(Balada Cinta Apri dan Safat Bag. 4-5)
1/
Jam berdentang sembilan kali Apri tiba di rumah tepat waktu sambil bernyanyi sambil berdendang dengan seragam kerjanya serba putih
Di ruang tamu sang suami menunggu sambil mengoreksi jurnal mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM almamater mereka
Dari balik kacamata minusnya sang suami menikmati keceriaan Apri untuk pertama kali setelah menikah tiga tahun lalu
Senyum mengembang di sudut bibirnya yang kemerahan tanpa tersentuh nikotin rokok sambil berkata dalam hati: “Istriku telah menemukan cinta sejatinya!”
Dengan tersenyum Apri nyelonong masuk ke dalam menjenguk putranya dalam asuhan baby sister yang telah tenggelam dalam tidur tenang
Putranya tampan buah pernikahannya dengan dosen Fakultas Kedokteran UGM seniornya dua angkatan
Menikah karena desakan orangtua kedua belah pihak karena waktu terus berjalan sebelum rambut memutih di kepala meski tanpa cinta
Sementara hidup semakin mapan punya kerja punya penghasilan dan cinta bisa datang kapan saja setelah sama dijalani
Seminggu terakhir, Apri bertemu Safat yang membawa putranya berobat yang ditangani oleh Apri dokter spesialis anak jebolan UGM
Gejolak cinta lama bersemi kembali di café jalan Malioboro empat belas senja mereka nikmati makan malam bersama
Safat ucapkan kata maaf atas cinta selama dua puluh dua tahun menghuni sepi hati Apri dengan segala keegoisannya
Tapi Apri memilih menolak karena ia telah punya cinta putranya buah pernikahannya dengan suaminya yang seusia anak Safat
Apri dan Safat saling mengaku sebelum menikah mereka saling mencari karena merasa satu sama lain adalah cinta sejati
Tapi Allah Yang Maha Tahu menemukan mereka dengan keadaan yang seperti ini, sama-sama punya keluarga sama-sama punya putra
Di depan cermin Apri menyisir rambut setelah mengganti baju dinas dokternya sambil senyum menatapi diri
Rambut yang panjang menjuntai sampai ke pinggang di sisir sambil masih tetap berdendang bersenandung gembira
Suara ketukan di pintu kamar membuat Apri bangkit dari duduknya dan membuka pintu untuk suaminya
Di depan pintu suaminya tersenyum dengan manis dan tulusnya Apri membalas dengan ketulusan pula
Senyuman pertama bagi keduanya yang keluar begitu tulus setelah pernikahan selama inihanya senyum penghargaan
Dan ikatan perkawinan yang mereka jalani tanpa cinta tapi malam ini Apri merasakan cinta menjalar ke sanubarinya
Dan senyum ketulusan itu adalah jawabannya setelah perbincangannya dengan Safat empat belas senja
Cinta tulusnya pada Safat selama dua puluh tiga tahun terbujur dalam sepi tanpa makna apa-apa
Dinda,senyummu sumringah setelah empat belas senja bertemu dengan laki-laki yang membawa putranya berobat padamu
Hari yang kunanti akhirnya datang juga setelah setahun lalu aku menemukan cinta sejatiku
Keadaannya sama cinta dan kesepian telah mengikat hubungan kita dan terpisah dari cinta sejati itu
Sepi terkadang memberi kita makna lain dari cinta meski akhirnya seperti yang kita harapkan juga
Namun ketahuilah takdir tak mampu kita dikte tapi takdir itu kini mendikte kita pada orang yang menjadi cinta sejati kita masing-masing
Aku bahagia dinda, dik Apri juga bisa menemukan cinta sejati yang telah menyalakan senyum di sudut bibirmu
Dua puluh tiga tahun memang waktu yang cukup panjang hanya untuk mengabadikan cinta sejati
Sebulan sebelum pernikahan kita melakukan hal yang sama mencoba mencari dan bertanya kesana ke mari ke beradaan cinta sejati
Hanya untuk menolak perjodohan ini dengan mengenalkan pasangan sejati kita
Tapi cinta telah mendikte kita dalam hal ini dan kini kita dihadapkan dalam suasana yang serba menyulitkan
Fatih adalah alasan kita untuk mempertahankan mahligai yang dibangunkan orang tua kita ini
Namun mimpi kita membangun mahligai sendiri belum hilang dalam ingatan
Keinginan kita untuk memiliki keturunan dari cinta sejati kita masih tersisa di pinggir hati kita
Kanda, selama dua puluh tiga tahun aku membingkai cinta dalam sendiri tanpa ada hasil apa-apa
Pada hari pernikahan kita aku telah menanggalkan segala cinta pada cinta sejati itu
Meski pada kanda belum bisa aku berikan seperti itu sampai hari ini
Namun pertemuan empat belas senja itu yang kami isi dengan perbincangan dan makan malam
Telah mengajariku untuk mencintaimu dan membingkai cinta sejati dalam lembar masa lalu
Maafnya memang ku terima malam ini dan tak ada gunanya kulalui hari tanpa memaafkannya
Namun tak ada alasanku yang mampu memberikanku hati pada laki-laki itu lagi
Sepenggal namaku telah ia titipkan pada putranya dan sepenggal namanya telah kutitip pada putra kita
Kehadirannya bahkan bukan untuk menumbuhkan cinta lama yang sejatinya kata Kanda
Namun pertemuan kami telah mengajari dinda mencinta tali pernikahan ini
Mahliggai ini memang bukan mahligai yang kita bangun dengan cinta seperti pada mereka cinta sejati kita
Tapi apakah kehadiran Fatih tak mampu membuat kita mengganti warna mahligai ini
Dinda telah begitu meragukan benarkah kehidupan yang lebih baik dari hari ini yang kita rasakan esok
Benarkah cinta sejati kita itu nanti memberikan kita kedamaian yang kita cari selama ini
Benarkah kita akan bahagia dengan mengorbankan kebahagiaan Fatih buah pernikahan kita hanya semata alasan cinta sejati kita masing-masing
Air mata menggenangi pelupuk mata Apri namun tak mampu merubah keputusan suaminya
Cinta sejati baginya lebih berharga dari buah pernikahan yang membutuhkan kasih sayang mereka
Apri menatap suaminya dengan tajam tapi tak mampu merubah pendirian laki-laki keras kepala itu
Apri bisa saja mengalah namun Fatih adalah alasannya untuk mempertahankan mahligai mereka
Tapi bagi laki-laki seperti suaminya itu bukan penghalang untuk mencapai cinta sejatinya yang sempat tertunda
Dinda boleh mebesarkan Fatih mendidiknya menyeolahkannya setinggi-tingginya
Namun perkataan suaminya semakin membuatnya tak berdaya meski harus diterimanya
Apri melangkah keluar rumah sambil mengambil jaketnya yang tergantung di balik pintu
2/
Safat memandangi istrinya yang sibuk mengemasi baju-bajunya dan memasukkan ke dalam koper
Ia tak mengerti apa yang dilakukan istrinya satu persatu pertanyaannya hanya dibalas dengan tangisan
Aku bermimpi menikahimu padahal aku tahu aku tidak mencintaimu dan yang aku takutkan kini terjadi
Perkataan istrinya semakin membuatnya bingung dan ia berdiri dari duduknya mendekati istrinya
Jangan mendekat dan jangan sentuh aku wanita hina yang tak bisa mencintaimu
Di saat kau tugas membela negara ini aku malah asyik-asyikan dengan laki-laki lain
Tak pernah peduli dengan Aprianto yang membutuhkan kasih sayang ibu hingga ia sakit aku juga tak tahu
Dan diperutku tubuh janin benih laki-laki lain akibat perbuatanku yang mengumbar nafsu
Safat mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan kembali terhempas di tempat tidur
Satu patah kata tak mampu ia ucapkan mendengar pengakuan istrinya yang sudah mulai dicintainya
Pernikahan kita bukan karena cinta tapi mahligai ini kenapa mesti retak juga akhirnya kata Safat pelan seperti mendesis
Amarahnya memuncak ia kalap bangkit sambil menggenggam kepal tinjunya dan suara berdebum di daun pintu membuat suara gaduh
Ia mengerang kesakitan memegang kepal tinjunya yang pecah dan berdarah
Istrinya mendekat melihat tangan Safat yang pecah dan berdarah sambil membuka laci meja rias meraih kotak P3K
Jangan kau mendekat permpuan hina aku tak butuh bantuanmu ia membentak sambil mengibas-ngibaskan tangannya
Tapi istrinya tak peduli sambil meletakkan kotak P3K di atas tempat tidur dan membukanya menyiapkan kapas dan betadine
Di rampasnya tangan suaminya dan meletakkan kapas yang basah oleh betadine di punggung tangan suaminya
Ia menarik tangannya dari tangan suaminya dengan kasar suara erangan keluar dari mulutnya
Rasa sakit tak dipedulikannya dan keluar menuju mobil dan segera memacunya dengan kesetanan
Jalanan ramai bisa membahayakan dan merenggut nyawanya jika ia tak segera memutar arah mobil menuju pelabuhan
Di ujung pelabuhan ia menghentikan deru mobilnya dan keluar duduk di tepian pelabuhan
Sebatang rokok terselip di antara jari tangan sebelah kiri padahal ia belum pernah menganal rokok
Kekecewaannya pada istrinya yang telah berbuat sehina itu telah melarikan dirinya pada rokok
Batuknya tidak diperdulikannya sama ia tak memperdulikan rasa nyeri di tangannya yang kian tajam
Matanya tajam menatap ke tengah laut perasaannya perih tak mampu ia terjemahkan
Rasa nyeri yang kian tajam membuatnya mengerang sekuatnya dan mengusik seseorang di ujung pelabuhan sisi yang lain
Orang itu mendekat penasaran dengan apa yang terjadi karena mobil itu merasa dikenalinya
Orang itu terpekik melihat Safat yang terbaring dengan luka di tangan yang semakin berdarah
Tanpa peduli siapa dirinya dan lukanya orang itu yang ternyata Apri memapah tubuh kekar Safat ke dalam mobil
Apri melarikan Safat ke rumah sakit tempatnya bekerja dan segera menanganinya
Ada apa denganmu sampai luka di tanganmu begitu serius sementara kau terbaring di pelabuhan sana
Apa kau lupa siapa dirimu di tempat ini semuanya akan menghilang jika kau tidak menjaga reputasimu
Jangan kau pikir jadi orang sepertimu bebas melakukan apa saja sekehendak hatimu
Masyarakat kota ini begitu menghargaimu lalu apa mereka masih bisa menghargaimu jika kau sendiri tidak menghargai siapa dirimu
Apri mengomel menggerundel sambil membersihkan luka Safat dan segera mengobatinya
Luka di tanganku mungkin bisa kau obati tapi luka di hatiku apakah bisa kau mengerti
Baru hari ini kau mersakan luka hati tapi telah serapuh ini aku bahkan dua puluh tiga tahun menikmatinya sendiri siapa yang peduli
Kenapa kau terus mengungkit masa lalu yang siapapun tidak memaksamu untuk menjalaninya tapi aku meminta maaf aku hanya tak tau kalau kau secinta itu padaku
Sekarang aku menuai karma ketidakperdulianku padamu selama dua puluh tiga tahun bahkan lebih hina istriku mengandung benih laki-laki lain
Suamiku juga meminta berpisah hanya karena ia telah menemukan cinta sejatinya yang telah terkubur sekian tahun
Dia takpeduli buah pernikahan kami akan sangat membutuhkan dirinya sampai ia dewasa
Safat terdiam memainkan pikirannya Apri terdiam terlanjur menceritakan prahara rumahtangganya
Mata Safat menatap mata Apri mereka terhening tanpa mengeluarkan suara
(2013)
Komentar
Tulis komentar baru