Kuli Kuli Panggul
Tidurlah matahari,
Biarkanlah aku nikmati jakarta, satu malam ini
Tanpa bayangan keganasan sinarmu
Yang membakar rumput dan akasia,
Tidurlah matahari, dalam pelukan langit jingga
Dan biarkanlah aku, untuk malam ini saja
Mereguk pahit kopi hitam
Di tenda darurat bersama para kuli panggul
Di tanjung priok...Urat nadi kehidupan
Tidurlah yang nyenyak,
Biarkanlah esok menjelang,Dan kau akan perkasa
Memanggang punggung punggung yang legam
Dan bahu bahu yang kekar,
Bersama cucuran peluh yang menguning
Luruh mengkilat diterpa sengatan terik cahayamu
Para Kuli panggul, masih harus terjaga
Sampai berapa lama memeras kepala ?
Disamping lamunannya, ada wajah istrinya
Ada rengekan wajah anaknya
Dan Ia mengelus dada...
Keras tangan harus terkepal
Malam ini, adalah harga sebuah tanggungjawab
Namun ia tunduk pada takdir,
Namun ia pasrah pada kenyataan, yang tak biasa.
Seluruhnya....
Kuli panggul sejenak resah mereguk sisa kopi hitam,
Helaan nafas merefresh fikiran
Dan aku mematung,
Menelanjangi setiap bagian garis wajahnya
Yang samar dibalik remang bayangan
Jakarta, bolehlah bersembunyi,
menutup mata yang buta
Atau meja kekuasaan belum banyak berteori
Atau malah sistem, yang terlalu banyak berteori
Dan keluar dari bagian teori...?
Rumus apa lagi...?
Negara ini bukanlah milik jakarta, tapi pembangunan...
Tetap milik jakarta...
Tapi kesenjangan,
Tetap milik jakarta raya
Tapi mereka,
Tetap milik jakarta metropolitan,
Hingga saat ini, jakarta berwajah (bencong) !
Raut wajahnya morat marit,
Dan kebencongannya banyak digandrungi
Karena kelataannya menjadi inspirasi buat mereka,
Para figuran rakyat dari badut badut kelas artis,
Hingga yang biasa ngamen di gang gang rumah
Wajah jakarta menjadi malpraktek,
Oleh intelek intelek pencetus teori pembangunan
Oleh tehnokrat tehnokrat kecoa
Tapi mereka hanya pandai berteori saja
Tanpa peduli persoalan dan kendala yang ada,
Sekian mega proyek menjadi slogan yang tak jelas
Menggencet kuli kuli panggul, di garis bawah
Bolehlah jakarta bermimpi, sampai liurnya meleleh
Atau menjadi anak manja...
Tapi bapaknya haruslah berdiri
Digunung yang menjulang tinggi, supaya jelas pandang matanya,
Meneropong gugusan nusantara
Yang berisi jutaan kaki penduduk berdiri diatasnya,
dan pastilah segala bentuk pembangunan adalah sebuah angan angan
Dan kesejahteraan di hasilkan dari peluh,
hanya buat pembangunan,
dan bukan untuk foya foya atau pesta pora...
Mereka tidak akan seperti kuli panggul,
Bila pembangunan bukan hanya buat anak manja
Terlepas dari persoalan Perut dan kehidupan
Mestilah mereka memillih,
Untuk apa bergelantungan di ketiak anak manja,
Jakarta raya.
Rasull abidin, 06 april 2013
Tg. Priok - jakarta.
Komentar
Tulis komentar baru