Aku yang seperti tiada punya perasaan
Aku yang seperti tiada punya air mata
Aku yang seperti tiada punya keluarga
Aku yang seperti tiada punya kalah,lelah
Aku yang seperti tiada butuh kasih sayang
Aku yang seperti tiada suka kedamaian
Aku yang seperti tiada ingin berbahagia
karena
aku yang memiliki seutuhnya rasa tangan penjajah
aku yang berjalan dalam naungan derita sengsara
aku yang melangkah dibatasi peluru dan kebiadaban
aku yang melihat diarahkan ke air mata dan darah aku menatap harus pejamkan mata
tiada berani melihat potongan tubuh saudaraku melompat lompat
tiada bisa melihat kepala ibuku di kirim kirim
tiada tahan melihat kulit ayahku dibuat tikar
tiada kuat melihat dada adikku di ukir ukir pisau
dengan itu aku membuat istana di dadaku
disitu ku kumpul kumpulkan seluruhnya
apa yang kulihat apa yang ku dengar apa yang kumiliki
hingga manjadi istana paling lengkap segalanya
namun tiada ikut senyuman dan tawa
memang sejak lahir aku hanya menangis
hingga remaja
tiada sepat senyum apa lagi tertawa
tiada berani bermain apa lagi liburan
sampai dewasa
hari hariku hanya dua macam
menerjang atau di terjang
atau saling memancung
lalu tua
tetap isi hidupku itu itu juga
aku tidak tahu aku hidup untuk siapa
aku tidak tahu sebab peluru peluru ini menetap di badanku
aku juga tiada rencana di balik ini semua
aku hanya melawan kebiadaban
aku hanya mempertahan harga diri tanahku
aku hanya melindungi dara, air mata saudaraku
paling hanya ingin mengecup bahagia bila sempat
tiada niat untuk menerima penghargaan berupa gelar atau kekuasaan
dan aku bukan pahlawan aku hanya pelawan penjajah
karna aku tiada pernah punya cita cita di aniaya
kini tulangku memang masih setia membentuk tubuhku ini
hanya saja bentuknya tak seperti dulu lagi
aku hanya bisa terbaring bukan melepas lelah
kadang menonton tivi berita berita seputar korupsi
buatku ingin menerjang seperti dulu
namun penyakit setia ini melarang
Komentar
Tulis komentar baru