Sajak Pepes Ikan
puisi edi sst
Di atas awan sebuah peradaban bertanya-tanya: di manakah cahaya?
ke manakah cahaya?
Wahai hati yang mati
Jasadmu menebarkan kisah yang tak terperi
Tentang ikan-ikan yang terbungkus daun-daun rapat-rapat
Sesaat satu matanya sempat berkelebat
Bungkusnya kering menjadi kerak-kerak yang berkarat
-- siapakah yang peduli, saat di semak dingin berduri
sebuah cermin tergeletak retak berdaki
: Hatta,
Temukan rantauan daun-daun gugur
Tapi jangan tanya tanah moyangnya. Itu nusuk kalbu
Di sana rekahan gunung kering memumi. Tak ada lagi air ngucur
Sungai-sungai jadi bangkai membiru di situ
Busuknya masuk hidung kita. Membatu
Lihatlah ikan-ikan bersiloncat di mega-mega
Tapi jangan tanya lubuk asalnya. Itu mengganggu
Di sana lintang kemukus nebar bencana di kali dan hutan-hutan sabana
Laut memberat penuh logam menuba. Airnya tumpah merabu
Racunnya masuk hati kita. Menafsu
Kini ikan-ikan berkejaran dengan daun-daun di angkasa
Bersilang arah bersiutan di atas sana. Lalu menyatu
Ikan-ikan terbungkus daun-daun rapat-rapat
Sesaat satu matanya sempat berkelebat
Menusuk dada kita yang terpoles hitam
-- di pelataran kulihat butir-butir air mata intan
pembawa cermin retak terus berjatuhan
Di atas awan
Sebuah peradaban bertanya-tanya: di manakah cahaya?
ke manakah cahaya?
(Nah, buyung, pepes ikan ini jangan dibuang
Simpan di pojok almari buat pelezat makan siang)
Semarang, 2010
Komentar
Tulis komentar baru