Baligh, kaki kananmu lekaslah mendaki. Namamu menua, tangan mungilmu
mencari masa gundu yang terampas. Sampailah pada balagha semi. Kedipan
mata tertahankan. Bukan gundu yang menyelinap dalam igauan. Linglung!
Matamu berkaca-kaca, sejak pagi balaghogh menyita nyawamu. Bukan
setingkat mubaligh yang meruang dalam dirimu. Kau hanya ingin tersenyum
menemui arwah tabligh. Memuja yang maha mubalaghoh.
Komentar
Tulis komentar baru