CATATAN 3
Soal keberanian mendekati dan memulai pembicaraan aku nyaris tidak pernah kalah. Apalagi kalau pedekate itu memakai tulisan. Memakai surat. Aku pasti menang. Tapi soal duit aku kalah total.
Aku mendapat kenalan baru. Namanya Kartini. Dia pelajar Sekolah Kepandaian Putri (SKP). Gedung sekolahnya di belakang gedung sekolahku. SKP tidak punya jalan masuk sendiri. Jalan masuk sekolahnya harus lewat halaman sekolah kami.
Ketika jam sekolah usai aku melihat Kartini sedang kebingungan. Ternyata ban sepedanya kempes. Aku ikhlas mendekatinya dengan menawarkan jasa untuk membantu memompa.Tenaga Kartini tidak cukup kuat untuk menggunakan pompa tangan.
Teman lelaki yang ada bersamaku ketika itu tidak ada yang berani. Tanpa menjawab Kartini menyerahkan pompa tangan kepadaku dan tak lama kemudian dia bisa pulang.
Hari-hari berikutnya adalah hari indah penantian SKP pulang. Dan yang paling kutunggu adalah lirikan mata Kartini. Dan minggu-minggu berikutnya mulailah teman-teman Kartini bersuara ramai ketika pulang. “Kar, dia sudah menunggu” dam Kartini tersipu malu.
Beberapa kali malam Minggu aku sudah diterima oleh Kartini di rumahnya. Ibunya sangat sopan. Setiap kali aku datang selalu mengulang ucapan terima kasihnya atas kebaikanku terhadap putrinya.
Aku salah besar ketika mengabulkan permintaan A untuk ikut ke rumah Kartini. Salah fatal Karena kesalahan ini aku kehilangan Kartini. Malam Minggu itu ketika aku main ke rumahnya dia tidak ada. Kata ibunya Kartini pergi menonton bioskop bersama A.
Ada perasaan yang tiba-tiba menyesakkan dadaku. Kalau saja aku punya uang tentu aku mengajaknya nonton. Filmnya memang bagus. Sudah seminggu tayang di Bioskop Surya masih penuh penonton. Aku ingat judul filmnya Bazigar. Film India.
Meski ibunya menahan dan katanya akan mengambilkan bubur kacang untuk disuguhkan kepadaku, aku tetap permisi. Kuburan Bukit Lama yang sepi itu terasa menekan.
Bibir Kartini tidak bisa ditukar dengan bubur kacang.
202203071354 Kotabaru Karawang
Komentar
Tulis komentar baru