Duhai ar-Rahim.Engkaulah retina bagi jiwaku,tanpamu; arahku senja, lalu buta.Kesedihan hidup mengenang masa dari kesepian malamEngkau tau?
Ada sesuatu yang tajam pada kelopak matamu
hingga aku pun tertunduk
mengiyakan raut.
Mengapa sesuatu yang baru meruntuhkan
sisa-sisa yang lampau?
yang terlahir dari pena akan tersimpan dalam angin bingkai dari makna, antara pola-pola jiwamenangis, meronta, tertawa luka adalah tanya; sakit induknya bahasa
keinginan menjelma dari rajutan labalaba mengikat tanpa pintu terkunci dalam antara diam jadi mangsa, jatuh adalah seribu dari satu pilihan;
Syair ini kutulis untukmu Tuhankuterjemahkan ayat-ayatMu kedalam tubuhkusaat aku buta akan huruf yang kubaca
aku rindu meramu hari dengan katakataku
entah, mungkin pagi ini
selaksa pesan yang mengalir melalui jarijemariku
masih terngiang jelas
kurapatkan dahiku diatas sajadah baru yang engkau belikan di tanah suci...Fani
terasa hangat ditengah dingin subuh yang sepi
sepertinya hatiku terbelah dua
tak usahlah bidadari bersayap
lumayan dengan perempuan yang matang
bikinkan aku kopi setiap pagi
duduk manis diujung ranjang
Kutapaki Pelataran-Mu (4)
oleh edi sst
Menapaki pelataran-Mu
di raudah tak kutemukan selendang bidadari
Komentar Terbaru