Antara
Oleh: Aisyah Dayu Suci
“Arghtt... Tidak! Stop lakukan ini!” mataku nyalang menatap nanar orang di depanku. Dengan erangan yang tidak biasanya kulakukan. Sebenarnya baru kali ini aku merasa emosiku telah mencapai titik klimaksnya.
“Apa maksudmu? Kau yang melakukan ini semua padaku!” cercahnya sambil berkacak pinggang. Jauh lebih ganas daripada yang ku lakukan padanya.
“Apa salahku padamu? Hentikan kelakuan busukmu itu sekarang juga” urat dileherku serasa akan putus sekarang juga. Untungnya aku masih bisa sedikit lebih bersabar.
“Tidak akan. Tidak akan dan tidak akan pernah, hingga keturunanmu yang ketujuh sekalipun” erangnya ganas. Hancur sudah kaca yang di pegangnya.
Aneh sekali. Aku tidak mengerti dengan ini. Terlalu rumit semua yang ada di kepalaku. Berputar-putar, menciut, dan entahlah. Pusing aku jika memikirkan itu terus. Tak lama lagi usiaku akan segera bertambah. Tidak, sebenarnya tidak bertambah. Malah sepertinya masa-masa hidupku di dunia akan segera berakhir. Ah, menyadihkan sekali terlahir didunia ini. Belum apa-apa saja sudah harus pergi lagi. Seharusnya aku bisa abadi hidup di dunia ini. Sudahlah, sama saja. Hidupku akan terus dibayangi oleh hitam, walaupun aku sangat suka terhadap putih.
Hari ini huajn turun dengan derasnya, aku bertemu dia lagi. Si Hitam yang selalu saja menggagalkan apapun yang akan aku lakukan. Dia selalu menganggap aku buruk. Padahal apa yang kulakukan itu benar. Tapi betapapun aku marah padanya tak pernah sekalipun aku benci padanya. Aku tidak suka dengan kata itu. Tak lengkap hidupku tanpa Si Hitam di sampingku. Kita memang sudah ditakdirkan untuk berjodoh hidup di dunia yang fana ini. Bukan Si Hitam namanya kalau sehari saja tidak berulah dan merepotkanku.
“Mau apa lagi kamu?”
Si Hitam yang kaget dengan kedatanganku secara tiba-tiba langsung murka seketika. Aku takut apabila saat-saat seperti ini terjadi lagi. Yang ada hanya perdebatan panjang tanpa koda, dan klimaks dimana-dimana.
“Apa urusanmu? Ini urusanku dengan manusia itu. Masalah?” balasnya dengan tatapan sinis mata berlensa merah yang selalu tampak melolot tajam.
“Itu bukan urusanmu. Biarkan dia menjalankan hidupnya sendiri. Kembali saja kamu ketempat merahmu itu. Oh iya, tak bisakah kau membesihkan tempat peristirahatanmu itu? Hanya hewan menjijikkan saja yang sudi masuk ketempat sampah kau itu.”
“Hey.. jaga mulutmu itu sobat! Kenapa kau selalu saja ikut campur segala urusanku. Aku tidak pernah melarangmu untuk melakukan apapun yang kau suka. Aku suka manusia itu, dan aku suka rumahku yang sekarang.”
SI Hitam bergerak maju kearahku. Nampaknya, Si Hitam telah siap untuk menyerangku lagi. Tongkat panjang yang selalu ia bawa kemana-kemana telah mengacung tegak dan gagah di udara. Biasanya, kelakuannya ini akan membuatku pigsan sesaat. Tapi tidak untuk saat ini. Aku sudah lebih waspada dari biasanya.
“Kenapa kau diam saja? Pergi kau dari sini. Aku jijik melihat wajah cantikmu itu. Tidak bisakah kau bersikap yang wajar saja kepadaku? Jangan mencampuri urusanku jika tak ingin urusanmu dicampuri juga. Ingat itu baik-baik!” Erangnya kuat dengan tatapan tajamnya yang tidak pernah berubah sedikitpun kapadaku.
“Tapi..”
“Pergiiiiiiii….!”
Asap tebal dan wangi bunga kasturi mewakili kepegianku dari hadapan Si Hitam.
awa
Sebernarnya aku tidak pernah mencampuri urusan orang lain. Itu bukan sifatku. Tapi kalau menyangkut tentang manusia-manusia itu, aku tidak bisa membiarkan Si Hitam melakukan apapun sesukanya. Tapi aku diciptakan bersamaan dengannya. Aku Si Putih tak pernah mau melihat saudaraku jauh dari yang seharusnya. Aku sempat bertanya kepadanya, mengapa ia sangat senang untuk mengganggu orang lain. Lantas, hanya tamparan keras yang kudapatkan. Aku merasa sangat direndahkan, dilecehkan, dan tidak dianggap sama sekali. Sampai-sampai baju putihku harus lecet terkena serangan maut dari tongkat kesayangannya itu. Kali ini aku harus kembali berkeliling untuk bisa mendeteksi keberadaan Si Hitam sekarang. Sudah sejak siang tadi aku tidak melihat dia berkeliaran di rumah merahnya yang menjijikkan itu. “Baiklah, aku tidak boleh mengeluh, aku tidak boleh mengeluh. Aku bisa! Ia Putih, kamu pasti bisa.” Hanya kata itu yang selalu kutanamkan dalam hatiku. Sebagai kekuatan baruku. Aku tidak boleh sekalipun lengah apalagi jenuh kepada Si Hitam. Aku haus tetap kuat dan bertahan. Selama bumi belum hancur, aku harus tetap bisa mengawasi Si Hitam. Aku sudah berjanji kepadanya, kepada Tuhanku yang Maha Esa.
waw
Kemarin aku mendengar manusia itu berdebat. Masalah sepele menurutku. Hanya membicarakan masalah acara ulang tahun teman dari teman manusia itu. Sebenarnya aku juga kurang paham dengan kegiatan-kegiatan aneh yang akan mereka lakukan nanti. Padahal manusia itu juga akan segera berulang tahun esok pada harinya lagi. Apakah dia sudah lupa? Aku tidak akan mempermasalahkan itu. Ada satu kata yang paling kuingat dan paling tidak kumengerti dari percakapan mereka. Mereka ingin mengerjai pacar mereka masing-masing. Seperti itukah pergaulan masa muda saat ini? Dan aku yakin pasti ada Si Hitam di balik demua ini. Pasti dia yang menyumbang ide untuk ini semua. Aku tidak percaya saudaraku akan mempunyai otak kriminal seperti itu. Aku selalu berharap dia bisa berubah, tapi nyatanya? Doakan saja dia cepat bertaubat. Aku juga sudah berusaha untuk selalu menasihatinya.
awa
Hari ini, tepat hari dimana aku, Si Hitam dan manusia itu berulang tahun yang 22 tahun. Dua puluh dua tahun lalu kita dilahirkan bersama di tempat yang sama dan waktu yang sama. Tapi mengapa sikap kita berbeda satu sama lain? Aku Si Putih, berbeda dengan Si Hitam. Tetapi manusia itu akan bersikap seakan-akan dia itu aku, dan dia itu Si Hitam. Dua kepribadian menurutku. Walau terkadang kepribadian itu juga selalu mempersulit nuraninya, karena hatinya sudah dibelenggu oleh kejamnya sihir dari Si Hitam yang memaksa egonya untuk selalu menang. Aku percaya, semua yang hidup di dunia ini diciptakan secara berpasang-pasangan. Ada cantik dan jelek. Ada cerdas dan bodoh. Adapula jahat dan baik. Itulah aku dan Si Hitam. Kami hidup bersama selama dua puluh dua tahun di dalam tempat yang sama. Hanya pembagian tempat di dalam tempat itu yang berbeda. Manusia itu sering kali bertanya kepadaku tentang apa yang sebaiknya dia lakukan. Dan secara ajaib pula Si Hitam muncul menawarkan argumennya. Aku sebenarnya kasihan terhadap manusia itu. Hatinya selalu saja berperang dengan egonya yang memang sangat-sangat tinggi itu. Andai dari awal aku bisa memilih, aku lebih baik idak perlu dilahirkan di dunia ini saja. Sangat sulit sebenarnya untuk bisa hidup ditempat yang sama dengan Si Hitam yang sangat keras kepala itu.
Aku dan Si Hitam sebenarnya tinggal di dalam sebuah organ yang sangat rapuh. Iyap, benar sekali. Aku dan Si Hitam hidup di dalam HATI. Tepatnya di dalam hati manusia itu. Kami adalah makhluk yang diutus Tuhan untuk menjaga dan mewarnai hari-hari manusia itu. Ditambah lagi aku harus mampu mengurangi sifat busuk Si Hitam yang diwariskan kepada manusia itu. Perkenalkan, aku dan Si Hitam adalah sisi baik dan sisi buruk yang akan selalu berdampingan. Tapi tenang saja, tak akan kubiarkan Si Hitam meloloskan ide-ide liarnya lagi. Tidak akan pernah, karena aku sudah lebih kuat sekarang. Karena aku dan manusia itu sudah tidak bisa dipisahkan lagi.
Tamat J
Komentar
Plok Ada beberapa kesalahan
Plok
Ada beberapa kesalahan sih, tapi sudah bagus kok.
Jessica♢[Kazhara♡]
ia makasih kritiknya. saya
ia makasih kritiknya. saya juga masih belajar
ia makasih kritiknya. saya
ia makasih kritiknya. saya juga masih belajar
bagus kak' aish
bagus kak' aish
mute.
makasih de muth :D
makasih de muth :D
Tulis komentar baru