“Setan!!! Kopi apaan ini??!!”, ia melemparkan cangkir kopi itu, hingga mengenai dinding. Dengan kasar, ayah menarik rambut panjangku, dan menghimpitku ke tembok. Nafasku dan nafasnya sama-sama memburu. Wajahku mulai membiru. Aku sesak nafas mendadak. namun ayah semakin menekan leherku ke dinding. Aku limbung, semuanya serba putih. Kulihat ibu tersenyum padaku. Perfect.
0O0
Mentari pagi sudah menerobos ke celah-celah jendela kamarku. Aku segera ke luar kamar, sembari menenteng tas sekolahku. Kulihat ayah masih sibuk memanasi motor tua kesayanggannya. Aku segera ke dapur menyiapkan sarapan pagi dan bekal untuk makan siang nanti. Roti bakar, nasi goreng dan secangkir kopi sudah siap di meja. Ya, secangkir kopi tak boleh lupa. Kupanggil ayah, dan ayah mulai beranjak mengikutiku ke meja makan.
“Nanti pulang jam berapa?”, tanya ayah, sambil menggigit roti bakar buatanku.
“Seperti biasa yah”, aku masih sibuk dengan nasi goreng di piringku.
“Kalau begitu, ayah jemput ya, nanti sepulang kamu sekolah, ayah ajak jalan-jalan ke kota”, katanya sambil tersenyum. Aku mengangguk dengan semangat. Jarang-jarang ayah bisa tersenyum di pagi hari. Apalagi sampai berencana menngajakku ke kota. Sudah setahun lebih aku tidak pergi keluar rumah, hanya sekedar untuk jalan-jalan. Kulihat tangganya mulai memeluk cangkir kopi itu, sambil membuka koran pagi. Ketika bibirnya mulai menyentuh pucuk cangkir, dan menyeruput semesta di dalamnya, raut wajahnya berubah drastis. Pandangannya teralih pada cangkir yang ia pegang. Aku sudah tahu apa yang harus kulakukan.
“Maya, kan sudah ayah bilang, kalau bikin kopi, gulanya sedikit aja, lupa ya”, keluhnya seketika, senyum di wajahnya mulai memudar. Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Kubawa cangkir kopi itu ke tempat cucian piring, dan segera kubuatkan kopi yang baru. Kulihat benda biru yang melilit tanganku, disana sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih lima belas menit. Aku gugup membuat kopi, dan ayah mulai meneriaku dari meja makan. Rok biruku hampir ketumpahan kopi, untung aku segera menghindar, dengan mundur ke belakang.
“Mayaaaa!!! Mana kopi ayah!!!”, tanganku nampaknya enggan berhenti bergetar mengaduk secangkir kopi ini. Jangankan tangan, jantungku pun ikut bermaraton, jika mendengar ayah mulai berteriak seperti itu.
“Heh, kamu ya, dasar anak setan! Mana cepet, bawa sini!!!!”, tanpa kusadari ayah sudah berada di belakangku, sambil berkacak pinggang. Matanya melotot ke arahku seperti mau keluar. Tiba-tiba ayah menyambar cangkir kopi yang sedang kuaduk, lalu langsung diteguknya.
Beginilah, pemandangan rumahku. Ayah mulai suka lupa diri, semenjak ibu pergi meninggalkan kami. Kanker hati yang menggerogoti, tak mampu mebuatnya hidup lebih lama lagi. Jelas kopi buatan ibu lebih nikmat daripada kopi buatanku sendiri. Itulah penyebab, ayah suka uring uringan setiap pagi. Entahlah, aku juga tak tahu. Tetapi anehnya, kejadian seperti ini hanya terjadi di pagi hari. Malam hari kami baik baik saja, malah terkadang kami menghabiskan malam dengan menonton film bersama.
“Setan!!! Kopi apaan ini??!!”, ia melemparkan cangkir kopi itu, hingga mengenai dinding. Dengan kasar, ayah menarik rambut panjangku, dan menghimpitku ke tembok. Nafasku dan nafasnya sama-sama memburu. Wajahku mulai membiru. Aku sesak nafas mendadak. namun ayah semakin menekan leherku ke dinding. Aku limbung, semuanya serba putih. Kulihat ibu tersenyum padaku. Perfect.
Seharusnya besuk pagi, ayah tak perlu marah-marah lagi. Tentang secangkir kopi yang selalu membuatnya semakin darah tinggi. Sebab di pagi ini adalah secangkir kopi buatanku, yang dinikmatinya untuk terakhir kali.
Komentar
assalamualaikum
seru ceritanya, ayah bunuh anak.
salam kenal
ASSALAMU'ALAIKUM
He he he..
Si ayah marah2 mulu
Ampe ngatain dirinya setan pula
hmmm..
Semangat ya sob ???
Salam kenal
Sastrawan GROBOGAN BERSEMI
Good
Cerita yang menarik. Maaf, kalau boleh memberi saran, saran saya adalah; coba perbaiki struktur penulisan dan tanda bacanya. Hehe
ARIGATO
Ahmad : wa'alaikummusalam.. terimakasih, punya anda tentunya tidak kalah seru..
Latif : wa'alaikummusalam.. pastinya, semua harus semangat hehe go go go semangat!!! terimakasih
Tio : iya, saya baru awal-awal nulis cerpen jadinya masih acak kadut kata-katanya, anyway thx a lot atas masukannya..
ahahay ...
secangkir kopi pagi hari
trhidang brbalut sejumput jerit
brsama seseruput pahit yg menggigit
lihat: pelangi yg trcabik itu trs melilit
pintu tua di serambi pun patah berderit
coretan asal hehe ... ;) cerita yg seru.
salam Miyos (eh, panggilanmu sp seh)
wawawa that's great poem i
wawawa that's great poem i ever read hehe terimakasih sudah mau mampir lagi om, iya panggilan saya miyos, boleh dipanggil ndaru juga kok, yang terpenting jangan panggil saya dengan sebutan hewan wkwk
Tulis komentar baru