Skip to Content

Melukis Alunan Angin

Foto Steven Sitohang
Berikanlah setetes perhatian, walau ia tak membutuhkannya
Tuangkanlah pikiran pada cawan
Hempaskanlah sejenak kemelut
Bagaimana kita melihat taman dimana angin bermain
Dan anak-anak kecil terluka pada lutut
Sungguh membosankan memang jika hanya angin kemarau saja
Sungguh kering suasana sanubari tanpa belaian nada
Sungguh lelah sang sapi untuk membajak, sawah untuk membantu
Sungguh pilu petani itu tertidur dan para rayap merusaknya
Mencemarkannya
Juga tipu
Mengolok-olok dirinya
Juga palsu
 
Rasakanlah setetes perhatian
Buanglah lara sejauh engkau bisa
Walau hati wanita itu hijau dan lidahnya rewel, tetapi…
Rambutnya berayun-ayun seperti gelombang listrik Maxwell
Mereka bermain pada malam hari, siang, dan jua pagi
Lihatlah ke dalam itu, foto hitam-putih
Puisi dari satu gambar tua, bahkan Freud pun tak mengenalnya
Tak menghiraukannya
Tak mencintainya
 
Aku tak melihat ego dalam dirinya, alter-ego di seberangnya
Tapi aku mendengar sabdanya
Aku melihat satu perilaku
Tali kusut rumit emosi bersama daki dan wangi
Berikan arti bahwa mereka telah hidup jutaan tahun
Merubah suasana, nuansa dan atmosfirnya
Bergerak lembut layaknya ballerina
Bermain bahagia bagaikan siswa-siswi TK
Berbeda tekanan antara satu dan lain
Dan memberikan kesegaran bagi kita semua
Dari sabdanya
Dari pengorbannannya
Dari angin ributnya Nietzsche hingga terciptanya adimanusia
 
Ada dan tiada
Menggali ada dan berada pada tiada
Cawan akan penuh dengan ada
Dan angin ada seperti kata Descartes
 
Tapi mereka, tak tercatat, tak dilindungi, tak cukup dihargai
Seperti para pencuri yang ingin mencuri kepunyaannya sendiri
Sulit untuk melukiskannya tapi tak perlu untuk diterjemahkan
Biarlah arti mengartikan dirinya sendiri
Biarlah bahasa menunjukkan jati dirinya
Biarlah maksud mengalir menembus inti
Biarlah harmonisasi ada karena banyak perbedaan warna
Seperti angin lembut dalam birokrasi kusut
Seperti angin dalam lukisan senyum Mona Lisa
Seperti angin sepoi meraba kulit seperti mimpi
Seperti angin dalam denyut nadi pahlawan
Seperti angin dalam gerimis hidup Kartini
Seperti angin topan yang diartikan oleh Sartre
 
Mereka beserta emosinya
Mendayu ke segala arah
Ke setiap ruang yang ada
Ke setiap telinga yang tiada
Berbicara bersama dedaunan yang jatuh
Bersama lumut pada dinding air terjun
Bersama api dan rasa panas
Bersama uang dan Max
Bersama ada paru-paru dan hembusan nafas
Namun, ke mana mereka berlabu?
Ada atau Ada bersama lukisan pada kekosongan kanvas



(Kayu Agung, Palembang. 25 September 2014)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler