gema suara benhur, mengiringi detak sepatu kuda
kelam jalan berair tertimpa terik mentari
tak hujan, tak gerimis, tak ada yang menyirami
ditengah mudiknya orang berlaga dan bertandang
penuhi jalan, penuh berdebu, membumbung tinggi bagaikan
mega, perkasa terbang keangkasa
butir kerikil, tak’kan batu hitam
bila diinjak ..... merata, debu terdampar hiasi sisi jalanan
bocah lincah bergelut siang ........
berjalan menghalau kerbau, dengan parang melintang
ditangan atau dipinggang
taklukkan alam yang begitu garang
bergelut dengan raut hari yang semakin berlari
menembus sela deretan bukit padang ilalang
aku merasakan pahit getirnya hari,
tersirat manis pahitnya akar ilalang ........, dan ......
adakah esok hari terbit yang lebih cerah
bila hujan mulai turun ...... , betapa hiruk pikuknya , riang
gembiranya masyarakat menyambutnya
semua pada keluar rumah, baik tua maupun muda,
berjalan berlarian, apakah itu macan, singa, hanya kambing
memanjatkan do’a dengan khusukmya
pertanda mulai berkubang di tengahladang.
Sape, 18 Pebruari 1992
Komentar
Tulis komentar baru