MONOLOG PEREMPUAN BERMATA BASAH 3
Pada malam kesekian perempuan itu masih saja mengeja jejak di telaga. Berulang ulang hingga hafal setiap tetes air yang mengaliri telaga sunyi. Jika saja mampu ia robek selembar malam untuk di tempel di kamar tidurnya. Pasti ia akan merobek lembaran malam yang paling mengelora yang menghantar jiwanya pada ruang pelaminan tempat segenap cinta mengulum madu paling rindu.
Kisah kemarin terlalu melambungkan hatinya, bahagia itu melesat seperti kilat, merengkuh seluruh angan angan rindu memeluk mimpi yang bertandang menjanjikan senyum paling mawar pada wajah muramnya. Begitu sempurna Tuhan mengabulkan selarik doa lalu di pertemukan kerinduan yang terlalu lama menyesakan dada. Kau masih saja mengenggam erat tak ingin melepasnya. Kau tak peduli senja menutup tirai jingga membiarkanmu kembali memeluk kerinduan sepanjang waktumu.
Kau sempat terbelalak membaca selarik syair entah pada bahasa mana yang keliru, atau hanya sindiran bagi pemimpi yang berjalan di ranting ranting rapuh sepertimu. Lalu tergelincir jatuh ketika curahan hatimu diterakan di depan matamu. Tersingkirkah engkau wahai perempuan ? nurani pembawa lentera engan menjaga sehelai rasa yang dulu begitu sempurna menemani setiap deritamu, Nyatanya setelah kau didiamkan Hatimu teramat rapuh tersentuh bahasa semut sekalipun.
Kenapa tak juga pergi perempuan...!!!
Kau masih saja berkemas tanpa bisa memutuskan langkah kakimu berjalan. Hatimu kau biarkan terkunci pada satu nama tidakkah kau kian terluka dengan seluruh kedungguanmu. sedang kau begitu sadar betapa tololnya rindumu.
Perempuan itu bergumam pelan " aku mencintainya tapi aku telah terhukum oleh cintaku. Jangan hukum aku dengan kata kata apapun. Cukup !!!
Za 07-09-2014
Komentar
Tulis komentar baru