Pekik Perih Hutan Dahulu Seroja
Tak lagi bebatuan berlumut di kakiku
Tak ada lagi alang-alang menyejukkan batangku
Tak lagi berpeluh basah disejukkan embun dedaunanku
Tiada lagi pelukan sebadan untuk para batang2
apalagi diameter untuk para wanandri berlima
Tak ada lagi yang berbilang ratusan tahun
Tiada lagi sang Purba
Ku hanya bisa menyanyi getir di pucuk pucuk daunku yang kini hanya tinggi sehidung
Kepada siapa lagi engkau monyet-monyet akan bergelantung
Dan juga ku rindu geliat ular di batangku
Tak ada lagi burung kini bernaung
Dan menghilang juga raung-raung
tiada lagi roh roh seram menemani
mereka pergi digendong sang penjagal
mereka memotong leherku, menebas badanku, memutilasiku
mereka menyemayamkanku di dinding-dinding rumah, di pantat-pantat mereka,
di tempat-tempat aku hanyalah seonggok
Tinggal debu, angin dan panas keji
kusambut hujan dimana tanahku pun mengikut
Kadang ku menjadi danau kadang ku adalah sungai,
tapi terlalu sering ku meretak meranggas
Hutan-hutan seroja tinggal cerita
Kini Purnama terlihat bulat dan menelanjangkan tetubuhku
Dan pagi tiada lagi bersemburat dan bercahaya
Matahari menjemurku hingga ku pun terkoyak-koyak
ranting yang memecah mematah, daun-daun yang bergugur
Aku mengutuki cuaca
Menyumpahi manusia
Menyerapahi mesin2 penjagal
Memaki-maki yang telah menjajaki kaki di tanahku
Kini aku di lembah neraka sebelumnya di surga
Aku merindukan ibuku yang dahulu dijuluki pertiwi, dan ayahku yang bernama bangsa
Kalian kemana pergi…kembali peluk dan asuhlah aku lagi
-5 Januari 2009-
Komentar
Tulis komentar baru