II. PADAMU YANG SIBUK BERDANDAN
Batam,
kudengar perih rintih, nyiur dan bakau yang digusur
kudengar keluh lenguh, perahu dan sampan yang dilupakan
aduhai Batam tuan dan puan, adakah pernah engkau rasakan
pahitnya musim, getirnya cuaca, yang terpaksa mereka telan
di lautmu yang dulu mesra, ikan dan udang kini tiada
Batam,
kulihat gundah di mata camar- camar yang dipinggirkan
kusaksikan tanjung dan pesisir, wajah-wajah hampa dan terluka
aduhai Batam tuan-puan, adakah pernah engkau pedulikan
perihnya lambung, laranya hari yang terpaksa mereka tahankan
di lautmu yang dulu ramah, kail dan jala memanen limbah
sejak teluk dan pantaimu dibagi-bagi
nyiur dan bakau itu terpaksa menjual keringat
menjadi buruh tukang cuci, menjadi pelayan makan hati
daun mudanya mengejar bola-bola golf, menjual gula-gula buat para bos
sejak tanah dan lautmu dikapling-kapling
sampan dan perahu itu terpaksa merubah profesi
ada yang terpaksa menjadi kuli, menjadi satpam siang dan malam
yang lainnya terpaksa menjadi penyelam , menangkap besi-besi rongsokan
duh tuan-tuan dan puan-puan
bila kau tak tahu tukak lambung
lihatlah lambung-lambung mereka
lambung-lambung perahu bocor yang kehilangan laut
dengarlah syair keroncongan, lagu lambung kami hari-hari
lambung-lambung sapi yang diperah industri
, menjadi budak di negeri sendiri
Batam,
lihatlah ada yang bertukar judul
berganti kemasan dan warna sampulnya
berganti photo dan iklannya, namun isinya sama saja;
“ penjajahan tak berkesudahan !”
Batam, 01.12.2013
Selamat Hari Jadi yang ke 184 Kota Batam, 18 Des. 1829 - 18 des. 2013
Kotaku, kotamu, kota kita, kotakan katamu, Indonesia
Komentar
Tulis komentar baru