MEMBAKAR ILUASI
Oleh: Emil. E. Elip
“Mbok, tidak pingin jualan gudeg di kios?”
tanyaku pada penjual gudeg jalanan
lenggananku bertahun-tahun.
“Nggak ngimpi mas”, jawabnya lugas.
“Misalnya ada yang mau kasih pinjam kios?”
“Kalau dapat duit banyak dan bisa sewa kios?”
“Kalau ada yang mau memberi ruang kiosnya
berdua sama Simbok?” ….
Untuk semuanya itu dia hanya diam!
“Aku cuma ingin paling tidak ada sepuluh orang saja
yang beli gudeg ku setiap hari”, sahut si Simbok.
Kami adalah segerombolan masyarakat “pinggiran”
yang untuk bermimpi saja enggan!
Untuk berandai-andai saja menghindar
apa lagi bermimpi terlalu jauh!
Hidup dan mimpi mesti sepadan
dengan perjalanan hari-hari.
Melampaui batas itu adalah “ilusi”!
Bergeloralah sesak di dada!
Ketika harga BBM dikabarkan akan naik
Ke dalam sudut hidup yang macam mana lagi
kami harus beringsut.
Ke sisi hidup yang seperti apa
kami menata kian rumit!
Apa yang mesti dilakukan kalau sakit!
Bagaimana dengan sekolah anak-anak!
Bagaimana harus memenuhi perut kami!
Bagaimana untuk ke sana ke mari!
Bahan pangan pasti kian naik!
Lantas pasti naik pula segala macam kebutuhan lain!
Jangankan untuk bermimpi esok hari
berencana untuk hari ini saja kian sulit.
Jangan kami “kau” ajak bicara ilusi-ilusi
tentang desa yang indah,
tentang kota yang merakyat,
tentang negara ini itu….
Kami, adalah gerombolan orang-orang “pinggiran”
yang sedang membunuh mimpi-mimpi!
Kami adalah gerombolan orang-orang “pinggiran”
yang sedang kalap menunggu makan ini hari!
Kami adalah gerombolan orang-orang “pinggiran”
yang sedang penuh api untuk membakar ilusi-ilusi!!
Jakarta, Maret 2016.
Komentar
Tulis komentar baru