Gelanggang Adu Banteng
Buat kamu banteng banteng tua
Yang tak kuat lagi berdiri
Karena kegemukan...
Dan yang lagi pusing kepalanya
Buat kamu banteng banteng tua
Yang tidur mendengkur
Dalam kekenyangan
Dan terbuai mimpi tentang surga
Gelanggang sudah semarak
Dipenjuru penjurunya ada tetabuhan
Ada kami yang dipaksa mendelik
Ada nyanyian, ada tangisan
Ada yang dihempas, ada yang bertahta
Ada ratapan , ada guyonan
Amboi... Semaraknya ?
Gelanggang sudah di hias,
Di tengahnya dibangun mimbar Raksasa
Lihat...!, para wartawan berlarian
Tanpa sadar sendalnya terbuang
Dan kakinya berdarah darah
Menggores warna dibentangan karpet menjadi tanda tanya..
Kepada siapa...?
Kepada ia....
Atau kepada ianya...?
Di atas mimbar ada geladi resik,
Maka segala khayalan, dongengan,dan mimpi mimpi akan dibuat menjadi nyata...
Apakah abstrak,
Apakah hanya impresionis,
Hanya halusinasi atau syndrome
Akan dikaji , hingga santet pun akan di kaji
Mengapa ?
Gerangan simaklah di mimbar...!
Di gelanggang ini...
Banteng banteng bergulat
Ada yang lihai, ada yang blo'on
Ada yang licin, ada yang kasar
Ada yang tersungkur, ada yang perkasa
Menerbangkan debu menembus mata
Dan kita yang duduk disini
Dipaksa untuk melihat dan mendelik ,
Pelajaran....
Bagaimana menjadi pemenang
Kita di didik oleh banteng banteng
Apakah untuk menjadi penindas?
Ataukah untuk di tindas ?
Di gelanggang ini...
Kita harus melongo
Kita dipaksa bersorak dan memilih
Sesuai kehendak ,
Dan gelanggang ini hanyalah
Dagelan dagelan banteng yang pintar
Berdebat bagai pesohor
Dan jiwanya hanya sepicis koin
Yang mestinya buat mereka
Bukan buat kumpulan para banteng...
Dan banteng banteng ini selalu kelaparan.
Kaum priyayi tinggalkan tugasnya
Berkelompok menjadi banteng,
Kaum intelek mulai berevolusi
Menjadi asisten banteng
Kaum tehknokrat sebagian berevolusi
Menjadi banteng,
Dan mereka....
Kaum pelajar bagai kepompong
Bergelantungan pada jaman,
Mengcopy para banteng...
Dan pastilah kelak bersuara banteng
Bahkan para seniman meninggalkan hatinya
Semua berambisi menjadi banteng,
Dan kita di suguhkan pada kenyataan,
Terbengkalainya kehidupan
Dan ketidak jelasan pembangunan
Hingga harga makanan menjepit kerongkongan.
Rasull abidin, 20 Mar 2013
Jakarta.
Komentar
Tulis komentar baru