Skip to Content

SENJA BIRU DI SELAT SUNDA

Foto Beni Guntarman
files/user/2512/Merak.jpg
Merak.jpg

Aku harus pulang, kembali ke kampung halamanku di tepian Sungai Komering.  Bandung segera akan menjadi Kota Kenangan. Sambil berkemas-kemas pikiranku melayang jauh ke kampung halaman, memikirkan keadaan ubak yang tengah kritis tersebab kanker di tubuhnya.

Aku harus pulang, tidak ada yang bisa menjadi tulang punggung keluarga. Sementara adik-adikku masih kecil, sedangkan umak juga mulai sakit-sakitan.  “Ya, apa boleh buat,” ujarku dalam hati, saat memutuskan segera pulang seusai wisuda.   Aku berniat akan hidup bertani, memanfaatkan tanah subur warisan keluarga yang terletak di tepian sungai.

Tidak ada teman yang kuberitahu bahwa aku akan pulang, tidak juga Lisye yang akhir-akhir ini semakin menjauh dariku. Aku sempat memikirkannya, namun keadaan di kampung lebih mencemaskan bagiku. Dia berusaha menghubungiku namun teleponnya tidak kuangkat.

“Biarlah segalanya berlalu,” ujarku dalam hati. Lima tahun menjalin hubungan kasih dengannya, kurasakan keadaan semakin renggang. Kusimpan rasa sakit atas kerumitan hubungan yang selalu mengambang tanpa kepastian.  Dikatakan serius namun ada yang disimpannya dariku, dikatakan tidak serius nyatanya saling membutuhkan. Putus nyambung sudah kerap terjadi dalam pasang surut hubungan kami. Kali ini aku bertekad akan mengakhiri segalanya.  “Selamat tinggal Bandung, selamat tinggal cinta,” ujarku dalam hati.

Senja, bus yang kutumpangi sampai di Pelabuhan Merak.  Tak lama kemudian berada di atas kapal, belum berangkat, namun kapal feri telah bersiap-siap akan berangkat. Aku turun dari bis, jalan ke dek kapal.  Tiba-tiba ada yang mengejarku dari belakang, sambil berteriak: “ Bang Herman, tunggu!” ujarnya.  Aku berbalik badan, ah ternyata Lisye!

Dia langsung memelukku, “aku ikut!” ujarnya tegas. Kaget dan berpikir siapa gerangan yang memberinya tahu tentang kepulanganku ke kampung halaman.

“Serius?!” tanyaku. Lisye tidak menjawab, malah ia melambai-lambaikankan tangannya kepada papanya yang berdiri di dermaga. Senyum dan lambaian tangan lelaki tua itu kumaknai bahwa ia merelakan anak gadisnya untuk segera kupinang.

Senja membiru

Kapal berlayar pasti

Di Selat Sunda

 

*****

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler