Semestinya kita satu tubuh yang satu.
Jika ada yang menyakiti bagian yang lain, misalkan tanganku,
bagian tubuh yang lainpun akan segera tahu,
turut merasakan betapa sakitnya dan juga ngilu.
Semestinya kau sudah tahu tentang dongeng bangsaku,
Paling hayal dan tidak masuk akal diantara dongeng pengantar tidur siangmu.
Jejaring sosial, telekomunikasi dan beberapa alat elektronikku itu,
tak juga mampu mengetahui bagaimana keadaanmu.
yang sejak dulu, anak dan cucumu sholat dengan berhujankan peluru.
Semestinya kita satu desa sederhana.
yang saling menolong jika ada kesulitan melanda,
atau saling mengunjungi jika terjadi bencana.
Semestinya aku sudah paham tentang apa yang kau hadapi disana.
Ribuan roket mematikan itu tak hanya ingin sekedar menjemput nyawa.
mereka akan lebih bangga jika menyerahkan apa yang mereka minta.
Begitulah mereka dengan sifat binatangnya.
Namun kini, kita bagaikan tubuh yang terkena stroke tiba-tiba.
Walapun tangannya tersayat, namun tak akan terasa sakitnya,
karena si otak sudah enggan menjalankan tugasnya,
tidak menyampaikan pesannya dengan sempurna.
Atau kita adalah rumah yang tak memiliki tetangga,
seperti layaknya orang kota,
tetangga depan rumahpun tak pernah diketahui siapa namanya,
karena terpisahkan oleh jalan raya.
Maafkan aku Palestina,
Seharusnya aku berdoa dengan sepenuh hati untukmu disana.
Sehabis sholat sepertiga malam misalnya,
atau disaat-saat Tuhan mengabulkan doa para hambanya.
Bukan hanya mengikuti trends yang sedang naik tahta.
berdoa diberbagai jejaring sosial yang ada,
agar terlihat peduli dengan nasib para rakyatmu yang telah meregang nyawa.
Komentar
Tulis komentar baru