aku ingin pulang, saat daun-daun berguguran diantara amarah yang tak terperi. aku ingin berlari dan menangis atau memaki siapa saja yang lewat di hadapanku. tapi jalan begitu sunyi, hanya ada aku, kamu dan luka bersama angin yang berhembus, tak tentu arah.
aku takut menangis sendiri.
aku tahu bahwa aku tak bisa pulang tanpamu. ada yang mengunci hatiku disana.
kamu.
alasanku untuk tetap tinggal, meski tak kuukir kenangan manis di memori ingatanmu. selain jalan terjal yang memaksa kita untuk tetap melampauinya.
aku lelah berjalan di padang ilalang, mengikuti bunga yang menari ke kanan dan ke kiri tertiup angin sedang aku tengah terluka. aku terluka karena duri yang menancap di hatiku,tapi kau malah bilang aku menyerah sambil menertawakan mukaku yang pasi.
tapi kau benar-benar ksatria, saat kau mengais lukaku di punggungmu yang hangat.
aku hanya bisa terdiam. sambil menikmati lelahku yang kusandarkan dibahumu.
akankah kau kenang juga, di puncak gunung mojang yang menjadi saksi cinta kita,diantara tiupan angin dingin dan tatapan lembut pohon-pohon yang ranggas?
ah cerita itu, kini hanya tinggal sejarah yang tertulis di buku harian sepiku. tersimpan diantara deretan buku-buku bekas. juga siluet yang tergambar di dalam album kenangan. berdebu dan kesepian.
Komentar
Tulis komentar baru