”Sampai kapanpun aku tidak mau menjilati nanah seorang laki-laki. Pernyataan itu kuanggap lebih bid’ah dari sekadar bid’ah hasanah. Pastilah kitab ini akan menghadirkan laki-laki yang jauh melebihi Yang Maha Perkasa sendiri. Jika ini yang terjadi, aku tidak mau mengaji kitab.
Kata-kata yang tersusun dalam nada pasrah dan penuh tekanan yang dalam itu, seperti halilintar mengoyak hatiku. Perasaanku lindap oleh rasa tak percaya akan pendengaran sendiri. Bagaimana mungkin ia sampai hati menjeratku dalam skenario konyol itu? Kupandang Iben dengan sorot mata memelas.
Kupilih selembar kartu lebaran warna perak, berhiaskan gambar ketupat dan ornamen masjid yang artistik. Di bagian atas sebaris kaligrafi huruf Arab tinta emas bertuliskan minal aidin wal fa izi. Artinya mohon maaf lahir dan batin. Aku terpesona!
Ken terperangah. Ada rasa jengkel menyeruak dalam dadanya. Celingak-celinguk, ia menatap sekeliling. Tak ada siapa pun melintas. Di tikungan jalan itu hanya mereka berdua. Duh, sosok jangkung itu tengah memelototinya penuh selidik dari balik kacamata hitamnya...
Komentar Terbaru