aku pernah tersesat
dalam pekat yang menjerat
lebih kelam dari hitam
langkah langkahku israil
selalu berjalan dalam gelap yang gigil
dan kamu adalah lentera
sempat tercebur kedalam lumpur
lalu dengan pelukan lengan kokohnya
lumpur itu menenggelamkanmu
membuatmu lebur dalam tumpahan anggur
aku masih israil
dalam langkah langkah hitamku yang gigil
dan pada lumpur yang sama aku tenggelam
tanpa akar yang mampu kugenggam
ketika semburat cahayamu menerpa
lalu aku mendekat
dalam jarak yang tepat aku telanjang
membiarkanmu mengusap kulit kulit lara
memohonmu membelai batang batang nestapa
berharap cahayamu menghangati sepi
dan kamu pun telanjang
mengijinkanku mengintimi tubuh tubuh ngilu
meraba bekas bekas luka
menjamah ceruk ceruk masa lalu
dan menatap lekuk lekuk jatidiri
kemudian aku mengerti
kamu tetap sebuah lentera
selalu bercahaya, tetapi
bagiku kamu tetap seperti puisi
indah tapi tak bisa sepenuhnya kupahami
Komentar
Tulis komentar baru