Bulan merangkak, dari sabit hingga ke tampah mengisi malam-malamku
seperti sebuah magnit, aku terpesona memandanginya, rasa tak jemu
Bergulung ombak, mengejar tepian pantai, dan berderai di batuan karang
Gerimis kecil, dingin, dan kabut kian ke puncak malam
sisa hujan tadi sore masih melekat di badanku, kuhangatkan
Jendela kusam
Percik hujan di kaca
Menempel sore
Pagi yang cerah
Burung gereja ramai
Di lubang angin
Aku bertanya
Kepada kaca bening
Kemana perginya
Jalan mendaki, di punggung bukit senja mendorong bola panas
punggungnya kian membungkuk karna beban hidup begitu berat
Langit yang patah, mentari dirubung awan, kuyup sekujur tubuhku
terasa perih, luka sembilu di tapak kaki, senjaku pincang tertatih
Cindai terindah
Iman lekat di hati
Cahaya wajah
Sepenggal do’a terlontar di kesunyian malam
kutatap dinding-dinding membatu, jendela berembun
Komentar Terbaru