Naufal sudah tidak sabar, untuk menemui hari Minggu, sekedar tahu saja, telah berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dia berkutat dengan buku pelajaran. Pelajaran sekolah yang diulang-ulang membuat dirinya jenuh dengan aktivitas keseharian, belajar dan belajar tanpa sedikitpun waktu luang untuk menghirup nafas kebebasan barang senafas dua nafas.
Naufal jauh-jauh hari sudah merencanakan liburan yang menyenangkan bersama orangtuanya keliling kota, kemana saja asal bisa melepas penat, melepas kejenuhan, melepas suasana serius terus menerus di sekolah, meski diakui tidak selama suasana di sekolahan melulu pelajaran. Dia dengan beberapa sahabatnya, kerap melakukan kreasi-kreasi mainan di sela-sela istirahat kelas.
Seperti yang dilakukan oleh Tama dan Hilmi, suatu saat di siang hari di sekolah....
"Fal yuk kita bermain sepakbola...", ajak Tama dan Hilmi kepada Naufal.
"Boleh, dimana?", tanya balik Naufal kepada teman-temannya.
"Hahaha....ruapanya Naufal belum tahu kalau kita punya lapangan istimewa, namanya Old Tamatex", celetuk Helmi. Tiba-tiba sebuah tonjokan melayang menimpa punggung Helmi.
"Hei hei hei, sudah sudah...", lerai Naufal, manakala kedua sahabatnya berkelahi.
"Tuh ...dia selalu mengejekku!", teriak Tama.
"Sudahlah, katanya kita mau main sepakbola", Naufal ragu,"Dimana ya? main bolanya? aneh...", kata Naufal di dalam hatinya.
"Yuk yuk, benar kata Naufal, kita buat dulu pemain dari kertas...", ajak Helmi.
"Dari kertas?", tanya Naufal.
"Gimana sih kamu Fal, katanya rengking kelas, kok tidak cerdas..., begini lho caranya", kekeh Tama, sambil memberi contoh kertas dilipat-lipat menjadi pemain, lantas di sisi luar ditulisi nama pemain, sedangkan sisi dalam diberi nomor punggung. Nama pemain yang tertera juga aneh-aneh, ada Tama Messi, Helmi Ronaldo, dan lain sebagainya.
Pertama kali permainan, Naufal kalah!, permainan kedua juga kalah!
Bel tanda masuk kelas berbunyi......
Teman-teman Naufal segera masuk kelas, kecuali Tama, helmi, dan naufal sendiri yang sedari tadi memang sudah di dalam kelas asyik bermain `sepakbola` di atas bangku sekolah.
Naufal penasaran, mengapa dia selalu kalah dalam pertandingan tadi, pikirannya berputar untuk menemukan cara tepat untuk menang!. Tiba-tiba Naufal berteriak,"Yess". Rupanya Naufal telah menemukan cara jitu untuk menang.
Bu Guru tampak kaget manakala mendengar Naufal berteriak, Bu Gurupun bertanya dan mengingatkan,"Ada apa Naufal?, jangan diulangi lagi ya?, bikin Ibu kaget saja..."
"Maaf Bu, tidak ada apa-apa...", jawab Naufal tersipu-sipu sambil matanya celingukan ke kanan dan ke kiri.
Bel istirahat kedua berbunyi.....
Seperti istirahat pertama, permainan `sepakbola` dilanjutkan, dan kali ini giliran Naufal yang menang dan menang. Teman-teman Naufal menyerah,"Fal kamu memang jago, permainan apapun sepertinya kami tidak ada yang bisa menang melawan kamu".
Hari-hari berikutnya, Naufal merasakan kejenuhan berkepanjangan.
Bunyi takbir berbunyi di musholla baru di kampung Naufal, orang-orang tua berbondong-bondong menuju musahalla menunaikan shalat maghrib bersama.
Naufal merasa senang, karena anak-anak diperbolehkan ikut oleh orangtua masing-masing, seperti halnya memiliki permainan baru Naufal tampak bergairah dari hari ke hari tanpa bosan ke mushalla, sehingga suatu hari dia bertanya kepada ayahnya, "Yah.., untuk apa sih shalat?"
Ayah Naufal kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba Naufal,"Untuk apa shalat?"
"Iya Ayah...shalat itu untuk apa?", tandas Naufal mengulangi sekali lagi pertanyaannya.
"Baiklah..., dengarkan baik-baik anak pintar, shalat itu untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar...."
"Kalau shalat untuk mencegah perbuatan jelek, mengapa banyak orang menggunjing sehabis shalat di mushalla Yah?"
"???, itu tanda bahwa shalatnya tidak dilakukan dengan sebenar-benar shalat..."
"terus shalat yang sebenar-benarnya itu bagaimana ayah?"
"Shalatlah kamu, seolah-olah Naufal berbicara langsung kepada Allah, kalau belum bisa, shalatlah seolah-olah shalat Naufal diperhatikan oleh Allah, karena sesungguhnya hidup kita selalu diperhatikan oleh Allah...., nah kalau hidup kita merasa diperhatikan oleh Allah, maka kita akan selalu berbuat baik, karena kebaikan ada digenggamanNya.", Jelas Ayah Naufal dengan nada menerangkan sekaligus heran, "mengapa sih anakku pertanyaannya sungguh berat, padahal dirikupun belum sanggup melakukan apa yang aku ucapkan", gumam Ayahnya Naufal.
Musim liburan akan segera tiba, sebelumnya tepatnya hari ini, anak-anak sekolah menerima hasil ulangan tengah semester.....
"Adek (baca: naufal)!, mengapa nilai matematikamu hanya 94?, ada tidak temanmu yang memiliki nilai 100?", tanya Ibunya Naufal. Dengan agak ketakutan Naufal menjawab,"eee..eee, ada bu"
"Kenapa kamu kok kalah dengan temanmu? kamu harusnya bisa 100, kenapa?", Ibunya Naufal terus membombardir kecaman demi kecaman.
Naufal hanya bisa diam seribu bahasa, dia tahu bahwa melawan, menentang orangtua hanya akan menambah dosa, meskipun dia tahu bahwa teman-temannya yang memiliki nilai seratus adalah hasil dari kecurangan yang dilakukan oleh oknum Guru.
Sebelum diadakan Ulangan, secara tidak sengaja Naufal melihat oknum Guru memberi contekan untuk teman-temannya yang mengikuti les. Adapun Naufal adalah murid yang tidak les, bukan karena dia sudah pandai, tetapi karena kondisi keuangan orangtuanyalah yang menyebabkan dia tidak bisa les pada Guru tersebut.
Mengapa Naufal tidak memberi tahu perihal contekan?
Suatu hari Ayah Naufal pernah memberitahu bahwa barangsiapa membuka aib seseorang/saudaranya, ibarat orang itu makan bangkainya...
Ucapan ini selalu terngiang di telinganya, dan mengapa Naufal tidak berani mencontek?
Setelah Naufal dimarahi oleh ibunya, Ayahnyapun menghampiri sambil berbisik,"Hei, mengapa Adek tidak contek saja temanmu yang dapat bocoran ?",
Naufal terperanjat,"Yah....bukankah Allah selalu menatapku dimanapun aku berada?"
Komentar
Tulis komentar baru