Aku, yang menitipkan ragaku dalam debu
mulai terbiasa bercengkrana dengan angin
sesekali,terbang menghantam kesadaran
Meruntuhkan sajak yang terbingkai dalam diam.
Namun masih seringkali
ku gantung tanya pada wajah
sepintas memaksa Tuhan menisbatkan kisahnya
-Siapa yg melahirkan dan melukiskan warna jalanku?-
Sejurus kemudian, angin bersabda pada debu
bahwa tubuhnya dapat pula mematahkan reranting
Bangunan besar, bahkan mencabut nyawa
lagi-lagi, aku tertegun
membaca keinginan Tuhan agar tak ada Ilah selainNya.
Komentar
Tulis komentar baru