Skip to Content

Wisata Kuliner Bogor bag 1

Foto Muharomi

Mie ayam tanpa nama, seporsi dibandrol 10.000 rupiah. Bumbu yang digunakan khas mie ayam Jawa yang cenderung manis dengan mie lebar namun lembut, yang mengejutkan seporsi mie ayam bisa dinikmati sampai tiga orang! Mayoritas pelanggan adalah ojol dan pedagang pasar yang butuh tenaga ekstra untuk menjalani hari yang keras di pasar. Ketika berjalan jalan di sekitar Pasar Anyar Bogor saya dan seorang kawan secara tidak sengaja menemukan mie ayam ini. Pada waktu itu kebetulan kami belum sarapan lalu ketika lewat, terlihat seorang pemuda berjaket hijau dengan lambang sebuah ojek online sedang menghabiskan semangkuk mie ayam dengan porsi brutal (Patokannya sebelum jembatan dari arah Gereja Santapan Rohani Indonesia).

Karena penasaran akhirnya kami berkunjung dan alangkah terkejutnya kami ketika melihat porsian yang diberikan oleh sang pemasak. Bagaimana tidak, mie dibuat membumbung sampai luber dari mangkuk ayam merah bahkan sampai tumpah ruah ketika diaduk oleh si penjual. Sebelum dihidangkan kecap manis, kecap asin, minyak kaldu, saus kiloan dan sambal beserta bumbu-bumbuan sudah dimasukan dan dicampurkan terlebih dahulu jadi pelanggan tinggal melahapnya saja. Kami makan duduk bersebelahan dengan seorang bapak yang kelihatannya baru pertama kali berkunjung juga. Bapak itu membawa tas besar nampaknya baru pulang dari stasiun atau berdagang di pasar. Beliau terkejut ketika melihat porsi dari semangkuk mie ayam yang disajikan.

"Kalau gak habis bisa dibungkus kok pak," Ucap kawan saya sambil membuka plastik dari sumpit kayu ditangannya.

Si bapak malah tertantang lalu menghiraukan perkataan kawanku sampai pada akhirnya dia menyerah dan membungkus mie ayam yang masih tersisa setengah mangkuk.

"Porsinya luar biasa!" Ucapnya.

Saya tersenyum tipis sambil menengok ke- arah rekan saya yang juga sedang berusaha menghabiskan mie ayamnya.

"Kalau dibungkus nanti mienya mekar loh," Ucap bapak penjual memberi peringatan sambil tangannya membungkus sisa mie ayam pelanggannya itu.

Begitupun anak muda yang datang setelah kami, langsung minta dibungkus padahal baru habis sepertiga porsi. Setelah saya perhatikan pengunjung yang lalu lalang membeli mie ayam tanpa nama itu rata-rata dibungkus untuk dibawa pulang. Beberapa orang memanggil si penjual dengan sebutan pakde adalah pelanggan setia terlihat dari cara mereka berinteraksi. Mereka yang membeli mie ayam banyak yang melihat ke arah kami ketika kami memutuskan makan di tempat. Bahkan beberapa pedagang sendal di sekitar memerhatikan saya dan kawan saya yang sedang makan sampai bercucuran keringat seperti sedang menonton pertandingan kung fu.

Pada akhirnya kami berhasil menghabiskan mie ayam kami, si penjual terlihat puas dengan hasil kerja kami begitipun dengan para penjual sendal yang kembali ke lapak mereka setelah melihat kami menghabiskan seporsi mie ayam porsi brutal tersebut.

Sebetulnya hari ini hanyalah sisa hari libur yang fucked up dan membosankan. Bagaimana tidak, tahun ini saya sekeluarga gagal mudik ke Bandung karena anggaran mudik tahun ini saya persiapkan untuk keperluan skripsi mengingat saya sudah memasuki semester akhir. Tidak hanya itu, om saya yang paling asik, lebaran tahun ini (dipaksa) masuk Rumah Sakit Jiwa karena tanahnya (tanah keluarga besar ayah saya lebih tepatnya) yang bersebelahan dengan tanah seorang pensiunan perwira angkatan itu bermasalah sehingga om saya menjadi seorang yang sangat paranoid setelah mendapat berbagai intimidasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang tidak dikenal. Tidak hanya itu, banyak juga variabel-variabel lain yang membuat libur lebaran tahun ini sangat tidak asik.

Di balik semua itu Perjalanan kuliner pagi ini mengajarkan saya ternyata tidak perlu biaya besar juga untuk mensyukuri hidup. Duduk 15 menit untuk menghabiskan semangkuk mie ayam ceban yang gerobaknya saja tidak memiliki nama ternyata bisa membuat kita tersadar juga akan pentingnya rasa syukur karena bisa saja bapak bertas besar itu membungkus mie ayamnya bukan karena kekenyangan tapi dia ingat anak dan istrinya di rumah sehingga memutuskan membungkus sisa mie ayam. Bisa jadi juga pemuda yang tadi makan bersama kami juga sedang buru-buru karena takut terlambat ke tempat kerja atau bisa saja pedagang-pedagang sendal pinggir jalan yang menonton kami dengan seksama menghabiskan makan, mereka sedang mencari hiburan lantaran dagangannya sepi pembeli karena kalah saing dengan toko online. Pada waktu yang bersamaan mungkin orang lain sedang mendapatkan cobaan yang lebih rumit dan pergi ke Pasar Anyar untuk mencari nafkah, bukan sesimpel kami yang hanya berjalan-jalan mencari sarapan karena sedang suntuk dengan hidup. 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler