"Aksara Yang terluka"
Tentramlah daun-daun kering, tanah memelukmu saat jatuh
Kelak rapuh menjadi penyubur, ketika kerelaan kau pasrahkan.
Mengabaikan hujan mungkin kau bisa, tapi kenangan?
Memakai payung pun kau tetap akan terkena tempiasnya.
Setelah patah tubuhnya, kayu kering yang tak jua menemui api,
Ia terus menuduh cinta menyimpan api dalam genggaman.
Ah, jangankan cuma nestapa.
Purba yang tlah karib Jadi budakmu pun aku ihlaskan
Cintaku teramat perkasa.
Aku tak perlu pahat yang kau berikan, untuk mengukir air dalam kolam cinta
Yang kubutuhkan hanya wadah kecil untuk menampungnya.
Diamku tak berarti mengabaikanmu
Sebab dalam diam, aku diam-diam menyapamu dalam doa dan puisi.
Abaimu tak lagi kuadukan dalam doa. Ia telah merupa
yang menjaga hatiku selepas remuk redam.
Ia kerap mengabaikan rindu yang mengetuk pintu hatinya,
Tak jua menerjemah tangan yang tengadah Memberkati bahagiamu.
Ada banyak kangen bersarang di dada yang robek oleh abaimu.
kekasih, begitu menusuk lebih dari gigil hujan desember.
Ahh Kau..
sebagai kaum pesakit, tengah mengidap sunyi yang fana
Menakwil sekian murka dan nestapa di ladang makna-kata.
Tuhan menitipkan banyak cinta untukku tiap malam
dan kujatuhkan untukmu berkali-kali.
Ahh..
Malam ini kanvas merah saga
seorang pelukis memeras darahnya untuk melukis nestapa
dari kepedihan kekasihnya.
Hingga bait bait puisiku tak bermakna lagi.
Muzakkir Geki
4/desember/2016
Komentar
Tulis komentar baru