Banjarnegara 1
Kucuran air itu bukan hujan sayang, tapi itu air mataku
Ketika kau gunduli rambutku, kau potongi kaki-kakiku
Aku menangis, tapi kau tak dengar
Aku meratap, tapi kau tak tanggap
Aku menjerit, tapi kau tak peduli lagi siapa diri ini
Aku adalah sahabat sejatimu walaupun engkau tak mengakui
Aku adalah penjagamu, memberi dan memberi apa yang menjadi kebutuhanmu
Tapi mohon maaf, kali ini aku tak mampu lagi memberi
Bahkan aku menyusahkanmu, membebanimu, membuat saudara-saudaraku yang lain menderita
Aku sedih bukan kepalang
Mungkin engkau tak percaya, namun lihatlah gerimis ini
Gerimis yang lama-lama semakin lebat, adalah air mataku, wujud kesedihanku
Aku adalah sahabat sejatimu, walupun engkau tak mengaku
Aku tak ingin membebanimu
Namun aku tak lagi kuasa
Karena semua adalah akibat ulahmu
Banjarnegara 2
Huerrr, gludug-gludug....darr!
Allahu Akbar, Allahu Akbar, awas-awas, longsor-longsor!
Gemuruh itu terus berlangsung
Suara tangis, jeritan, dan histeria sekejap terucap
Setelah itu lenyap
Menit-menit kemudian tidak lagi ada histeria
Hanya rintihan dan permintaan tolong dari sebagian kecil korban yang masih bernafas
Tolong, tolong, tolong!
Suara minta tolong itu terucap lemah, memelas, nyaris tak terdengar
Suara memelas itu potret asli diri kita para manusia yang lemah
Tanpa bantuan alam, lingkungan, dan Tuhan, manusia tak punya kuasa
Manusia lemah tak kuasa apa-apa
Komentar
Tulis komentar baru