Setelah kira-kira empat jam perjalanan yang melelahkan dan tanpa istirahat, akhirnya kamipun tiba dipuncak gunung Ciujung ini. Kilatan petir dan derasnya hujan serta pekatnya kabut tidak pernah berhenti mengiringi perjalanan kami, namun cahaya kilat yang ada cukup membantu melihat keadaan sekeliling kami dalam mencari tempat mendirikan tenda untuk bermalam.
"Bunga itu mau kau apakan.." tanya Firman kepadaku, "Entahlah..., aku juga bingung mau diapakan bunga itu.." kataku, sambil menghirup kopi panas yang kami buat tadi setelah mendirikan tenda. "Lalu maksudmu.. tentang kembang hitam tadi apa Gun?" potong Andi, yang sedari tadi memijat-mijat kakinya yang sedikit memar karena tadi sempat tersandung akar pohon yang melintang ditengah jalan. Aku terdiam sejenak, lalu mengambil bunga tersebut yang kusimpan dalam tas kerilku. "Kalian lihat bunga Edelweis ini?" tanyaku, "selama ini kita semua tahu.. kalau bunga Edelweis itu adalah bunga keabadian.. yang hanya tumbuh dipuncak gunung dan selalu berwarna putih..." tegasku, "lalu?" tanya Firman sedikit penasaran.
"Lalu apa Gun..?" tegur Andi. Belum sempat aku menjawabnya tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara petir yang sangat memekakkan telinga. Tampak cahaya yang sangat terang di luar tenda, seiring dengan datangnya suara petir tadi. Suara petir tersebut sungguh hebat dampaknya, terutama pada tubuh kami. Dadaku seperti tertekan beban yang teramat berat, dan juga telingaku tak sanggup mendengar apapun lagi. Yang tampak olehku hanya wajah ketakutan teman-temanku saja, sepertinya hal yang aku alami ini juga dialami oleh Andi dan Firman.
Setelah keadaan menjadi tenang kembali, kami bertigapun segera melongok keluar tenda. Diantara kilatan cahaya kilat, nampak lubang hitam menganga di tanah lapang, tidak jauh dari tenda kami. "Kalian tahu maksudku..?" tanyaku kepada Andi dan Firman.
Mereka berdua mungkin telah ditakdirkan sebagai sahabat sejati untukku. Sejak kami duduk dibangku SMA dulu, kami telah melakukan berbagai pendakian bersama. Sehingga peristiwa apapun selalu dapat dihadapi dan diatasi serta dicari jalan keluarnya bersama-sama pula, termasuk dengan berbagai kejadian-kejadian aneh dalam pendakian kami kali ini.
Di tengah derasnya hujan dan kilatan petir dan dengan kondisi tubuh yang masih sempoyongan, aku mencoba memberanikan diri mendekati lubang bekas sambaran petir tadi. "Hati-hati Gun.." tegur Firman yang hanya melihatku saja dari pintu tenda, sedangkan Andi hanya terdiam disampingnya. Akupun menggangguk sambil terus mengendap-endap menghampiri lubang tersebut.
Setibanya di lubang itu, aku segera meletakkan bunga edelweis yang sejak tadi aku genggam di tanganku ke dalam lubang bekas sambaran petir tersebut. Setelah itu aku segera menjauh dari lubang dan kembali menuju tenda dimana teman-temanku menunggu. "Apa yang kau lakukan Gun?" tegur Andi, "aku hanya menaruh bunga edelweis itu kedalam lubang.." jawabku. "Hey... Lihat itu?" teriak Firman dengan mata yang terbelalak, sambil menunjuk ke tempat dimana tadi aku menaruh bunga edelweis tersebut.
bersambung...
Komentar
Tulis komentar baru