Ada ketukan di pintu sebelum suara salam yang lembut ku dengar. Ku jawab salam itu dengan lembut pula sebelum ku bukakan pintu. Aku tertegun saat aku menemukan wajah cantik tersenyum padaku. Aku mengenalnya. Tapi aku tak percaya. Aku tak percaya kalau ini nyata. Apakah orang ini adalah dia? Cantiknya sama. Senyum simpulnya sama manisnya. Tapi…, penampilannya berbeda. Anggun. Terlihat begitu dewasa.
“Hai”.
Dia menyapaku dengan nada suaranya yang tetap lembut. Suaranya membuatku semakin tak percaya. Suara ini begitu aku kenal. Sangat aku kenal. Wajah cantik dan suara lembut ini yang selama ini aku rindukan. Yang selama ini, selama beberapa tahun ini menghilang. Aku kehilangan pita suara, tapi aku tak mencarinya, karena aku tak mengerti cara mencarinya. Dia melambaikan tangannya di depan mataku sambil mengulang sapaannya.
“Ha…, hai…”.
Aku tergagap gugup membalas sapaannya. Aku seperti fan’s yang baru bertemu dengan artis idolanya. Aku benar-benar mati gaya. Aku kehilangan banyak ide untuk bicara.
“Kenapa…?”.
Sebuah pertanyaan terhidang dari bibirnya yang masih mencetak senyum yang begitu manis.
“Apakah ini mimpi?”.
Dia mencubit tanganku dengan cukup keras dan cukup membuatku tercekat karena kesakitan.
“Tuh…, kamu masih sadar kan, kenapa sih, aku terlihat aneh ya…?”.
“Oh tidak tidak, justru kamu terlihat makin cantik, malah tadi aku mengira kalau aku sedang melihat bidadari”.
“Huh…, paling bisa deh kalau menyenangkan orang”.
“Aku tidak sedang memuji kamu loh, aku cuma bicara seadanya”.
“Tidak sangka ya, lama tak bertemu, ternyata gombalmu makin dahsyat”.
“Tidak ah, kamu lupa ya kalau aku adalah orang yang paling jujur kalau menilai orang”.
“Iya deh…, makasih atas pujiannya, tapi cukup ya, kalau tidak aku benar-benar terbang nih…”.
“Tapi benar kok, dengan penampilanmu sekarang, kamu terlihat lebih cantik, terlihat seperti perempuan”.
“memangnya dulu aku bukan perempuan?”. Ucapnya tegas.
“Ya…, dulu kan kamu tomboy sekali, tapi sekarang kamu benar-benar feminim”.
“Sudah ah, muji-muji terus, sudah nih begini saja, aku tidak disuruh masuk”.
“Waduh sorry nih, aku lagi sendirian, di luar saja ya”.
Ku persilahkan ia duduk di kursi teras. Ku tawari minum, dia malah mengujiku.
“Aku mau lihat, masih ingat tidak minuman kesukaanku”.
“OK”.
“Jangan pakai lama ya”.
“Baik Non”.
Ia tertawa saat ku tinggal masuk untuk membuat minuman. Hari ini adalah hari yang bersejarah dalam hidupku. Tak akan ku biarkan hari ini hilang dari buku kenanganku. Sampai kapanpun. Akan ku tulis hari ini dalam prasasti dan akan ku simpan di tahta yang tinggi. Di sini, di hatiku. Hari ini adalah hari dimana aku tahu dan mengerti akan apa itu bahagia. Hari ini aku dapat melihat semua warna di dunia ini. Aku baru sadar, kalau dunia ini sangat indah. Setelah sekian lama aku terpuruk. Remuk. Meluruk. Semenjak gadis itu pergi dari kehidupanku. Menghapus diri dari setiap detik hari-hariku. Gairah hidup dan harapanku tercabik-cabik duka cita hatiku yang mengamuk. Hingga mengasingkanku dalam kesunyian. Sekujur jiwaku berkabung cukup lama. Tapi kini dia kembali. Dialah…, tamuku. Mengembalikanku dalam dunia nyata. Membuat suasana kembali normal. Pulih seperti sedia kala.
Tak begitu lama aku menjalankan tugasku sebagai tuan rumah. Dua cangkir kopi hitam hangat dan sedikit kue kering terhidang di atas meja. Dia menyambutnya dengan riang dan langsung meminumnya. Ia sesap kopinya dengan sendok teh yang wajib menemani cangkir kopinya. Kopi hitam memang minuman kesukaannya, dan minum kopi berdua adalah kegiatan yang sering kami lakukan dulu. Itu adalah salah satu kenangan indah yang sering muncul dalam benakku selama ia tak ada.
“Sekarang giliranku memuji, kau tahu, aku tidak pernah merasakan kopi senikmat buatanmu”.
Cengkrama kami semakin hangat. Cerita demi cerita tertuang dengan apik. Bunga-bunga canda sesekali menggelitik dalam keceriaan cengkrama kami. Lama kami melupakan waktu. Sampai akhirnya…, tiba-tiba dia terdiam. Suasana berubah dengan serentak. Akupun terseret dalam binar matanya yang tiba-tiba meredup. Sunyi sekejap.
“Kenapa…?”.
“As, kenapa kau tak bertanya kenapa aku datang?”.
“Untuk apa? Bukankah kita sama-sama bahagia dengan pertemuan ini, jadi tak penting lagi segala pertanyaan ataupun ungkapan alasan”.
“As, apakah kedatanganku berarti bagimu?”.
“Apakah yang terlihat olehmu saat ini belum cukup jadi jawaban?”.
“Jawab saja As, aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu”.
“Saat kau menghilang, aku benar-benar terpukul, aku mencarimu kemanapun yang aku bisa, sampai akhirnya aku dapati yakinku tengah sekarat, aku tak tahu lagi harus mencarimu kemana, aku menyerah, dan semenjak itu aku belajar mengikhlaskan kepergianmu, tapi selalu saja gagal, aku selalu menantikan hari ini”.
Aku menghentikan ceritaku, karena aku melihat matanya berkaca-kaca. Aku diam. Diapun begitu. Ia menatapku sejenak.
“Maaf…”.
Ku jawab dengan gelengan kepala.
“Aku yang seharusnya minta maaf, waktu itu aku tak bisa menahan diri, aku terlalu lancang menembakmu, padahal aku tahu kau telah menjadi miliknya”.
“Apakah kau masih mengharapkan jawabanku?”.
“Aku tak bisa ingkari itu”.
“Saat kau menembakku, aku dicekam dilema, aku tak bisa mengambil keputusan, karena akupun mencintaimu. Sampai akhirnya aku putuskan untuk pergi, bukan hanya meninggalkanmu, tapi juga meninggalkannya. Di duniaku yang baru, dunia tanpa kalian berdua, aku menutup hati, tapi aku tak pernah melepas pandangku dari kalian berdua. Akhirnya aku menemukan jawaban, kaulah yang sejati, aku tahu kau selalu mencariku”.
“Kalau kau tahu aku selalu mencarimu, kenapa kau tak menemuiku?”.
“Rumit As”.
Ia tak bisa lagi membendung gejolak hatinya. Walau wajahnya tetap baja, air matanya meleleh juga. Entah apa yang ia rasakan? Entah apa yang berkecamuk di dadanya. Inginnya aku tak perduli. Tapi…?!
“An, jangan kau rusak indahnya kebahagiaan hari ini dengan air mata, kita nikmati saja pertemuan ini, lupakanlah masa lalu”.
“Apakah semuanya sudah tak lagi menjadi pedulimu. As, masihkah harapanmu tentangku, tentang kita?”.
Aku tak menjawabnya. Aku tak tahu harus bagaimana dan mulai dari mana aku harus bercerita. Air matanya membuatku tak tega untuk menceritakannya.
“As, andaikan harapanmu masih ada, izinkan aku mewujudkannya”.
“Kau pergi begitu lama. Bertahun-tahun cintaku terlunta-lunta. Sampi aku berfikir kalau hari ini takkan pernah ada dan kau takkan pernah jadi miliku. Berfikir seperti itu membuatku terpaksa memberanikan diri merubah haluan. Kau tahu, itu tidak mudah. Aku merasakan sakit luar biasa saat aku melakukannya. Hatiku selalu berontak. Namun aku terus berusaha. Sampai akhirnya, kira-kira satu bulan yang lalu, seorang gadis mengulurkan tangannya menolongku yang tengah terpuruk karenamu. Dia menerima keadaan hatiku apa adanya. Dengan sabar dia membantuku dalam usaha mengikhlaskanmu. Aku tak mau menyakitinya”.
Ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya padaku sembari bangun dari duduknya.
“Ini kartu namaku, di situ ada alamatku yang baru”.
“Jangan pergi dulu An”.
Ia tak perduli.
“Datanglah kerumahku besok, aku ingin hari ini berlanjut, aku akan terus berharap aku bisa mewujudkan harapanmu itu”.
“Tolong jangan seperti itu An, itu membuatku merasa bersalah”.
Ia pergi tanpa menjawabku. Sifat kerasnya masih belum berubah.
“An….”.
Aku memanggilnya dengan sedikit berteriak, namun ia tetap tak perduli.
Asmuni (FB: Mbig Mbos)
Indramayu, 01-08-2009
Komentar
keren bgt.... cerita'y bgitu
keren bgt....
cerita'y bgitu mngharukan...tp jg bikin penasaran...
d tunggu crita sambung nya y....!!!!!!!!
^_^
Ah..., Jaquelyn Dove terlalu memuji, hehe...
OK, tunggu saja episode-episode selanjutnya (hehe..., kayak sinetron saja)
hehehehehe menarik.... tpi
hehehehehe menarik....
tpi susah nih tentuin unsur intrinsiknya
tlong donk...
Persoalan Kehidupan Indonesia
Persoalan Kehidupan Indonesia
gelombang sebelum daratan saat
ksatria kejora memanah mendung di
angkasa derai tawaku menjadi bintang
di langit terang binar mataku cahaya
di jiwanya dia labuhan hatiku
meneduhkan di saat diri telah
merapuh Kini kumengerti arti
Apa arti kehidupan Bangsa kita
yang kini sudah lenyap
terlepas dari persoalan kehidupan
melihatpersoalan kehidupan Raya
Tanpa melihat persoalan kehidupan
yang terlepas dari persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
kita mesti memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan kita.
membela langit dengan setia
terlepas dari persoalan kehidupan
tanpa ada bayangan ujungnya
berpeluh rayat rayatnya.
bangsa kita mesti di up-grade
bunga - bunga bangsa tahun depan
tentang anggur dan rembulan
akan menjadi alat pembebasan
memasuki sepi
memandang dunia
Karya : mo.jihad
Nama yamail. facebook : jjihad39@ymail.com
gelombang sebelum daratan saat
ksatria kejora memanah mendung di
angkasa derai tawaku menjadi bintang
di langit terang binar mataku cahaya
di jiwanya dia labuhan hatiku
meneduhkan di saat diri telah
merapuh Kini kumengerti arti
Apa arti kehidupan Bangsa kita
yang kini sudah lenyap
terlepas dari persoalan kehidupan
melihatpersoalan kehidupan Raya
Tanpa melihat persoalan kehidupan
yang terlepas dari persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
kita mesti memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan kita.
membela langit dengan setia
terlepas dari persoalan kehidupan
tanpa ada bayangan ujungnya
berpeluh rayat rayatnya.
bangsa kita mesti di up-grade
bunga - bunga bangsa tahun depan
tentang anggur dan rembulan
akan menjadi alat pembebasan
memasuki sepi
memandang dunia
Karya : mo.jihad
Nama yamail. facebook : jjihad39@ymail.com
Tulis komentar baru