Temaram turun dipupuk senja. Sembari menatap mata mu sambil bertanya, "Sedang apa dikau di sana?". Malam menjelma menjadi lagu. Nihil sekali orang mengenali suaranya yang berbahasa apalagi bernada.
Tanpa suara lebih baik, itu kata orang. Membenam semua matanya. Tiada lagi kebenaran; hanya kesangsian. Setelah ini apa lagi?
Banyak waktu yang terbuang untuk menatapi dentingan detik yang sejatinya sudah keluar dari arus. Banyak air mata yang ditelan dan menunggu banyak persyaratan untuk dilimpahkan. Serasa sia-sia dan nirmakna.
Hidup lebih hidup jika dijalani saja.
Komentar
Tulis komentar baru