Skip to Content

Perempuan Cantik Dan Suaminya

Foto Adri Wahyono

Suara lembut tapi misterius itu kembali memanggil-manggilnya…

“ Mita…”

“ Mita…”

Mita terbangun, menajamkan pendengarannya untuk memastikan suara itu bukan dari pikiran atau dari dalam hatinya. Suara itu ada…nyata! dan terus memanggilnya.

“ Mita…”

“ Mita…”

Sejak beberapa malam suara itu selalu memanggilnya. Terdengar lembut dan rasanya menghendaki Mita mendekat, atau mencarinya. Pada malam pertama Mita hanya mendengarkannya saja, Ia berpikir itu adalah halusinasi. Malam kedua Mita masih mendengarkannya, tapi malam ketiga Mita tiba-tiba merasa ingin mendekat padanya. Suara itu menyenangkan, suara itu menenangkan.

“ Mita…”

“ Mita…”

Ya, suara itu memang nyata…ada diluar sana. Mita beranjak dari tempat tidur, berjalan menyusuri lantai dingin, dalam siraman cahaya remang.

“ Mita…”

Semakin jelas suara itu. 

Tapi ketika Mita tiba didepan pintu, terdengar suara mobil berhenti didepan pintu gerbang. Bersamaan dengan itu suara yang memanggilnya berhenti. Mita buru-buru kembali ke tempat tidurnya. Ia tak ingin laki-laki itu mendapatinya hendak keluar sendiri malam-malam.

Beberapa saat kemudian laki-laki tua itu sudah membuka pintu kamarnya. Seperti yang sudah ribuan kali dilakukannya, laki-laki tua itu menjelma menjadi singa yang menemukan mangsa, seekor kijang tak berdaya. Memamahnya tanpa sisa…

Mita tergolek tak berdaya, tinggal mata nanarnya, dan keputus asaan yang membelenggu dirinya. Ia benci semua ini, ia benci menjadi sampah. Ia berharap suara tadi memanggilnya lagi, tapi tidak ! sunyi, kecuali suara dengkur laki-laki tua itu.

Terkadang seperti ingin menghunjamkan pisau dapur yang berkilat-kilat itu dipunggungnya, menggempurkan guci besar itu dikepalanya, biar hancur ! biar mati ! biar tak ada lagi orang yang menjadikannya sampah.

Ia telah lelah dengan semua ini. Lelah menjadi sampah yang diperlakukan hina.

 

-------------

 

Malam telah larut…

Raharjo tiba di rumah istri mudanya. Ia memang selalu datang malam hari, oleh karena kesibukannya, dan pagi-pagi ia sudah pergi lagi. Ia hampir tak pernah bercakap-cakap dengan Mita, istri mudanya. Bekas sekretarisnya.

Ia datang untuk menikmati tubuh memikat itu, meninggalkan padanya setumpuk uang, dan ia pikir, itu lebih dari cukup.

Tapi ia tak mendapati Mita dikamarnya. Ia berkeliling disetiap ruangan dan sudut rumah. Ia mulai mengumpat. Dia sudah berani bermain rupanya…! gerutunya. 

Mobil itu ada di garasi, tak ada tanda-tanda Mita melarikan diri. Tapi kemana dia ? ia paling benci harus menahan sesuatu yang sudah ingin ia lakukan, sesuatu yang seharusnya dilakukan saat ini juga. Ia tak pernah tak mendapatkan keinginannya. Ia mulai berprasangka. Akan kuhabisi kau, kalau berani mempermainkanku !

Raharjo merasa kelelahan sendiri. Ia akan membuat perhitungan nanti, kalau perempuan itu sudah terlihat lagi dimatanya. Ia duduk dengan kesal di sofa dekat tempat tidur mereka. Dinyalakannya sebatang rokok, ia menghisap dan menghembuskannya dengan kasar.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Ini dia ! Raharjo mematikan rokoknya begitu saja dilantai, dan berdiri. Ia telah bertolak pinggang.

Mita berdiri diambang pintu kamar mereka. Rambutnya tak keruan lagi. Matanya menatap Raharjo dengan tatapan yang nyalang. Ada kebencian dalam tatapan yang tampak berkilat-kilat itu. Raharjo mendengus, ia sudah tak bisa menahan diri. Ia ingin melampiaskan kemarahan, ia ingin menuntaskan nafsunya.

Ia segera menghambur kearah Mita dan menariknya dengan sangat kasar.

Tapi sesuatu yang mengejutkan dengan kejam menghunjam tajam di ulu hatinya. Mata Raharjo terbelalak, oleh sesuatu yang tak pernah disangkanya. Pegangan tangannya mengendur dan ia limbung.

Mita mendorongnya dengan dingin, dan melampiaskan semua kebencian yang dipendamnya sekian lama…membabi buta !

 

-------------

 

Mita duduk dilantai dingin dan membiarkan dirinya tetap disitu. Ia masih tak habis mengerti bagaimana ia bisa berada dalam ruangan sempit dan pengap itu sendiri. Ia benar-benar tak mengerti, bahkan setelah ia menanyakan pada seorang laki-laki dengan seragam cokelat muda tua, yang setiap pagi datang untuk membuka pintu jeruji berkarat itu.

Ia hanya bisa mengingat saat tiba-tiba ia melihat laki-laki tua itu telah mati berlumuran darah, dengan pisau yang menancap di punggungnya, dan pecahan guci besar yang menghantam kepalanya…tapi ia tak mengerti apapun, kecuali tiba-tiba ia sudah berada di sini. 

Ia hanya tahu tak pernah ada lagi suara memanggil namanya. Ia telah mencoba mengingat apa-apa yang mungkin diingatnya, hingga ia harus berada diruangan ini. Tapi tak pernah ada sesuatu apapun yang bisa diingatnya. Ia tak menemukan apapun.

Ia mendapati dirinya kini tenang dan hanya itu saja. Tak ada kebencian yang menyala-nyala, tak ada perasaan terhina. Tak lagi merasa menjadi sampah. Ia sangat ingin tahu bagaimana laki-laki tiba-tiba mati. Siapa yang membunuhnya ?

Laki-laki berseragam itu tersenyum mendengar pertanyaannya…

 

Magelang, Juni 2012

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler