Skip to Content

Kabar untuk Simbah Kakung #5

Foto Veronica Um Kusrini

#5

Yudas.  Yudas yang mencium Yesus. Cerita tentang Yudas ini memang menarik. Namun yang lebih menarik adalah pesan yang disampaikan. Dia  berpesan satu hal yang belum kumengerti sampai hari ini. Beginilah pesannya “Nduk, kalau kamu besar nanti, sayangilah orang lain seperti ibu itu menyayangi anaknya, lihatlah! Jangan seperti Yudas, meskipun sama-sama mencium, namun Yudas itu sungguh tidak baik!” Aku bingung, aku tidak mengerti, kenapa Yudas, orang yang menyanyagi dengan mencium kok dikatakan tidak baik. Aku ingin bertanya kembali kepada simbah kakung, namun tidak tega karena kini cara berjalannya masih agak terseok. Pasti sakit sekali dadanya. Karena kalau tidak terlalu sakit, dia akan terus bercerita dan bercerita.

            “Bagaimana Nduk, kamu jadi ikut bulik ke kota to?” Pertanyaan kakek mengingatkan aku akan ajakan bulik. Aku akan di ajak ke kota. Hatiku berbunga-bunga mengingat hal itu. “Kalau sampai di sana, jangan lupa ke gereja ya!” Itu pesan yang diberikan simbah kakung kepadaku. Aku diam namun hatiku berkata iya.

 Ya, tiga hari lagi aku akan ke kota. “Apakah simbah tidak ikut?” tanyaku. “Simbah di rumah saja, Nduk. Simbah harus banyak istirahat.” Ya, aku setuju dengan perkataan simbah, namun aku terus bertanya-tanya, kalau nanti au ke gereja tidak bersama simbah, siapakah yang akan bercerita kepadaku di perjalanan. Kupandang sekali lagi wajah simbah, sangat pucat seperti kertas. Kami terus melanjutkan perjalanan ke gereja. Aku sebenarnya kawatir dengan keadaan simbah kakung, namun kutahan rasa itu, kuringi langkah kakinya. Gereja masih agak jauh, masih ada satu tanjakan lagi.

Tuhan Yesus, tolong bantu simbah ya, biar sampai ke gereja. Kataku di dalam hati sambil membenarkan letak tempat nasi yang kubawa untuk Romo. Langkah simbah kakung semakin tertatih. Kami berhenti untuk berisitirahat. Tidak ada cerita, semuanya sunyi. Teman-temanku yang tadi ingin mendegar cerita simbah kakung sudah berjalan terlebih dahulu, meninggalkan aku dan kakek berjalan berdua. Rupanya mereka suka dengan kakek karena cerita yang sering kakek berikan. Ketika kakek tak sanggup lagi untuk bercerita, mereka semua meninggalkan kami. aku bingung harus menilai mereka baik atau jahat, sau hal yang pasti, aku tidak akan meninggalkan simbah kakung dalam situasi seperti ini.

Ayo Mbah, pelan-pelan dan teruslah melangkah. Gereja sudah dekat, kata hatiku. Dia meminta lagi air putih, sesuatu yang tak biasa dia lakukan sebelumnya. “Simbah, baik-baik saja?” tanyaku. Dia diam tak menjawab. Kini aku sangat cemas. (*****bersambung)

***

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler