Audrey, Sachi, dan Rose sedang rebahan di kasur empuk di kamar Green. Sementara yang punya kamar duduk dengan asyiknya di atas rak buku setinggi dua meter, sambil menggoyang-goyangkan kaki sesekali terdengar letupan permen karet dari mulutnya. Saat ini mereka sedang sangat bosan, juga jengkel. Bosan karena besok ada ulangan ‘Sejarah’, dan jengkel karena baru saja menerima hasil ulangan ‘Fisika’ minggu lalu. Bayangin aja, mentang-mentang mereka teman sekelompotan, masa nilainya harus kompak begitu: delapan ketawa alias tiga! “Padahal,” celetuk Sachi tiba-tiba,” aku sudah yakin betul soal nomor dua sudah kujawab sebaik mungkin, karena bukan soal hitungan. Soal itu bobot nilainya dua, jadi paling tidak aku sudah dapat lima. Kaget sekali aku waktu kertasnya dibalikin, ternyata salah total. Pak Iman malah marah-marah dan memanggil aku keruangannya mananyakan tentang jawaban yang aku berikan kenapa bisa begitu. Untung ada Audrey yang menjawab, “Apa yang dimaksud dengan konduksi?” “lalu, kau jawab apa?” Tanya Green. Muka Sachi memerah saat berkata, “salah satu alat kontrasepsi yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan,” Teman-temannya cekikikan. “Terang saja beliau senewen,” kata Green disela tawanya.” Soalnya yang ditanyakan itu bukan ‘apa yang dimaksud dengan kondom’. Dasar Sachi, kau harus segera periksa mata.” “Aku juga salah nomor lima,” lapor Rose dengan wajah terlipat tiga.” Padahal pertanyaannya gampang: ‘kenapa benda yang dilempar ke atas selalu jatuh ke bawah?’ eh salah juga.” “Jawabanmu pasti ngawur.” Menurutku tidak. Kujawab begini: ‘karena tidak ada benda yang jatuh keatas. Kan seharusnya benar, kalau jatuh pasti kebawah. Gara-gara itu aku kehilangan nilai satu. Teman-temannya cekikikan lagi. Pendek kata, kali itu nilai mereka benar-benar menyedihkan, karena memberi jawaban seenak perut. Siapasih guru yang tidak naik pitam saat membaca jawaban ‘Orang yang kurang kerjaan menciptakan hukum-hukum dan rumus-rumus gravitasi sehingga para pelajar tidak bisa menonton Dawson’s Creak’. Mereka berempat memang sedikit ‘payah’ kalau ketemu pelajaran ‘Fisika’, Matematika’, dan ‘Sejarah’. Dua yang pertama sudah jelas, karena selalu menghadapi soal hitungan. Pelajaran terakhir juga mereka benci karena amat padat dengan tanggal dan tahun kejadian berbagai peristiwa. Audrey melukiskan tahun kejadian itu sebagai jaman dimana manusia belum tahu apakah mereka yang bersaudara dengan monyet, atau monyetlah yang bersaudara dengan mereka’. “Kalau sudah tamat esemu dan melanjutkan kuliah,” kata Sachi,” aku pilih jurusan yang tak berhubungan dengan matematika.” “Aku juga,” timpal Green.” Cuma bikin pusing, tapi tidak ada gunanya. Siapa diantara kalian yang bisa menjelaskan, apa perlu kita tahu cara menghitung volume bola, atau berapa beda masa suatu benda di bumi dan dibulan?” Tiga kepala serempak menggeleng. “Yah lupakan dulu soal itu, kan udah lewat. Yang harus kita lakukan sekarang adalah memikirkan bagaimana cara terbaik menguasai catatan ‘sejarah’. Aku nggak mau lagi dapat nilai perut buncit seperti bulan lalu,” gerutu Rose. “Ada yang sudah belajar?” Green melompat turun dari rak buku, lantas bergabung di ranjang. “Aku sudah coba baca sedikit,” sahut Audrey. “Tapi aku tetap nggak mengerti kenapa Andreas Bonofacio dan Emilio Aquinaldo membentuk liga pembebasan Philipina, padahal mereka tidak pernah mengikuti pertandingan sepakbola.” “Mungkin waktu itu mereka kekurangan dana, “celetuk Green. Sachi dan Rose mengangguk setuju. Bener-bener payah. “Tapi setidaknya aku tahu apa itu Boston Tea Party,” sambung Audrey dengan wajah bangga. Teman-temannya menatap kagum. “Jelasin dong. Pasti akan lebih gampang mengingatnya kalau diterangkan oleh orang lain daripada harus di hafal.” “Betul. Aku tanya Bob tadi pagi.” Bob itu abang Audrey yang sudah kuliah semester dua. “katanya itu adalah pesta minum teh antara pihak Amerika dengan pihak India timur, yang dilakukan di atas kapal. Bob bilang, mereka menyeduh teh dengan air laut.” “Apakah tidak berbahaya bagi kesehatan?” tanya Sachi polos. “Kurasa tidak,” jawab Green,” hanya saja, mungkin teh mereka rasanya agak asin.” Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan muncul sebuah kepala di susul badannya, Joe. Adik bungsu Green yang duduk di kelas dua esempe, memandangi mereka berempat dengan tatapan serius. “Ada apa Joe?” tanya kakaknya. Aku sedang belajar untuk ujian ‘Biologi’ besok, tapi ada beberapa hal yang membuatku bingung. Siapa diantara kalian yang paling jago ilmu hayat?” “Tiga jempol kaki terulur menunjuk Sachi. “Oke, Joe,” kata Sachi.” Silahkan tanya,” “Satu, Apakah daun putri malu selalu menutup bila disentuh?” Sachi mengerutkan dahi beberapa saat, sebelum dengan nada yakin menjawab,” tergantung bagian sebelah mana yang kau sentuh, soalnya dia jugakan makhluk hidup, sama saja seperti kita.” “Joe mengangguk tanda mengerti.” Dua, apa yang dimaksud dengan simplast dan apoplast?” “Itu nama sejenis plester pembalut luka. Yah, seperti Hansaplast, gitu lho.” “sekarang yang terakhir. Kenapa ayam dan beberapa jenis unggas menelan batu-batu kecil pada saat mereka mematuk makanan?” “Karena pada zaman krismon seperti ini, tidak banyak orang mau royal menebur jagung atau beras. Mahal sih.” Well, cukup,” putus Joe. Aku jadi paham kenapa teori Darwin mengatakan bahwa manusia berasal dari monyet. Ada contoh barang disini.” Sepeninggal Joe, keempat dara itu cekikikan. Sachi benar-benar jago ‘Biologi’ kok. Kekonyolan tadi sengaja dilakukan supaya Joe cepat keluar. Cowok itu selalu ingin tahu pembicaraan mereka dan suka menyindir. “Oke, kita mulai belajar,” ajak Audrey.” Coba jawab, tahun berapa Napoleon Bonaparte meninggal dunia?” “yang pasti,” sahut Green,” orang tuaku belum lahir.” Mereka kasak-kusuk mendiskusikan jawabannya, tapi tak ada satupun yang sungguh-sungguh. Semuanya ngawur. “Gini aja deh,” putus Rose. Supaya lebih terjamin ada baiknya kita tanya nenekku. Bagaimana?” Tiga jitakan maut mendarat dikepalanya. “Sadarlah, wahai upik, nenekmu sudah Almarhumah.” Mereka mencoba beberapa kali lagi, tapi mereka mengantuk dan memutuskan tidur siang dulu sekitar dua jam, baru nanti dilanjutkan. Dalam tidur itu mereka bermimpi dijebloskan kepenjara Bastile dan menunggu hukuman mati karena menghina Napoleon Bonaparte. Audrey mendapat giliran pertama berhadapan dengan Gouillotine. Tepat saat pisau penjaga diturunkan, ia menjerit dasyat. Dan… mereka terbangun. Betapa histerisnya keempat dara itu ketika melihat jam dinding menunjukkan pukul 18.00 lewat. “Astaga…” pekik mereka berempat. “Sachi hampir menangis saat berkata,” ini sudah hampir malam dan kita belum tahu apapun, padahal ujiannya jam pertama.” Tampang ketiga temannya tak kalah kusut. Ketika beranjak pulang, entah kenapa dalam benak mereka tertanam kesimpulan yang sama: bahwa pak Markus adalah Napoleon Bonaparte yang bereinkarnasi untuk menghukum mereka, serta meyakini bahwa Jimmy Carter dan Ronald Reagan adalah orang yang sama. “Aku yakin,” kata Green serius saat mengantar para sahabatnya kepintu,” George Bush bersaudara dengan George Michael.” Bener-bener payah!! Sehari setelah ujian sejarah diadakan, Audrey tampak muram dan tidak bersemangat. Hasil tes sudah langsung dibagikan pada saat mereka pulang, dan diantara mereka berempat memang hanya dia yang dapat nilai enam setengah yang lain bervariasi. “Sudahlah, Drey,” bujuk Rose,” Cuma beda dikit kok. Itu juga karena kau salah menuliskan nama belakang penemu mesin uap menjadi ‘wati’. Beliau akan memakluminya.” “Benar,” sokong teman-temannya.” Yang penting kau kan tidak menghalangi proses terjadinya Revolusi Industri.” Audrey mendesis jengkel, ”teman macam apa sih kalian ini, masa nggak tahu kalu aku sudah putus hubungan dengan ember?” Ketiganya terdiam. Berarti Audrey bukan bersedih karena nilai ulangannya yang minim. Lalu apa yang terjadi? “Drey,” tegur Green hati-hati,” kau sedang punya masalah ya? Coba ceritakan, siapa tahu kami bisa bantu.” Lama sekali Audrey baru menjawab, yaitu… dua minggu kemudian, pada saat keadaannya sudah makin tak karuan. “Aku lagi… jatuh cinta,” kata Audrey lirih. Teman-temannya melotot, jatuh cinta? Itu memang bukan hal yang aneh, kalau saja yang mengalaminya adalah orang lain. Tapi ini teman mereka: Audrey! A-U-D-R-E-Y! “Kau mengingkari perjanjian kita!” tuduh ketiga teman-temannya.” Kita kan sudah sepakat tidak akan jatuh cinta sebelum kutub utara pindah ke Padang, supaya kita bisa main Ice Skating!” “bukan begitu,” gumam Audrey lesu. Aku ingat kok, justru itu aku jadi kusut seperti ini. Aku ingin setia sama ikrar kita, tapi nggak bisa membohongi hatiku, cintaku. Aku bingung.” Sachi, Green dan Rose tak berkomentar. Mereka iba juga melihat sang teman yang begitu menderita dilamun cinta. “Apa kelebihan cowok itu sampai kau bisa jatuh cinta?” “Dia putih, tapi lembut, baik hati, penyayang.” “Apakah dia tahu tentang perasaanmu?” “Tidak.” Audrey menyeka mata. “Kalau kau memang amat mencintainya, kenapa nggak jujur aja?” “Berterus terang tentang perasaanku? Justru itu buat aku stres. Dia seorang artis top!” Teman-temannya shock berat. Jadi Audrey mencintai orang yang hidup dalam dunia khayalan? Ini benar-benar kesalahan fatal. Pantas saja Audrey tampak sangat terpukul dan tertekan batin. “Siapa namanya, Drey?” “Tobey Mc Guyoe.” “Dan… dimana dia sekarang?” “Sedang berayun-ayun jadi spiderman, demi misi penyelamatan umat manusia dari penderitaan.” Mereka terdiam sejenak. Kasihan Audrey. Agak-agaknya dia… BENER-BENER PARAH.
— BY VIVI FADHILA REZKI
Komentar
Tulis komentar baru