HORARIUM, 1
Kulinting namamu, Mempelai
(dengan desiran angin, dengan bisikan
lembut liukan anak sungai).
Tak mampu aku bersegara
mengejamu beribu tahun cahaya
lamanya. Telah tiba waktuku
memagut, menjelangmu.
Tetapi kerap kuletih melinting
namamu. Tuhankah engkau, bukan?
Ataukah sengau suara angin?
Sukabumi, 9/7/2017
HORARIUM, 2
Hujan hari ini tumpah dari kantungnya
semakin ke sini, semakin gerimis
semakin gerimis semakin lirih
semakin lirih semakin sepi melenting
dari genting yang satu ke yang lainnya.
Hujan benar-benar membunyikan sunyi di sini
aku meringkuk di celah detaknya, seperti penyair
yang kedinginan di antara barisan puisi
atau seperti rahib yang menggigil di jeda
bait doa. Sunyi, sunyi sekali.
Aduh, mungkin perlu begini, ayah
kupindahkan saja sungai sajak ini ke matamu
siapa tahu kelak ia tumbuh jadi samudra raya
yang ikhlas, yang mau deburkan sunyi dan sepiku.
Bolehkan, ayah?
HORARIUM, 3
Tuhan
tiada lekang
aku menumpang.
Aku ialah
anjing musim hujan
yang hanya tahu
menyalak.
Tuhan
aku membuta
aku tidak tahu
berkaca.
(untuk ayah yang berulang tahun di 4 September; untuk ayah yang membangunkan kata-kata, jadi sajak, jadi doa yang mungil; untuk ayah yang adalah segalanya)
Komentar
Tulis komentar baru