Aku melangkah seiring dentam-dentam bimbang mengumandangkan seruan perang
Pintu kamar ini
Di mana batas perawan dan pelacur lebur dalam duri hasrat yang mengepakkan sayapnya
Dan kuhadapi kedua mata sang cermin yang sebening dosa
Oh rupanya Hari-hari telah memutihkan cermin muda yang kemarin dibuai buram itu
Maka bisa kukatakan kepadanya
Anjing kau
Brengsek kau
Bangsat kau
Dan dia pun membalas
Anjing kau
Brengsek kau
Bangsat kau
Persetan
Aku seorang narsistik
Dahagaku tak terlipurkan sekalipun aku punya segunung air terjun
Rasa, yang kata orang-orang cinta ini
Membabi buta dalam keinginan untuk mencecap mata air yang mengalir dari sudut-sudut tubuh sang cermin
Kala aku diperkosa kedua mataku sendiri
Mata-mata yang senantiasa mempermalukanku itu
Lagi-lagi persetan
Aku seorang masokis
Aku menagih walau luka dan bisa yang kau ailiri ke dalam tubuhku
Kau yang kucinta
Entah berapa kali lagi aku harus mengutuk
Kutatap lekat-lekat bayangan diriku yang terpantul di cermin itu
Dan aku pun berbisik
'Ya Tuhan... sebangsat itukah diriku?'
Yogyakarta, 2018
Komentar
Tulis komentar baru