengundang gelak tawa kita
Pernah aku percaya
bahwa keajaiban itu benar-benar ada
Matahari kutemukan tersungkur
mendoakan apa-apa yang tekubur
Tahukah engkau niatku?
aku ingin membawamu kepada jalan Ilahi
kini aku menabahkan diri
seperti apa yang diinginkan
hati berpuisi
aroma-aroma rumahku kini menjelma firdaus
-di gelas wisky aku menyingkirkan mabuk!
kalangkabut dalam beliung
muski tidak aku temukan suara keras
justru yang aku temukan suara-suara halus
menuluskan hatiku.
(11, April 2014)
Lukisan Kaligrafi
RUH-ruh huruf yang kini terangkai
dan menghilang di akhir baa’.
memberi janji yang abadi
seabadi air
dengan ini aku insafkan diri
berkali-kali
dan aku mencuci, menjemur
setiap langkah-langkah
belum pernah sama sekali
aku menyibukan diri menulis di setip langkahku
dengan nama-namanya~99 nama
muski ada yang tidak senang padaku
mungkin saja aku terlalu malu dan sungkur
pada genggaman pilu.
(25, Maret 2014)
Perempuan Dalam Mimpiku
YANG mengajakku untuk menulis
dan menidurkan bantal-bantal perahu
perlu aku jelaskan perempuan dalam mimpiku
Setiap kali aku ingin memberangkatkan diri
ke alam mimpi
selalu ada yang bernyanyi semerdu
burung kakaktua
Tiap kali aku ingin kembali ke tempat tidurku
ada saja lagu-lagu menuturkan kedustaan
dan kesatrian pun tak lagi menemukan dirinya.
(10, April 2014)
Seperti Suara yang Engkau Cemar
TERKADANG hanya membuat ribuan simulasi
menjelaskan teka-teki akar
Semenjak aku mendengar ratapan hidup
yang pernah engkau bisikkan
Aku menginginkan menjelaskan
diantara akar-akar berduri
Seperti suara yang engkau cemarkan
menafaskan segala sesuatu
Alasan kenapa aku menginginkan
aku tahu bahwa jelas sudah
doa-doa menahmidkan takdirku
menjadi sesorang yang dibenci
oleh bait-bait puisi.
(28, Januari 2014)
Debu-debu di dinding Rumah
TAK pernah aku selesai menghapus
debu-debu menempel
di rumah
Pada jendela dan langit-langit
yang tercipta dari kutipan rindu
di setiap sisa-sisa pecahan beling
Pernah aku menitipkan rindu padamu
hujan-hujan seringkali mengganggu
tempat perteduhan kita
Cacing-cacing di perkarangan rumah
membuat jalan-jalan
menyesatkan langkah-langkah
dan tahukah? tahun-tahun adalah bahasa waktu.
(12, Januari 2014)
Lagu-lagu yang Menceritakan
Masih aku menggambarkan lagu-lagu
mendengarkan hikayat-hikayat tentang
luka-luka hidup
Lagu-lagu yang aku putar memunafikan keadaan
dan setiap aku menulis sya’ir-sya’ir
justru selalu membuatku tenggelam pada keduarhakaan
kini aku membutuhkan hidup yang memberikanku sejuta mimpi
seperti hujan yang memberi kesegaran pada tumbuhan
mungkinkah mimpi itu bisa aku tengadahkan
pada setiap keadaan?
(27, Mei 2014)
Setinggi Bintang Sedalam Laut
OBROLAN-obrolan yang dimulai sejak pagi
hingga kita melihat matahari tak tampak lagi
telah menjadi lukisan di atas air
Obrolan kita tiba-tiba terhenti oleh jumlah kata
yang tercatat dalam bait-bait luka
Setinggi bintang dan sedalam laut
percakapan kita
Pernahkan engkau tahu bahwa di meja makan
teman dan musuh sama saja.
(28, Mei 2014)
Sebuah Kata yang Membenciku
ADA yang datang padaku pagi-pagi
saat semua didih pagi menyelusup
di dalam darah-darahku
Sekali lagi, di pagi ini
engkau datang padaku menuliskan rindu di dadaku
Kini, setelah kedatanganmu aku sering hidup sendiri
tanpa hari
inikah yang dinamakan abadi
sedangkan dunia tak lagi sepi
sesepi alam kubur
Padahal aku ingin seperi raja Jamshid
yang selalu gembira
dan selalu menulis puisinya di atas batu-batu.
(20, April 2014)
Biografi Penulis:
ACH. SHOBIRIN, sedemikian nama yang diberikan kedua orang tuaku. Biasanya tema-teman memanggil dengan panggilan akrab Shob. Di sini tak ada yang perlu ditulis dengan panjang karena tidak ada yang perlu dipanjangkan dan tidak ada pengalaman yang musti saya ceritakan.
LAHIR pada tanggal 19 Juli 1996 di kota Pontianak Kalimantan Barat. Pernah belajar di SMPN 02 Kualamandor B Pontianak. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantern Al-Amien Prenduan Sumenep Madura. Belajar tulis-menulis baru dua tahun selama menyantri di Al-Amien. Dan sekarang sedang mempelajari Bahasa inggris dan arab di Pon-Pes Al-Amien Prenduan.
seperti menikmati sepotong kue
seperti menikmati sepotong kue di sore hari yang rintik, lembut, dingin, maknyus, hemm. bagus sekali puisinya. jd ingin belajar banyak dari kata-katanya
Dingin Dan Sejuk
Betapa indahnya ^_^ Salam
PUISIKU
Waktu terus berlalu
Seperti roda yang terus bergulir
melewati hambatan dan rintangan
yang tak pernah putus
mencari tujuan pasti
tuk bawa sejuta harapan
untukmu seorang
tapi, satu hal yang pasti
hidup tak abadi
aku akan mati
membawa sejuta mimpi
tuk dihidupkan alam nanti
saya cinta
simbolis, penuh tanda. sederhana sekaligus kompleks. indah tanpa dindah-indahkan. penyampaian seperti ini perlu kematangan. kalau saya bilang saya suka kayaknya cemen. saya cinta!
Tulis komentar baru