#3
Simbah Putri benar-benar tidak ada di kebun sekitar daun sirih itu ditanam. Aku tidak kehilangan akal, maka kucari di warung. Dan benar, simbah ada di sana. Kulihat di tangannya beberapa butir obat. Ohh, rupanya simbah putri membeli obat, pasti untuk simbah kakung. “Ini obat sekalian untuk persiapan simbah Nduk, besok kan hari Minggu, simbahmu pasti akan ke gereja. Harus dibelikan obat agar sesak nafasnya tidak kumat, sekalian untuk persiapan di perjalanan, simbah kuatir nanti kumat di jalan, kalian tidak bisa mendengar simbahmu bercerita”
Ya, simbah putri benar sekali. Simbah kakung dan simbah putri mempunyai kesukaan yang sama, yaitu bercerita. Tapi, simbah putri kurang jelas kalau bercerita, karena di mulut simbahku selalu tersumpal oleh susur[1], maklumlah simbah putriku ini penyuka sirih. Bibirnya akan berwarna merah darah jika sudah nginang. Kalau sudah begitu, simbah putri akan lebih sibuk dengan kagiatannya memutar-mutar susur dibanding memperhatikan jalan ceritanya.
Amat berbeda dengan simbah kakung. Simbang kakung adalah pencerita yang hebat. Apapun yang diceritakannya selalu mudah kuingat. Demikian pula setiap kali kami akan ke gereja, dia akan bercerita kepadaku dan teman-teman tentang orang-orang suci. Simbah kakung kadang bercerita tentang Santo Paulus, Santa Veronica, Santa Monika, Santa Maria, dan masih banyak lagi. Selain santo –santa, simbah kakung juga sering bercerita tentang Nabi Musa, Nabi Nuh, Nabi Elia. Tidak lupa juga simbah kakung bercerita tentang Adam dan Hawa serta ular yang menyelundup di pohon yang buahnya terlarang.
Itulah yang membuat perjalanan kami menjadi lama. Simbah kakung akan memakai apa saja sebagai alat penjelas pada saat bercerita. Ketika kami melewati sungai, maka dia meminta kami untuk membayangkan bagaimana Nabi Musa membelah laut dengan tongkatnya. Ketika kami melalui jalan yang sangat menanjak, maka dia akan bercerita bagaimana Tuhan Yesus naik ke bukit. Ketika kami berjalan di jalan menanjak dan harus membawa sekalian daharan[2] untuk Romo, maka simbah kakung akan bercerita bagaimana Yesus harus naik ke Gunung Golgota sambal memikul salib.
Kalau aku hanya membawa dua kelapa muda sebagai minuman untuk Romo, maka yang Tuhan Yesus bawa adalah kayu salib yang dipakai untuk menyalibkan-Nya. Apa yang kami alami tidak seberapa dengan apa yang Dia alami. Akhirnya aku pun diam, sambil tetap membawa dua buah kelapa muda itu. Sangat berat sebetulnya, kepalaku seperti mau pecah rasanya karena nyunggi[3] dua kepala muda itu. Di dalam hati aku berdoa semoga Romo senang dengan kelapa yang kubawa ini.
Karena agak lelah, berhentilah kami di sebuah batu besar, istirahat sejenak. Di sinilah, di tempat inilah mbak kakung minggu lalu berjanji akan bercerita tentang hal yang sangat mengerikan. (*** bersambung)
[1] Tembakau yang dipakai untuk membersihkan gigi saat mengunyah sirih.
[2] Makanan.
[3] Membawa barang dengan meletakkannya di atas kepala.
Komentar
Tulis komentar baru