Seorang lelaki muda tengah berada di dalam kamar pengapnya, ia baru saja merangkai apa yang sejak lama ia buat dan itu belum lagi selesai. Sebuah sayap…maksudnya sepasang sayap yang ia sangat berharap akan bisa terpasang dipunggungnya, dan bisa ia pergunakan untuk terbang. Terbang setinggi elang untuk meraih mimpinya. Ia baru saja merangkaikan sehelai bulu yang terakhir, dan belum lagi bisa melanjutkan rangkaian sayapnya.
Sayap itu bukanlah sayap sebenarnya, tapi sebentuk cita-cita yang telah tertanam dalam angan-angannya sejak lama. Sehelai bulu untuk rangkaian sayap baginya adalah sehelai inspirasi yang ia tuliskan, sepanjang atau selebar mungkin.
Kadang sehelai inspirasi menjadi sehelai bulu kecil yang halus, atau sehelai bulu besar, dan ia akan memasangnya pada rangkaian sepasang sayapnya. Ia masih membutuhkan ratusan bahkan mungkin ribuan lagi bulu untuk sayapnya.
Membuat sayap baginya adalah menyenangkan, meski kadang ia begitu kelelahan mencari helai demi helai bulu untuk sayapnya. Tapi ia tak ingin mengeluh, sepasang sayap yang mungkin bisa membuatnya tebang seperti elang, selalu menari-nari dalam angan-angannya, dan itu sangat kuat melebihi apapun, hingga ia menguatkan tekadnya untuk menyelesaikan rangkaian sayapnya.
Apapun keadaannya !
Tapi sejak sehelai bulu terakhir, ia belum lagi menemukan bulu lagi. Ia mencarinya kemana-mana, tapi tidak ! ia merasa, kian sulit mencari dan menemukan bulu-bulu untuk sayapnya, belum lagi waktu yang merambat tanpa terasa.
Mungkin orang menyebutnya ia masih muda, tapi sebenarnya ia mulai merasa umur kian membebaninya, karena apalagi sebuah gapai akan mimpi, jalan menuju impiannya pun ia masih mencari.
Pun sepasang sayap yang ia buat, yang mungkin akan bisa membawanya terbang menggapai mimpi, belum lagi selesai. Impian memiliki sepasang sayap untuk terbang terlanjur menancap kuat dihatinya sejak ia masih seorang bocah kecil.
Terkadang ia merasa lelah dan hampir menyerah, dan hampir selalu ada tanya yang membuat benaknya terganggu,
‘ Akankah selesai sayap ini akhirnya ?’
-------------------
Kebuntuan ia rasakan seperti tembok besar yang seketika ada di otaknya. Ia memutuskan untuk keluar sejenak, menikmati udara malam yang dingin. Ia berharap itu akan mendinginkan kepalanya yang terasa memanas setelah beberapa lama dipaksanya untuk menemukan sehelai lagi bulu untuk sayapnya.
Malam merambat perlahan dan hanya hawa dingin yang ditawarkannya. Mungkin hanya gugusan bintang itu yang membuat malam sedikit bergairah. Ia berdiri sendiri di halaman rumah, memandang langit yang bertebaran bintang. Di cobanya menghirup nafas dalam-dalam.
Perlahan kekeruhan di kepalanya seperti terkembalikan ke titik netral.
‘ Ah, sudah lama aku tak merasakan ini…’
‘ Kau terlalu sibuk dengan sayapmu !’ kata seseorang tiba-tiba. Lelaki muda menoleh mencari asal suara, tapi ia tak menemukannya. Tapi ia senang, paling tidak pemilik suara itu mengerti dirinya. Mengerti bahwa ia tengah berjuang keras membuat sayap.
Hanya saja seingatnya, bahwa tak seorangpun di sekitarnya yang tahu soal sayap itu.
‘ Mimpiku hanya bisa ku raih dengan sayap itu…’ lelaki muda menyahut saja dalam berdirinya, dan dalam tatapannya ke langit.
‘ Aku tahu…kau berjuang keras untuk sayapmu, untuk mimpimu ! tapi itu belumlah cukup !’
‘ Belum cukup ? bukankah mimpi atau apapun hanya bisa tercapai dengan perjuangan dan kerja keras ? kenapa ?’
‘ Kulihat kau hampir tak pernah berdoa…’ kata suara itu.
‘ Berdoa ?’ lelaki muda mencoba mengingat-ingat, benarkah ia hampir tak pernah berdoa ? sepertinya tidak, tapi…
‘ Tuhan senang sekali melihat manusia yang bekerja keras untuk apapun keinginannya, tapi Dia sebenarnya cemburu sekali ketika keyakinan manusia pada sebuah keniscayaan kerja keras mengalahkan keyakinan pada Dia yang memegang ketentuan atas semuanya !’
‘ Maksudmu ?’
‘ Tuhan takkan merubah ketentuan bahwa akan selalu ada harga untuk sebuah kerja keras, tapi bisa saja Dia membuat pengecualian ketika seseorang telah benar-benar membuatNya cemburu, karena melupakanNya, tak melibatkanNya dan terlalu yakin bahwa ketentuan mutlak seolah hanya ada pada keniscayaan sebuah kerja keras, bukan dalam kekuasaanNya!’
‘ Pengecualian ?’
‘ Jika kau terus sibuk dengan kerja kerasmu untuk sayapmu dan melupakan Dia, bisa saja Dia akan semakin menjauhkanmu dari mimpimu atau bisa saja sayapmu tak pernah selesai !’
Lelaki muda terhenyak, kata-kata yang entah siapa yang mengucapkannya itu terasa mengusik. ‘ Aku akan dijauhkan dari mimpi itu ? sayapku tak pernah selesai ? tidak !
Kini ada suara berdehem dan di iringi tawa kecil, tawa yang terdengar sangat berwibawa. Lelaki muda ingin sekali melihatnya, tapi setelah pandang ia tebar ke segala penjuru, ia tetap tak menemukan siapa-siapa. Hanya saja, kenapa suaranya terdengar begitu jelas.
‘ Mungkin kerja kerasmu membawamu pada mimpimu, sayapmu selesai dan membawamu terbang, tapi itu takkan pernah mengantarmu pada kebahagiaan, karena kau tak melibatkan Tuhanmu ! hasil kerja kerasmu takkan bernilai !’
‘ Tak bernilai ?’
‘ Benar…Dia selalu menyiapkan setetes embun pada setiap hadiah kerja keras manusia, agar menjadi bernilai, dan setetes embun itu bernama berkah…besar atau kecil hadiah dari sebuah kerja keras akan sangat bernilai, dan akan membawa seseorang pada kebahagiaan, jika padanya Dia teteskan embun berkahNya…’
Lelaki muda diam mengecap kata-kata itu. Tiba-tiba ia merasa lapar untuk terus mendengar lebih banyak lagi.
‘ Libatkan Dia dalam kerja keras dan perjuanganmu membuat sayapmu untuk terbang meraih mimpimu ! kau hanya perlu menyapaNya dengan doamu setiap waktu tiba, maka Dia akan sangat gembira…sederhana bukan caramu melibatkan Tuhanmu ?’
Ya…sederhana sekali. Lelaki muda mencoba mengingat lagi apakah ia sudah melakukan hal sederhana itu.
‘ Tuhan memberikan semua yang terbaik, dan hanya perlu kau balas dengan cara yang sangat sederhana, hanya meminta Dia membantumu dan menyerahkan semua yang sudah kau lakukan padaNya, maka Dia akan menentukan yang terbaik untukmu !’
Lelaki muda mengerti sekarang, ia memang hampir tak pernah melibatkan Tuhan dalam perjuangannya, dalam kerja kerasnya. Ia selalu meyakini bahwa kerja keras akan membawanya pada mimpi, dengan kepak-kepak sayapnya itu nantinya.
Ia merasa tembok besar yang bercokol di otaknya tadi sudah lenyap dari tempatnya. Rasanya pikiran dan hatinya belum pernah selapang ini.
‘ Tentang kenapa Tuhan ingin kau selalu melibatkanNya dalam kerja keras dan perjuanganmu, karena kau butuh tetes embun berkahNya ketika mimpi itu akhirnya kau rengkuh dalam genggamanmu, dan kau butuh tiupan kekuatanNya ketika mimpi itu tak sampai padamu…bayangkan ketika mimpi itu tak juga bisa kau raih dan kau terlanjur jauh dariNya, karena kau tak melibatkanNya dan mejauhiNya ! bayangkan seseorang yang gagal dan tak mendapatkan pertolongan Tuhan, karena dia tak pernah memintanya…jika berhasil saja dia tak bahagia dan merasakan kedamaian, lalu apa yang akan dirasakannya jika gagal ?’
‘ Pikirkanlah...Tuhan takkan pernah memberimu jika kau tak memintaNya, dan ingat bahwa kaulah yang membutuhkan Dia !’
Hawa malam yang dingin menusuk tulangnya menyentaknya. Keadaaan menjadi kembali sepi, suara itu tak ada lagi. Lelaki muda masih bertahan dan menanti-nanti. Tapi suara itu tak ada lagi.
“ Terima kasih…” ucap lelaki muda lirih, sesaat kemudian tarikan nafasnya benar-benar terasa lega. Ia belum pernah merasakan perasaan sedamai ini sebelumnya, kecuali segala sesuatu yang selalu menyesak di kepalanya dan riuh dalam hatinya, sebagaimana hari-harinya.
Apapun ia akan terus mencari dan menemukan bulu untuk merangkai sayapnya, tapi sejak saat ini ia akan melibatkan Tuhan, dengan cara sederhana seperti itu. Cara sederhana yang akan membuat Tuhan gembira.
‘ Sombongnya aku dengan sayap yang belum lagi jadi ini, Tuhan…’
Magelang, Juli 2012
Komentar
Tulis komentar baru